Gay Erotic Stories

MenOnTheNet.com

A Love Story, Part 1

by Calvin Mulya


Perkenalkan, namaku Calvin, umur 27 tahun, orang Surabaya asli. Sebagai anak pertama dalam keluarga keturunan, aku dituntut untuk segera meneruskan garis keturunan ayahku. Untuk melimpahkan kewajiban tersebut kepada adikku satu-satunya tidak memungkinkan karena dia adalah seorang cewek. Dalam tradisi kami, hanya anak laki-laki saja yang dapat meneruskan garis keturunan keluarga. Itulah sebabnya mengapa mempunyai anak laki-laki dalam keluarga keturunan adalah suatu hal yang sangat membahagiakan.

Keluargaku masih sangat kuat memelihara tradisi para leluhur, salah satunya adalah kewajiban untuk meneruskan garis keturunan keluarga tersebut. Aku sama sekali tidak merasa keberatan akan hal tersebut. Akan tetapi yang menjadi persoalan adalah bahwa aku sama sekali tidak dapat tertarik dengan makhluk yang disebut perempuan. Mungkin untuk sekedar berteman, tidak menjadi masalah besar bagiku. Terbukti dengan banyaknya teman cewekku melebihi jumlah teman cowokku dan terus terang saja mereka semua kebanyakan dari golongan yang mempunyai tampang cukup lumayan jika dibandingkan dengan cewek-cewek pada umumnya. Akan tetapi keinginanku untuk melangkah lebih jauh lagi, tidak pernah terpikirkan sedikitpun. Waktu kuliah dulu, aku juga pernah mencoba untuk menjalin hubungan dengan seorang cewek. Aku pengen mencoba, siapa tahu lama kelamaan aku bisa menjalani kehidupan yang dikatakan normal tersebut. Kedua orang tuaku sangat bahagia melihat hubungan kami berdua dan seluruh keluarga besarku juga merestui hubungan kami. Tapi belum genap setahun, aku memutuskan untuk mengakhirinya. Kejadian itu sangat menghebohkan keluargaku, semua orang berusaha untuk menggagalkan keputusanku tersebut. Tetapi setelah berjalan beberapa saat dan mendengar penjelasan dariku, mereka semua akhirnya bisa memahaminya. Sebenarnya banyak alasan yang menyebabkan kejadian tersebut namun satu hal yang paling mendasar adalah bahwa aku sama sekali tidak mempunyai nafsu ketertarikan secara seksual dengan cewekku itu. Berulang kali aku mencoba untuk melakukan sesuatu seperti layaknya orang berpacaran, tapi aku sama sekali tidak dapat menikmatinya. Ada perasaan terpaksa untuk melakukannya. Aku sebenarnya sangat menyayanginya, tapi hanya sebatas seorang kakak kepada adiknya saja. Makanya begitu ada hal-hal lain yang cukup prinsip juga, aku langsung saja mengambil keputusan seperti itu. Aku merasa kasihan kepadanya, jika memaksakan hubungan ini untuk diteruskan. Biarlah dia menemukan orang lain yang dapat mencintainya dengan sepenuh hati.

Aku tinggal bersama dengan kedua orang tuaku. Sebenarnya aku merasa sangat kesepian sejak ditinggal oleh adik cewekku yang saat ini sedang menuntut ilmu di Australia. Sebenarnya selepas dari SMA dulu, papa juga ingin mengirimku ke sana, tetapi karena keinginanku untuk selalu berdekatan dengan salah seorang teman cowokku yang sedang aku incar, akhirnya dengan berat hati kutolak tawaran papa tersebut. Selain itu kupikir kualitas pendidikan di Indonesia juga tidak kalah dibandingkan dengan yang ada di luar negeri. Mungkin jika nanti masih ada kesempatan, aku akan mengambil gelar S2 di sana.

Orang tuaku sudah berulangkali berusaha untuk menjodohkan aku dengan beberapa orang cewek, entah itu anak rekan bisnis papa, anak teman senam mama atau anak dari kenalan om dan tanteku, pokoknya dari berbagai macam sumber yang dapat dipercaya kualitasnya. Aku sih nyantai-nyantai aja, kenalan kan nggak ada ruginya. Itung-itung buat nambah temen, lagian siapa tahu diantara mereka ada yang mempunyai kakak atau adik cowok yang lumayan ganteng. Dasar homo.........

