Gay Erotic Stories

MenOnTheNet.com

JuSt ReAd It...

by 547051


Aku adalah seorang mahasiswa salah satu PTN di Yogyakarta, sebuah PTN yang benar-benar membutuhkan perjuangan berat untuk memasukinya, tapi siapa yang menyangka kalau di sinilah aku bertemu dengan seseorang yang kuanggap sebagai love-mate. Aku mengawali dunia pendidikan lebih awal satu tahun dari teman-temanku yang lain dan hal ini membuatku merasa selalu lebih muda di manapun aku berada. Saat masuk kuliah, usiaku masih 17 tahun, dan aku sangat aktif dalam berorganisasi. Ini adalah salah satu usaha positifku untuk menghindari hal-hal negatif akibat kekurangan dalam pribadiku. Aku memang terlahir gay, bahkan saat aku duduk di TK pun aku sudah menyukai salah satu pemain pria serial Santa Barbara di TVRI (aku lupa siapa namanya). Sounds crazy, but thatÿ®s the fact. Kelas dua SD aku mulai mengenal kata ÿ¯banciÿ°, yang berkonotasi mirip dengan gay (menurutku), dan aku lalu merefleksikannya ke diriku sendiri. Aku nggak mau dipanggil banci (atau gay) dan aku mau hidup normal. Dari situ aku sudah mulai menjalankan peranku sebagai aktor kehidupan yang menyembunyikan identitas aslinya, bergaul di kalangan wanita, dan membuat diriku tampak seperti pria di depan mereka (padahal di antara pria-pria tulen, mungkin aku nggak ada apa-apanya). Satu hal yang aku tekankan, aku nggak mau terlihat lemah. Suatu hari aku mencoba untuk menjadi anggota di sebuah UKM kesenian dan aku diterima. Di sinilah awal semuanya, aku bertemu dengan seorang senior, 2 tahun di atasku, sebut saja namanya Dimas. Kami berkenalan, dan awalnya tidak ada perasaan apa-apa, just friend, tidak lebih. Tapi lambat laun, karena sering bertemu, kami jadi saling mengenal satu sama lain. Kami sama-sama prematur di dunia pendidikan, memiliki zodiak yang sama, kegilaan yang sama, dan baru pertama kali aku bertemu dengan orang yang nyambung dengan apa pun yang kubicarakan. Berbicara dengannya sama seperti saat aku bercermin, apalagi penampilan kami memang mirip, hanya saja aku lebih kurus darinya. Rasa suka itu akhirnya muncul, tapi aku mengacuhkannya. Karena selain dia saat itu sudah punya pacar (girlfriend), aku juga mengira bahwa aku hanya menyukainya untuk sesaat. Tapi aku akhirnya sadar bahwa setiap hari aku makin menyayanginya, dan perasaan itu tetap hingga saat ini. Aku heran, tidak pernah aku menyukai pria sampai seperti ini, semua pria yang kusukai datang dan pergi begitu saja, karena aku juga tahu, hubungan antara gay jarang yang bisa awet. Setahun berlalu, aku makin mengenalnya, dan banyak hal kualami bersamanya, bahkan dia sudah berganti pacar 2 kali. Dimas tidak tampan, tapi pribadinya benar-benar membuat siapa pun simpati, apalagi dia termasuk orang yang bersih, semakin menambah pancaran auranya. Beberapa kali aku mencoba memanfaatkan hubungan kami sebagai teman dekat ini semaksimal mungkin, sampai aku tahu kebiasaan mengigaunya saat tidur, mengagumi tubuhnya saat kami berenang bersama, menonton VCD film horor berdua (that was so close!), memeluknya dan menangis di pelukannya saat UKM kami memenangkan salah satu festival nasional, dan menata pakaiannya serta merias wajahnya saat ia harus tampil di festival itu. Semua hal-hal romantis itu berlalu begitu saja tanpa ada sesuatu yang lebih dan menyisakan sedikit sesal di hati ini. Tapi terus terang aku sudah cukup puas dan mensyukuri saat-saat itu, aku pun semakin mencintainya. Enam bulan kemudian, kami berdua terlibat dalam acara pelantikan anggota baru UKM kami, waktu itu bertempat di salah satu wisma di daerah Kaliurang. Saat seluruh acara inti selesai, di tengah malam aku pergi ke salah satu sudut wisma untuk melepas lelah.

