Gay Erotic Stories

MenOnTheNet.com

Asisten Dosen, Part 2

by ITB Guy


Doddy Andri meronta-ronta hendak melepaskan diri. Aku bisa merasakan jantungnya berdegup sangat cepat. Teriakannya terbungkam oleh kaus kakiku yang kusumpalkan ke mulutnya. Tindakannya itu malah semakin membuatku bernafsu. Dia ternyata lumayan kuat. Tapi aku tidak sampai kewalahan menguasainya. Himpitanku semakin keras. Andri berusaha meludah dan mengeluarkan kaus kakiku dari mulutnya, tetapi tidak bisa karena sumpalannya terlalu penuh. Tangan kiriku terus memiting kedua tangan Andri di balik punggungnya. Aku meraih ke depan selangkangannya dengan tangan kananku dan kulepas kancing dan retsleting celana jeansnya. Celananya langsung melorot ke bawah kedua kakinya yang kurus namun kokoh. Celana dalamnya membalut ketat pantat dan kontolnya. Kuremas-remas pantatnya dengan tangan kananku dan lalu kugerakkan lagi tanganku ke depan. Aku bisa merasakan sebuah benjolan di selangkangannya. Aku genggam benjolan itu dari luar celana dalamnya dan kemudian aku remas. Kontolnya sudah sekeras batu! Andri Apa-apan ini? Gua cuma tinggal memakai celana dalam dan ada cowok bugil ngehimpit gua dari belakang sambil ngeremas-remas kontol gua. Kenapa kontol gua bisa keras begini? Yah, gua kan emang dari tadi horny gara-gara gak ngocok seminggu penuh. Tapi kok tetep aja e…enak? NGGAK! Gua cuma horny gara-gara gak bisa melampiaskan nafsu gua malam ini ke cewek gua. Mulut gua terasa kering karena kain yang disumpalkan Doddy menyerap ludah gua. Gua agak kesulitan bernafas karena himpitan Doddy dan mulut gua yang tersumpal. Tiba-tiba Doddy menarik tubuh gua ke bawah sambil terus menghimpit gua sampai kami berdua dalam posisi berjongkok. Dia lalu menarik celana dalam gua sampai ke pergelangan kaki gua. Kemudian dia menarik tubuh gua kembali ke atas dan kami kembali ke posisi semula. Hanya saja kini kami berdua sudah telanjang bulat. Doddy kemudian sedikit menekukkan kedua lututnya sehingga dia bisa memarkirkan kontolnya yang panjang di celah pantat gua dan kembali mengocok kontol gua dengan tangan kanannya. Kenapa kontol gua masih tegang begini sih? Gua dan Doddy telanjang bulat, dia nyakitin gua, dan kontolnya nempel di dalam celah pantat gua. Ini gak bener. Ini menjijikkan dan memalukan. Tapi kenapa kontol gua tetep keras begini? Gua memejamkan mata, mencoba memikirkan hal-hal lain agar kontol gua bisa kembali lemas. Tapi batang gua itu mengkhianati gua. Kontol gua yang gak disunat itu berdiri tegak sekeras batu sepanjang 14 cm di dalam genggaman Doddy. Dia terus meremas-remasnya. Ngghhh…ya Tuhan, kenapa gua merasa nikmat? Gua pengen dia berhenti. Gua pengen Doddy berhenti ngocokin gua kayak gini. “Ndri,” bisik Doddy tiba-tiba di telinga gua. “Gua bakal ngebuka sumpalan di mulut loe. Terserah loe kalo loe mau teriak-teriak. Kemungkinan besar, gak bakal ada yang denger. Tapi kalaupun ada yang denger, loe mau ada orang masuk dan ngeliat kita dalam posisi kayak gini? Bugil berdua, dengan kontol loe tegang di dalam tangan gua? Kalau gua sih terserah aja. Tapi apa loe mau?” Gua mencoba membayangkan apa yang akan ada dalam benak orang jika melihat gua dan Doddy dalam posisi seperti ini. Nggak! NGGAK MAU! Gua gak mau ada orang ngeliat gua seperti