Secara fisik, aku boleh dibilang tidak mengecewakan. Dengan tinggi 185 cm dan berat seimbang ditambah lagi sedikit muscle hasil kerajinanku latihan di klub fitness tiga kali dalam seminggu menjadikanku cukup menarik perhatian banyak orang. Apalagi dengan potongan rambut cepak dan kulit putih bersih serta alis mata yang agak tebal ikut memberikan nilai tambah bagi penampilanku secara keseluruhan. Banyak dari temen cowokku yang tidak akan pernah mau mengajakku jika mereka sedang melakukan pendekatan dengan seorang cewek. Karena mereka sudah merasa kalah terlebih dahulu sebelum berperang. Padahal aku tidak pernah melakukan hal-hal yang dapat merugikan mereka lho, malahan dalam beberapa kasus boleh dibilang aku sering membantu mereka untuk membuka jalan dalam melakukan pendekatan. Karena menurut pengalamanku dari yang sudah-sudah, akan lebih mudah bagi seseorang untuk memulai proses pertemanan jika tidak terdapat maksud apa-apa dibalik semuanya itu. Tapi ada beberapa orang diantara cewek-cewek itu yang salah sangka atas tindakanku tersebut, mereka mengira akulah yang melakukan pendekatan, sehingga cowok-cowok itu langsung diabaikan oleh mereka. Padahal menurutku mereka salah besar dalam menilai diriku. Seperti kata pepatah “never judge the book by its cover, but you have to read it first, right“.

Beberapa hari yang lalu menjelang hari raya Imlek tahun 2003, ortuku berencana untuk ke Jakarta guna mengunjungi keluarga besar papa yang tinggal disana, sekaligus untuk merayakan hari raya itu bersama-sama. Sudah menjadi tradisi di keluarga papa untuk selalu berkumpul di Jakarta pada setiap hari raya Imlek. Mereka mengajakku juga untuk ikut bersama mereka. Tapi aku enggan sekali untuk mengikuti acara-acara keluarga seperti itu. Bukannya aku anti-sosial atau apa, tetapi arah pembicaraan mereka yang selalu mengarah ke hal yang itu-itu terus yang membuatku enggan, yaitu urusan untuk segera menikah dan meneruskan garis keturunan keluarga. Karena bila ditinjau dari silsilah keluarga, maka sekarang adalah giliranku untuk segera menikah. Semua saudara sepupuku yang berada diatasku sudah menikah semuanya, ditambah lagi dari sudut umur yang memang sudah waktunya untuk berkeluarga. Kalo sudah dihujani dengan pertanyaan seperti itu, aku cuma bisa diam seribu bahasa sambil menebarkan senyumku yang paling manis. Habis mau bicara apalagi kalo kenyataannya sulit untuk dijawab, daripada salah ngomong mendingan aku diam saja.

Aku berusaha untuk mencari alasan yang masuk akal namun jujur guna menolak ajakan dari kedua orang tuaku itu. Akhirnya aku menggunakan alasan harus menyelesaikan tugas kantorku yang sedang diburu dead-line sedangkan masih banyak hal yang masih harus dikerjakan. Untungnya mereka langsung menyetujui alasanku tersebut tanpa banyak pertanyaan lagi.

Tepat dua hari sebelum hari raya, kedua orang tuaku berangkat ke Jakarta. Aku sendiri yang mengantarkan mereka ke bandara Juanda. Sebenarnya sopir papaku bisa saja mengantarkan mereka, namun sebagai seorang anak yang berbakti sekaligus untuk mengurangi rasa bersalahku karena tidak dapat ikut bersama mereka, akhirnya aku sendiri yang berinisiatif untuk mengantarkan mereka. Sore itu cuaca mendung dan jalanan agak padat karena bertepatan dengan jam pulang kantor. Aku mengemudikan mobil dan disampingku duduk Michael, sedangkan kedua orang tuaku duduk di bangku belakang.