ÿ¯Arya, aku cariin dari tadi, ternyata kamu lagi nongkrong di sini. Capek ya, say?ÿ° tanyanya. (Dia memang suka memanggilku dengan sebutan ÿ¯sayÿ° atau ÿ¯broÿ°). ÿ¯Iya nih, capek banget. Mmm, Mas kok gak istirahat?ÿ° tanyaku. ÿ¯Mau istirahat di mana? Semua ruangan sudah penuh sesak sama anak-anak,ÿ° ÿ¯Terus, gak tidur dong?ÿ° ÿ¯Lha kamu sendiri?ÿ° tanyanya balik. ÿ¯Aku sih bisa tidur kapan aja dan di mana aja, di kursi ini aja aku bisa tidur,ÿ° jawabku. ÿ¯Eh jangan lah, di sini kan dingin, nanti kamu sakit lagi,ÿ° larangnya. ÿ¯Aku jarang sakit kok, lagian apa Mas gak lihat kalau aku sudah pakai jumper tebal kaya gini? Nggak bakalan masuk angin deh, tenang aja,ÿ° ujarku. ÿ¯Eh, dasar bocah, dikasih tau tetap aja ngeyel,ÿ° lanjutnya sambil mengacak-acak rambutku. Sesaat kami terdiam, seperti biasa, aku paling nggak adaptif dengan keadaan kaya gitu, jadi serba salah. Akhirnya aku cuma bersiul-siul kecil. ÿ¯Kapan kamu diwisuda Mas?ÿ° tanyaku. ÿ¯Entahlah, tapi aku usahain tahun ini, paling nggak wisuda perode berikutnya,ÿ° jawabnya. ÿ¯Amien, trus...kalau udah di wisuda?ÿ° ÿ¯Mungkin aku mau kembali ke Papua, entah cuma liburan, atau mungkin kerja di sana,ÿ° ÿ¯Papua...ÿ° aku berhenti sesaat. ÿ¯Kenapa? Papua itu indah lho, kamu lihat kan film Aku Ingin Menciummu...ah itu lah, di sana enak banget buat hidup. Damai, tenang, masih alami,ÿ° potongnya. Saat itu aku ingin bilang kalau aku akan sangat kehilangan dia, dan aku tidak mau ia pergi dari Jogja, tapi mulutku tetap diam. Lagi pula, aku ini siapa? Kan cuma temannya, lalu apa hak-ku untuk melarangnya pergi? Aku lalu berdiri dan berjalan ke taman. ÿ¯Ya, kalau Mas memang mau kembali ke sana, tidak masalah. Toh, Papua itu masih di Indonesia kan? Jadi aku nggak perlu pakai passport atau kena tarif internasional kalau mau menghubungi Mas,ÿ° ujarku. ÿ¯Kata-katamu, sepertinya kamu keberatan kalau aku pergi,ÿ° Aku kembali diam mematung. Aduh, kayanya aku kelepasan ngomong, ketahuan deh! ÿ¯Tenang aja lah, itu kan baru rencana, belum pasti. Lagi pula, aku masih suka tinggal di Jogja, di sini ada orang tuaku, ada teman-temanku, dan ada hal-hal lain yang menyenangkan. Contohnya kamu,ÿ° lanjutnya. ÿ¯Aku? Kenapa aku dibilang menyenangkan?ÿ° tanyaku. ÿ¯Kamu kan tahu kalau aku ini anak tunggal, jadi terkadang aku butuh seseorang untuk berbagi, ya selama ini aku menilaimu sebagai orang yang cocok,ÿ°

Dia mendekatiku hingga kami saling berhadapan, lagi-lagi aku salah tingkah. ÿ¯Jujurnya, aku nggak pernah mengalami hal ini sebelumnya, dan saat merasakannya, aku pun kembali menanyakan hal itu ke diriku. Apa aku sungguh-sungguh? Kali ini aku sungguh-sungguh ingin bilang thanks banget ya buat semua perhatian kamu, say,ÿ° lanjutnya. ÿ¯Well, aku cuma menganggapmu sebagai saudaraku...ÿ° ÿ¯Nggak, aku mau kamu menganggapku lebih dari itu. Aku mau...kamu sayang sama aku, sama seperti aku menyayangimu,ÿ° potong Mas Dimas tiba-tiba. Deg! Terus terang aku jadi kaget, ini...ini apa? Sebuah aksi penembakan kah? Atau jangan-jangan aku sedang mimpi? Atau dia sedang mengigau? Kali ini, aku benar-benar salah tingkah. ÿ¯Mas...serius dengan omongan Mas?ÿ° tanyaku. ÿ¯Kenapa? Aneh ya? Tapi aku serius dan jujur,ÿ° jawabnya. ÿ¯Aku nggak pernah berharap akan hal ini, tapi kalau Mas ingin agar aku menyayangi Mas... aku sudah melakukannya sejak awal kita bertemu, dan setiap hari rasa itu terus bertambah...ÿ° Mas Dimas langsung memelukku, sementara aku masih berdiri kaku dan tergagap-gagap. Namun demikian, aku tidak mau lagi kehilangan momen, perlahan kugerakan tanganku hingga akhirnya aku dapat memeluk tubuhnya lagi. Di dalam hatiku bercampur berbagai perasaan, gembira, takut, sedih, senang, semuanya.