ini. Doddy tampak seperti bisa membaca pikiran gua. Dia melepaskan genggamannya dari kontol gua, lalu menarik sumpalan mulut gua yang sudah basah oleh ludah dan membuangnya ke bawah. Rahang gua pegal dan mulut gua terasa kering. Mulut gua sudah bebas, tapi gua gak berani teriak. Bayangan ada orang lain melihat kami dalam posisi ini benar-benar membuat gua mual. Doddy Andri tampak pasrah. Aku sudah yakin dia tidak akan mau ada orang lain melihatnya seperti ini. Aku terus menindih tubuhnya ke dinding dengan kontolku di dalam belahan pantatnya, dan kembali mengocok kontolnya yang terus saja dalam keadaan keras sedari tadi. Kulup kemaluannya tampak tertarik jauh ke belakang sehingga kepala kontolnya menyembul keluar. Aku mulai menjilati tengkuknya. “Dod,” rintih Andri. “Please berhenti, Dod. Please, gua mohon.” “Sssst. Nikmatin aja Ndri. Gua tahu loe sebenernya suka koq. Gua punya buktinya di tangan gua,” bisikku sambil meremas kontolnya agak keras sampai tubuhnya sedikit mengejang. “Ngh!” erangnya. Aku tersenyum melihat rasa terkejutnya dari matanya ketika dia mendengar erangannya sendiri yang penuh kenikmatan. “Ndri,” bisikku lagi. “Loe nyadar gak kalo dari tadi pintu gua belon dikunci? Sewaktu-waktu orang bisa aja masuk, lho.” Andri tampak terkesiap. Dia menoleh ke arah pintu kamarku dengan penuh ketakutan, seolah-olah seekor monster akan masuk ke dalam. “Gimana? Gua sih terserah loe aja. Loe yang ngambil keputusan, Ndri,” bisikku ke telinga Andri. “Loe mau dibiarin aja, atau mau dikunci?” Andri terdiam mendengarku. Matanya tampak nanar. Pilihan yang aku berikan padanya pastilah membuatnya pusing. Dia pasti sangat takut kalau sampai ada orang tiba-tiba masuk dan menyaksikan kami dalam posisi seperti ini. Tapi kalau dia minta dikunci, seolah-olah dia sendiri ingin meneruskan permainan ini. “Ya udahlah. Biarin aja gak terkunci,” kataku sambil menggosok-gosokkan kontolku di dalam lembah pantatnya dan menjilati telinganya sembari terus mengocok kontolnya. “Kun…kunci…,” rintih Andri. Suaranya terdengar tercekat. Andri menelan ludahnya. “Pintunya…dikunci aja,” jawabnya pelan. “Oke,” balasku dengan ringan. “Tapi loe yang ngunci ya.” Aku lepaskan pitinganku dari kedua tangannya dan lalu kucengkram tengkuknya kuat-kuat. Tangan kananku masih menggenggam kontolnya yang terasa berdenyut-denyut. Dalam posisi seperti ini, aku yakin dia tidak akan berani macam-macam. Aku suruh dia melangkah keluar dari celana jeans dan kancutnya yang melingkar di pergelangan kakinya dan lalu aku arahkan dia berjalan menuju pintu. “Sok, kunci,” kataku begitu kami berdiri di depan pintu kamarku. Andri terdiam sesaat. Kemudian pelan-pelan tangan kanannya maju menuju kunci yang menggantung di pintuku. Dapat kulihat jelas tangannya gemetaran. Andri menggenggam anak kunci dengan lemas dan lalu pelan-pelan dia putar ke kanan. Klik! Andri Apa yang gua lakukan? Ngunci pintu dan menyilahkan makhluk jahanam ini memperkosa gua? Ya Tuhan, gak pernah seumur hidup pun gua ngebayangin diperkosa sesama cowok. Tapi kalau udah begini, gua gak mau ada orang lain ngeliat gua. Bangsat! Apa yang harus gua lakukan? Tangan gua seperti gak rela melepaskan anak kunci dari genggamannya. Kedua tangan gua bebas. Mungkin gua bisa ngelawan si Doddy. Gak