Michael adalah salah satu teman akrabku sejak kuliah dulu. Dia seumuran denganku, tinggi kira-kira 180cm. Hobbynya satu yaitu berenang, hampir setiap dua hari sekali dia selalu pergi berenang di gym tempatku berlatih. Jadi bisa dibayangkan bagaimana bentuk tubuhnya saat ini, bahunya yang bidang dengan otot yang tidak terlalu besar namun sudah terbentuk padat. Apalagi kalo dia sudah memakai celana renang segitiganya, waaooww sexy sekali, man. Aku seringkali mengamatinya dari tempat fitness, jika dia sedang berenang di kolam bawah. Menurutku wajahnya agak mirip dengan Ken Chu dari F4, walaupun tidak sepenuhnya sama. Hidungnya mancung, bibirnya tipis dan berwarna merah dengan sedikit bulu-bulu halus di sekitar bibir dan dagunya. Orangnya selalu ceria dan sangat perhatian. Tapi sayangnya dia bukan seorang gay, untuk urusan cewek dia adalah jagonya bahkan boleh dibilang playboy kelas berat karena suka sekali gonta ganti cewek. Entah sudah berapa orang cewek yang pernah dibuatnya patah hati. Dan hebatnya lagi, dari semuanya itu, paling lama hanya bertahan dalam hitungan bulan. Ceweknya yang sekarang ini, baru saja kena seminggu yang lalu. Di dalam keluargaku dia sudah dianggap seperti anak sendiri. Hampir setiap hari dia selalu berada di rumahku, kadang juga sampai nginep segala. Maklum dia anak perantauan dari Kalimantan, sehingga sering merasa kesepian kalo berada di kost. Lumayanlah buat temen ngobrol daripada aku bengong sendiri.

Selama dalam perjalanan menuju bandara Juanda, mama banyak sekali meninggalkan pesan-pesan sponsor. Maklumlah, jiwa seorang ibu, apalagi meninggalkan seorang bujangan di rumah seorang diri. Mungkin takut rumahnya jadi hancur nggak karuan kali ya?

Setelah urusan boarding dan check-in bagasi selesai, orang tuaku langsung menyuruh kami untuk segera pulang. Setelah berpelukan dan mengucapkan selamat tinggal, kami segera meninggalkan mereka berdua.

“Mike, kita jalan dulu yuk. Aku malas nih pulang rumah jam segini.”

“Boleh aja, tapi mau kemana? Kita ke Tunjungan Plaza aja yuk, pasti nggak terlalu ramai kan hari ini bukan hari libur. Lagian disana kan lagi banyak sale menjelang Imlek ini.“

Aku segera mengarahkan mobilku ke Tunjungan Plaza, salah satu plaza terbesar di Surabaya dan tempat favoritku untuk jalan-jalan, karena tempatnya yang luas, nyaman dan lumayan bersih asalkan tidak pada hari libur atau malam minggu. Selain itu sekalian bisa cuci mata sambil melihat “barang“ bagus. Kita menghabiskan waktu dengan cara keluar masuk dept. store untuk melihat sale yang sedang digelar. Aku membeli beberapa T-shirt dan baju kantor, sedangkan Michael membeli celana renang baru yang menurutku terlalu sexy. Aku sendiri nggak akan berani untuk memakainya. Pokoknya bentuknya minim sekali dan pas di badan. Setelah berjalan cukup lama, tiba-tiba Michael mengajakku,

“Vin, kita ngopi dulu yuk. Capek nih, haus pengen minum.“

“Boleh, tapi dimana ya. Malas ah kalo tempatnya terlalu ramai.”

Akhirnya kita memilih salah satu tempat ngopi yang baru saja dibuka di Sogo Dept. Store. Kebetulan saat itu tempatnya nggak terlalu ramai. Kami memesan 2 buah Cappuccino lalu memilih tempat duduk yang berada di pojok ruangan dan menghadap ke jalan raya sambil duduk berhadap-hadapan. Suasananya benar-benar nyaman sekali, cuman ada 5 orang pengunjung selain kami. Kami ngobrol kesana kemari menceritakan aktivitas kami masing-masing, tiba-tiba Michael bertanya kepadaku,

“Vin, kamu kenapa sih kok nggak mau ikut ke Jakarta? Ini kan hari raya Imlek dan setahuku, keluarga besarmu selalu merayakannya setiap tahun. Sudah dua tahun ini kamu nggak pernah ikut ke Jakarta untuk merayakannya. Kenapa sih?“

“Sebenarnya aku malas Mike. Kamu tahu sendiri kan, keluarga papa adalah keluarga besar. Dan diantara sepupu-sepupuku, aku sekarang berada di urutan yang sudah waktunya married. Kamu bisa bayangin deh, gimana rasanya kalo kamu diteror dengan pertanyaan-pertanyaan yang kamu sendiri nggak bisa jawab.“

“Sorry sebelumnya ya Vin, aku mau tanya serius nih sama kamu. Kenapa sih kamu kok nggak pernah mau punya pacar? Padahal menurutku, temen-temen cewekmu banyak yang lumayan lho, lagian nggak sedikit juga yang memberikan signal-signal ke kamu. Apa kamu nggak pernah tahu, kalo banyak diantara mereka yang suka sama kamu?”