Beberapa minggu setelah itu, kami merayakan ulang tahun kami yang memang hanya selisih satu hari. Waktu itu hari Sabtu dan ia mengajakku kembali ke Kaliurang, dia sudah menyewakan sebuah villa di sana. Mungkin kami akan bermalam di sana dan sejak awal aku sudah mengira, bahwa saat ini pasti akan datang. Mungkin aku akan kehilangan keperjakaanku malam ini. Hari sudah sore saat kami tiba di villa itu, sebuah rumah yang cukup bagus, ada tiga kamar, sebuah ruang keluarga lengkap dengan televisi, VCD player, dan fasilitas air panas. ÿ¯Mas, apa ini gak berlebihan?ÿ° tanyaku saat kami menaruh pakaian di lemari. Mas Dimas mendekatiku dan memelukku dari belakang. ÿ¯Aku ingin membuat kamu senang, selama ini aku mungkin sudah membuat kamu kecewa. Berapa kali kita tidak bisa bersama hanya karena kesibukan kita? Apalagi, aku lah yang lebih sibuk, dan mana ada orang pacaran yang seminggu pun belum tentu bertemu, padahal tinggal di satu kota yang sama? Aku ini sudah membuat banyak salah sama kamu,ÿ° jawabnya. ÿ¯Tapi kan, Mas selalu mengirim kabar, paling nggak Mas selalu sms aku tiap hari. Itu pun sudah cukup membuatku senang kok Mas, aku tahu Mas sibuk, aku juga begitu. Tapi aku tidak pernah merasa cemburu karena aku kembali ke komitmen awal kita, percaya dan setia,ÿ° Mas Dimas membalikkan tubuhku dan membuat kami saling berhadapan. ÿ¯Itulah, itu yang membuat Mas merasa bersalah sekaligus kagum sama kamu,ÿ° Aku hanya bisa menunduk. Terus terang aku sudah bisa mengurangi rasa salah tingkahku di depannya, tapi aku tetap tidak berani menatap matanya. Hingga kedua tangannya memelukku dengan erat, pelukan itu pun kubalas.

Malam pun tiba, kami sudah melewatkan sore dengan berjalan-jalan berdua, dan membeli makan malam untuk kami berdua. Saat kami tiba kembali di villa, aku segera mandi karena udara sudah sangat dingin, dan aku tidak bisa kalau tidak mandi dua kali sehari. ÿ¯Kamu mau mandi, say?ÿ° tanya Mas Dimas sambil menonton televisi. ÿ¯Iya, Mas,ÿ° jawabku singkat. ÿ¯Ya udah, kalau begitu kamu duluan aja. Sambil kamu mandi, aku akan menyiapkan makan malam,ÿ° lanjut Mas Dimas setelah beranjak dari kursinya. ÿ¯Eh, kalau begitu Mas mandi duluan aja, masak Mas sih yang nyiapin makanan?ÿ° Mas Dimas langsung memegang kedua bahuku. ÿ¯Jangan, soalnya aku ada surprise buat kamu, sekarang kamu mandi aja sana. Terus kalau udah mandi, jangan pergi ke kamar sebelum aku selesai mandi, ok?ÿ° ujarnya. ÿ¯Surprise apa sih?ÿ° tanyaku. ÿ¯Ah udah deh, nanti juga kamu tahu, sekarang kamu mandi aja ya,ÿ° jawabnya.