mungkin! Dia jauh lebih kuat daripada gua. Apalagi kontol gua masih dia genggam. Gua macem-macem, bisa-bisa dia patahin. Lagian kalaupun gua bebas, trus gua mau ngapain? Keluar telanjang bulat? Ya Tuhan, apa yang harus gua perbuat? DAN KENAPA KONTOL GUA MASIH AJA KERAS? “Heh!” gua tersentak mendengar suara Doddy. “Udah, lepasin tangan loe dari tuh kunci!” katanya lagi. Gua turuti perintahnya. Gua lepaskan genggamanku dari anak kunci yang menggantung di pintunya. Tiba-tiba sekujur tubuh gua menjadi lemas. Dengan sukarela mengunci pintu, gua seolah-olah sudah menyetujui apapun yang akan Doddy perbuat terhadap gua. Dan gua tidak berani membayangkan apa itu. Doddy melepaskan genggamannya dari kontol gua, kemudian memutar tubuh gua dan menyandarkan gua ke pintu. Tangan kirinya yang tadi mencengkram tengkuk gua sekarang melingkar di leher gua. Tangan kanannya mengelus-elus sekujur tubuh bagian depan gua. Dada, kedua putting gua, dan perut gua. Dia lalu menatap gua dalam-dalam. “Gua bakal ngasih loe kenikmatan, Ndri,” katanya. “Percaya gua, loe bakal suka.” Perlahan, Doddy berjongkok di depan gua. Tangan kirinya lepas dari leher gua dan mendarat di dada kanan gua. Tangan kanannya di dada kiri gua. Kontol gua yang sudah ereksi penuh berada tepat di depan wajahnya. Gua memberanikan diri melihat ke bawah. Gua lihat Doddy menjulurkan lidahnya dan lalu menjilat ujung kepala kontol gua. Sebuah sengatan listrik seolah-olah langsung menjalar ke seluruh tubuh gua. Kontol gua langsung bergoyang-goyang naik turun seperti jungkat-jungkit yang suka dimainkan anak kecil. Ujung kepalanya tampak mengkilap karena basah oleh ludah. Doddy menjulurkan lagi lidahnya dan melakukan hal yang sama. Lagi, dan lagi, dan lagi. Tiap kali dia melakukan itu, badan gua bergetar menahan nikmat. Nikmat? Tunggu dulu, gua lagi diperkosa. Sama cowok! Kenapa gua merasa nikmat? Ini salah. Gua mustinya gak merasa nikmat. Gua memejamkan mata kuat-kuat, berusaha mengusir kenikmatan yang terus menjalar di tubuh gua. Tiba-tiba saja gua merasakan kontol gua diselumuti oleh sesuatu yang basah dan hangat. Kenikmatan yang begitu hebat menjalar langsung sampai ke ubun-ubun gua. Tubuh gua mengejang, kedua tangan gua menempel ke daun pintu di belakang gua, kepala gua mendongak ke atas, dan tanpa bisa gua cegah, gua mengerang keenakan. “Nggggh….mmmhhhh,” desahku. Gua buka mata gua dan gua lihat ke bawah. Gua gak bisa lagi melihat kontol gua. Gua cuma bisa melihat kepala Doddy dan ujung mulutnya yang menyentuh bulu jembut gua. Dia lalu mulai menggerakkan kepalanya maju-mundur. Tiap kali mulutnya sampai ke ujung kepala kontol gua, gua bisa merasakan lidahnya berputar menjilati sekeliling kepala kontol gua di dalam mulutnya. Oh, nikmatnya! Gua mengerang semakin keras. Badan gua kelonjotan keenakan. “Mmmmhhh…oh…Do…Doddy…mmmhhh,” Doddy Tampaknya Andri mulai benar-benar menikmati permainan ini. Erangannya yang penuh kenikmatan terdengar tulus. Aku mulai memainkan kedua putingnya dengan tanganku. Dia tampak semakin keenakan. Akhirnya aku keluarkan kontolnya dari mulutku dan aku berdiri sambil menatap Andri. Wajahnya tampak sedikit bersemu merah. Aku tak lagi melihat penolakan dari matanya. Aku menarik tangannya dengan lembut ke arah meja belajarku.