“Ah masa sih ada yang mau sama diriku yang jelek dan buruk rupa ini? Jangan membuatku ge er ya. Cewek buta kali yang mau sama aku. Eh kamu besok malam ada acara nggak, kita ke tempat fitness barengan yuk?“, aku berusaha menjawab pertanyaan itu dengan sebisa mungkin dan berusaha untuk mengalihkannya ke topik yang lain. Tapi tiba-tiba Michael memegang kedua tanganku dan menatap kedua mataku dengan sorot mata yang tajam dan sangat menusuk hati,

“Please jawab yang serius, Vin, kalo kamu masih menganggap aku ini sahabatmu !!“

Aku benar-benar terkejut mendengar reaksi Michael tersebut, tidak seperti biasanya dia menjadi sangat serius dan berwibawa seperti itu. Sorot matanya tajam dan sangat menusuk sehingga membuatku tidak berani untuk menatap langsung matanya. Aku diam sejenak sambil berusaha untuk mengumpulkan kekuatan, kemudian....... aku tatap balik matanya dengan sorot mata yang tidak kalah tajamnya dan berusaha untuk ngomong dengan setenang mungkin,

“Okay kalo kamu memang mau mendengar jawaban yang sesungguhnya. Tapi jangan kaget kalo jawabanku ini di luar perkiraanmu dan aku juga sudah siap menanggung semua akibatnya. Mike..... aku adalah seorang gay..... Aku rasa itu sudah menjelaskan semua pertanyaanmu tadi. Sekarang terserah, kamu mau menganggapku seorang laki-laki yang aneh atau bahkan menjijikkan, itu hak kamu. Dan aku sudah siap menanggung segala risikonya. Tapi satu permintaanku, tolong jangan sampai keluargaku tahu mengenai hal ini. Aku sangat mencintai mereka dan aku nggak pengen melihat mereka bersedih karena hal ini.“

Langsung saja suasana di antara kami berdua menjadi sangat asing, situasi yang tidak pernah aku alami selama bersahabat dengan Michael. Akhirnya keluar juga pengakuan ini dari mulutku. Satu-satunya rahasia pribadiku yang selama ini aku pendam sendiri, akhirnya terungkap juga. Dan buruknya orang pertama yang mendengarnya adalah sahabat karibku sendiri. Aku saat itu sudah siap untuk menghadapi risiko yang paling buruk dari hubungan persahabatan kami.

Kami berdua terdiam cukup lama sehingga cuman terdengar suara musik yang mengalun lembut di ruangan itu dan suara samar-samar dari meja di seberang sana. Aku tatap lagi wajah Michael dan reaksi yang aku lihat di wajahnya benar-benar seperti dugaanku semula. Wajahnya dingin, tanpa ekspresi sambil kedua matanya terus menatap tajam ke arahku,

“Mati aku, aku bakal kehilangan seorang sahabat nih, apa yang harus kulakukan???“, pikirku dalam hati

“Oh ternyata kamu homo ya, kenapa nggak bilang dari dulu? Gitu aja pake main rahasia-rahasiaan, kayak sama orang yang baru kenal kemarin sore aja. Aku ini sahabatmu,Vin, bahkan sudah lebih dekat dari adikmu sendiri. Kamu nggak usah mikir yang macem-macemlah mengenaiku. Terus terang ya Vin, aku sebenarnya sudah menduga hal ini sejak kita mulai akrab dulu. Waktu kita jalan bareng entah itu beramai-ramai atau berdua saja, aku selalu mengikuti arah pandang matamu tanpa kamu sadari. Kamu nggak akan pernah ngeliat ke arah cewek meskipun dia cantiknya selangit, tapi begitu ada cowok yang lewat, matamu otomatis langsung ngikutin dia. Selain itu, bahan pembicaraanmu juga nggak pernah sedikitpun menyinggung masalah cewek, seperti layaknya pembicaraan seorang laki-laki pada umumnya. Aku sudah mengamati hal ini sejak lama, Vin. Mungkin orang lain nggak akan pernah menduga hal tersebut, tapi aku yang sudah kenal dekat sama kamu, sudah dapat menduganya dari dulu. Dan asal kamu tahu saja, Vin, aku bisa mengetahui ini semua karena aku sendiri adalah seorang gay....”