###

9 Gay Erotic Stories from ITB Guy

Asisten Dosen, Part 1

Doddy Jadi asisten dosen di Jurusan Teknik Sipil ITB punya keasyikan tersendiri. Di jurusan yang hampir cowok semua gini, asdos seperti aku bisa dibilang punya kuasa penuh atas anak-anak tingkat dua yang mengambil mata kuliah tertentu. Kalau aku bilang tugas mereka gak beres, ya berarti tugas mereka gak beres. Mereka gak akan berani protes atau menggugatku. Berani pergi ke dosen?

Asisten Dosen, Part 2

Doddy Andri meronta-ronta hendak melepaskan diri. Aku bisa merasakan jantungnya berdegup sangat cepat. Teriakannya terbungkam oleh kaus kakiku yang kusumpalkan ke mulutnya. Tindakannya itu malah semakin membuatku bernafsu. Dia ternyata lumayan kuat. Tapi aku tidak sampai kewalahan menguasainya. Himpitanku semakin keras. Andri berusaha meludah dan mengeluarkan kaus kakiku dari mulutnya,

Asisten Dosen, Part 3

Akhirnya aku keluarkan kontolnya dari mulutku dan aku berdiri sambil menatap Andri. Wajahnya tampak sedikit bersemu merah. Aku tak lagi melihat penolakan dari matanya. Aku menarik tangannya dengan lembut ke arah meja belajarku. “Taro tangan loe di atas meja dan condongin badan loe sedikit ke depan,” perintahku. “Terus buka kaki loe sedikit.” Dia menuruti semua petunjukku. Aku

Asyiknya Digerayangin Yandi

Sejak Yandi, temannya sesama mahasiswa di ITB, masuk ke kost-kostannya di daerah Cisitu, Bandung, Irvan selalu membayangkan betapa nikmatnya kalau dia diberi satu saja kesempatan untuk menikmati tubuhnya. Yandi memang cowok yang cukup tampan. Tingginya sekitar 168 dengan berat 60 kg. Badannya lumayan berotot; Irvan tahu karena dia sempat beberapa kali melihat Yandi keluar dari kamar

Asyiknya Digerayangin Yandi, Part 2

Yandi terkejut ketika menyangka bahwa Irvan terbangun akibat perbuatannya. Secara refleks, dia lepaskan genggamannya dan dia tarik tangannya dari dalam celana Irvan. Tapi Irvan menahan tangan Yandi sehingga dia tidak dapat melepaskan genggamannya dari kontol Irvan. Irvan menatap wajah temannya dan dia dapat merasakan keterkejutannya. Irvan memberikan senyuman hangat ke Yandi dan dengan

Berenang di Klub Cinere, Mas 1

Semenjak aku kembali ke Jakarta setelah lulus dari ITB, aku jadi merasa tidak punya kerjaan sama sekali. Aplikasi yang aku kirimkan ke Nanyang Technological University di Singapura belum dijawab. Sementara selama masih belum ada kepastian apakah aku akan melanjutkan kuliahku di seberang lautan sana, aku memilih untuk tidak mengirim surat lamaran bekerja dahulu. Aku kangen sekali

Berenang di Klub Cinere, Mas 2

Aku putar kepalaku kembali menghadap shower yang mengucur deras. Sambil berpura-pura tidak memperhatikan Indra yang sedang menontoni aku mandi, kutuang sabun cair ke tanganku, kujatuhkan botolnya ke bawah, dan mulai menyabuni tubuhku. Tanganku bergerak pelan, menyabuni dada dan perutku. Lalu aku tarik tanganku ke belakang dan kusabuni tengkuk dan punggungku. Kemudian turun kebawah, ke

Hukuman Setimpal

Jam 10 malam. Christian seharusnya pulang sebentar lagi. Aku berdiri agak jauh dari rumahnya di daerah Tubagus Ismail, Bandung, di kegelapan malam. Jalanan sudah sepi. Semoga saja tidak ada yang curiga melihatku berdiri sendirian di dalam gelap, mengintai sebuah rumah. Kalau ada yang melihat, mereka pasti akan menyangka aku hendak merampok. Bukannya mereka tidak punya alasan untuk

Hukuman Setimpal, Part 2

Tiba-tiba mataku tertumpu pada sebuah cam-recorder di atas meja belajarnya. Sebuah ide terlintas di benakku. Aku lepaskan cengkramanku dari rahangnya dan kemudian berdiri sambil terus menatap Chris, memperingatinya untuk tidak teriak. Dan dia memang tidak berani. Aku ambil cam-recorder itu dan mengecek isinya. Masih ada kasetnya. Aku rewind sampai habis dan kuambil tripod yang

###

Web-02: vampire_2.0.3.07
_stories_story