Aku kaget setengah mati untuk yang kedua kalinya mendengar kata-kata Michael barusan. Aku berusaha untuk meyakinkan diri bahwa apa yang aku dengar barusan adalah suatu kenyataan. Aku tatap matanya, terlihat setitik air di ujung matanya, ternyata dia mengeluarkan air mata. Ya, seorang playboy yang biasanya membuat cewek menangis, saat ini sedang mengeluarkan air mata di depanku. Dia menarik nafas panjang, kemudian melanjutkan kata-katanya,

“Sebenarnya sudah dari dulu aku berusaha untuk menutupi keadaan ini dengan cara berganti-ganti cewek, dengan harapan aku bisa menghilangkan keanehanku ini dan berusaha untuk membentuk image diri sebagai seorang playboy. Aku mungkin berhasil mengelabui banyak orang, tapi dibalik itu semua hatiku berontak, sakit sekali rasanya untuk berpura-pura menjadi seseorang yang bukan diri kita sendiri, berpura-pura untuk bersikap mesra dengan orang yang tidak kita cintai. Seringkali aku menangis kalo lagi sendiri berada di kost, makanya aku sering berada di rumahmu dengan tujuan untuk melupakan perasaan tersebut. Selain itu aku selalu merasa nyaman berada di dalam keluargamu. Merasakan kehangatan hubungan kasih sayang dengan orang tuamu yang sudah menganggap aku seperti anaknya sendiri dan yang terpenting adalah aku bisa dekat dengan orang yang sangat aku cintai sejak pertama kenal dulu yaitu kamu Vin.“

Mungkin kalo aku mempunyai sakit jantung, aku akan langsung masuk ke ICU saat itu juga. Bagaimana tidak, bila mendengar pengakuan seperti itu dari Michael, seorang playboy kelas berat, yang semuanya berada di luar dari akal pikiranku. Ternyata dia adalah seorang gay dan gilanya lagi, dia mencintaiku.

“Sudah Mike, tenang dulu ya. Sebenarnya aku sangat terkejut mendengar pengakuanmu malam ini, tapi kalo boleh ngomong jujur, saat seperti inilah yang aku impikan sejak pertama kali mengenalmu di acara opspek kampus kita dulu. Aku sering membayangkan bagaimana kalo kamu menjadi pacarku. Sering aku merasa cemburu, kalo melihatmu lagi bermesraan dengan cewek-cewekmu itu. Tapi aku nggak berani mengutarakannya, karena aku merasa hal itu adalah suatu yang wajar dilakukan oleh sepasang kekasih. Aku juga mau jujur sama kamu, kalo sebetulnya aku juga sangat mencintaimu sejak pertama kenal dulu. Mike, mau nggak kamu jadi pacarku?”

Michael mengangguk pelan sambil memberikan senyumnya yang sudah menggetarkan hati banyak orang itu. Ya, malam itu, yang semula aku pikir akan menjadi awal dari kehancuran hubunganku dengan Michael, ternyata merupakan awal dari kisah cintaku bersama dengan pujaan hatiku itu. Ya, malam itu aku resmi mempunyai seorang kekasih yang akan mengisi hari-hariku. Seseorang yang sangat kucintai dan juga mencintaiku dengan sepenuh hati. Ohh……What a wonderful world.

Kami berjalan menuju parkiran dalam keheningan, aku rangkul pundak Michael dan dia hanya tersenyum mesra kepadaku. Begitu sampai di dalam mobil, langsung aku cium bibirnya yang tipis itu dengan sangat lembut. Tercium aroma harum cappuccino dari desah nafasnya, yang membuatku semakin betah untuk berlama-lama menikmati bibir lembutnya itu, seakan menikmati segelas cappuccino lagi. Kalo tidak mengingat bahwa kami sedang berada di parkiran, aku tidak akan melepaskan bibir kekasih baruku itu.

Selama perjalanan pulang, suasana di dalam mobilku terasa begitu damai. Suasana yang tak pernah aku alami jika sedang bersama dengan Michael. Malam itu dia begitu berbeda dengan Michael yang selama ini aku kenal. Aku putar signal radio ke station radio yang sedang memutar lagu-lagu romantis, terasa pas sekali dengan suasana hati kami berdua saat itu. Aku melirik ke arah Michael dan tanpa disengaja, dia juga melirik ke arahku, mata kami beradu pandang dan dia langsung menunjukkan senyuman mesranya lagi. Spontan aku pegang tangan kanannya, kemudian aku dekatkan ke bibirku dan kucium dengan lembut sambil kuremas-remas dengan lembut. Terus terang waktu itu kontolku sudah ngaceng berat dan terasa sakit sekali berada di dalam celana jeansku yang agak ketat, entah bagaimana dengan miliknya. Michael menatap lembut ke arahku dan berkata,

“Saat seperti inilah yang sering aku bayangkan jika sedang bersama-sama dengan kamu,Vin. Ternyata mimpi itu menjadi kenyataan pada malam ini. Vin, terima kasih atas kesempatan ini. Kalo bukan kamu yang mulai mengutarakan isi hatimu, saat seperti ini nggak akan pernah menjadi kenyataan.“ Kemudian dia mendekatkan bibirnya ke telinga kiriku, terasa desahan lembut hangat nafasnya masuk ke dalam telingaku, kemudian dengan sangat pelan dia berbisik di telingaku, “I love you, Vin“

“I love you, Mike”, sekali lagi kucium lembut tangannya dan kubawa ke dalam dekapan dadaku. “Mike, justru karenamulah, akhirnya aku berani untuk mengungkapkan isi hatiku. Mungkin ini semua sudah takdir kita berdua dan yang terpenting saat ini adalah kita sudah saling memiliki.”

“Vin, malam ini aku pengen nginep di rumahmu, boleh kan? Aku pengen menghabiskan malam ini bersamamu.”

“With my pleasure, honey”, sekali lagi kucium lembut tangannya.

Bersambung ……..

Any comment, email to: calvin_sby@yahoo.com

###

6 Gay Erotic Stories from Calvin Mulya

A Love Story, Part 1

Perkenalkan, namaku Calvin, umur 27 tahun, orang Surabaya asli. Sebagai anak pertama dalam keluarga keturunan, aku dituntut untuk segera meneruskan garis keturunan ayahku. Untuk melimpahkan kewajiban tersebut kepada adikku satu-satunya tidak memungkinkan karena dia adalah seorang cewek. Dalam tradisi kami, hanya anak laki-laki saja yang dapat meneruskan garis keturunan keluarga. Itulah sebabnya

A Love Story, Part 2

Suasana jalanan di kota Surabaya malam itu terasa sepi dan lengang, di beberapa jalan tertentu terlihat sedikit genangan air akibat hujan yang baru saja turun mengguyur kota. Jam sudah menunjukkan angka 21.30. Michael menyandarkan kepalanya di pundakku, sementara aku masih mendekap erat tangan kanannya di dalam dadaku, sesekali kucium rambutnya yang menyentuh pipiku, rambut yang sangat indah,

A Love Story, Part 3

Malam itu kami berdua tidur nyenyak sekali, entah pukul berapa kami terlelap setelah saling memuaskan. Keesokan paginya, tiba-tiba mataku terasa silau. Segera kubuka mataku dengan agak malas dan kulihat sinar matahari masuk dari jendela langsung menyinari tempat tidur kami berdua. Ternyata aku lupa menutup tirai jendela kamarku semalaman. Jam meja yang ada di samping tempat tidurku menunjukkan

A Love Story, Part 4

Suasana malam itu terasa begitu hangat dan nyaman. Kami tidur sambil berpelukan di bawah selimut, sementara di luar sana hujan sedang mengguyur dengan lebatnya yang sesekali diiringi dengan suara kilat yang menggelegar bersahutan. Aku rasakan kehangatan tubuh Michael mengalir masuk kedalam dan menyatu dengan kehangatan tubuhku. Hembusan nafasnya menerpa dadaku dengan lembut secara berirama. Kami

Sopir Papaku, 1

Sore itu sepulang dari bandara mengantarkan kedua orang tuaku ke Jakarta, aku merasa sangat lapar sekali. Kulirik jam yang ada di dashboard mobil menunjukkan pukul 19.30. Pantas saja perutku terasa keroncongan. “Pak Mat, kita makan di Restaurant Kemuning dulu ya. Saya kelaparan nih.” “Baik mas, mau di tempat yang baru atau yang lama?” “Yang baru aja Pak, dingin, ada AC nya.“ Pak Mat

The Love

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memberikan kebahagian kepada pasangan yang, mungkin, sedang mengalami masalah, atau mungkin juga kepada pasangan yang baru yang ingin menikmati dan menjaga kehidupan bahagia anda. Jika memang benar masalah itu ada atau anda ingin menikmati kehidupan yang lebih bahagia lagi, berikut ini adalah beberapa saran yang terbaik yang bisa saya berikan: 1.

###

Web-02: vampire_2.0.3.07
_stories_story