Aku menaikkan alis dan segera berjalan menuju kamar mandi. Dalam bath tub berisi air panas yang sudah kutetesi minyak lavender itu, aku berpikir, surprise macam apa yang akan dibuat oleh Mas Dimas? Ah entahlah, lihat saja nanti. Aku pun memejamkan mata untuk melakukan relaksasi sejenak, beberapa saat kemudian kubuka kembali mataku. Ternyata Mas Dimas sudah berdiri di pinggir bath tub ini dengan hanya memakai handuk yang dililitkan di pinggangnya. ÿ¯Hih! Aduh kaget! Mas, ngapain Mas di sini?!ÿ° tanyaku belingsatan. ÿ¯Kamu kok kaget gitu sih? Ya aku mau mandi lah, bareng sama kamu,ÿ° jawabnya. ÿ¯Kenapa mesti bareng?ÿ° tanyaku lagi. ÿ¯Kamu nggak suka? Atau kamu malu? Arya, aku ini Mas mu, ngapain kamu malu sama aku. Boleh dong aku menganggumi tubuh pasanganku, kamu juga bisa melakukan hal yang sama kepadaku,ÿ° jawabnya. ÿ¯Tapi Mas, aku...aku hanya belum siap,ÿ° ujarku. Mas Dimas tidak berbicara lagi, dia pun melepas handuknya, sementara aku memalingkan wajahku dari tubuhnya yang sudah telanjang bulat itu. Perlahan ia masuk ke dalam bath tub dan mengambil posisi duduk berselanjar di belakangku. Sepertinya punggungku menyentuh sesuatu. ÿ¯Ayolah say, jangan kaku begitu dong,ÿ° ujarnya sambil melingkarkan tangannya. Aku menoleh ke belakang dan melihat wajah yang kusukai itu sedang tersenyum manis. (klepek-klepek-klepek) Pelan-pelan kusandarkan tubuhku di dadanya dan menaruh wajahku di bahu kirinya, tubuh kami berlekatan erat. ÿ¯Say, kalau kamu takut karena aku melakukan hal ini cuma karena nafsu, kamu salah. Sejujurnya kamu merasakan apa? Apa aku terlihat bernafsu? Apa penisku berdiri? Tidak kan? Karena saat ini yang berperan adalah perasaan sayangku dan kamu nggak perlu takut,ÿ° ÿ¯Mas, aku tidak pernah melakukan hal ini sebelumnya. Kupikir ini cuma ada di mimpi,ÿ° ÿ¯Aku pun belum pernah, perasaanku lah yang menuntunku untuk melakukan hal ini,ÿ° Kusentuh wajah Mas Dimas dan kurasakan desah nafasnya yang hangat. Perlahan ia mulai mendekatkan wajahnya ke wajahku, hingga akhirnya bibir kami bertemu. Kami memejamkan mata, mencoba meresapi perasaan sayang yang meledak-ledak ini. Bibir Mas Dimas terasa lembut, begitu pun lidahnya yang menari-nari di dalam mulutku. Sensasi rasa yang luar biasa, belum pernah kulakukan ciuman yang begitu indah seperti itu, bahkan terhadap mantan pacarku dulu. Lagi pula, dulu kan cuma di pipi, jadi tidak begitu istimewa. Entah berapa lama kami melakukan ciuman itu, yang pasti aku merasa kami sudah melakukan bahasa batin. Aku seakan bisa merasakan perasaan hatinya, dan begitu juga dia. Kemudian aku mulai melepaskan bibirku dari bibirnya, dia tampak kaget. ÿ¯Kenapa say?ÿ° bisiknya sambil terus menciumi keningku. ÿ¯Aku sudah nggak sabar ingin melihat kejutanmu,ÿ° jawabku. Mas Dimas tersenyum, ÿ¯Oh iya, aku sampai lupa,ÿ° lanjutnya. Aku menciumnya sekali lagi dan segera keluar dari bath tub menuju shower, Mas Dimas pun langsung menyusulku. Di bawah pancuran air itu kami saling membersihkan diri masing-masing, tapi anehnya, kami masih malu untuk melihat daerah pinggang ke bawah. Aku hanya menyentuh dada dan perutnya, ia pun demikian. Kami biarkan saja daerah bawah itu dibersihkan oleh busa sabun yang berjatuhan, tanpa kami sentuh.

Setelah berbilas, kami pun keluar dari kamar mandi dengan lilitan handuk di pinggang. ÿ¯Say, kamu mau tutup mata nggak?ÿ° tanya Mas Dimas. ÿ¯Demi surprise ya? Oke deh, aku akan tutup mata,ÿ° jawabku. Kurasakan tubuhku dibimbing menuju ke satu arah, lalu berhenti. ÿ¯Sekarang buka mata kamu ya,ÿ° bisiknya di telingaku. Kubuka mataku dan...Oh God! Aku melihat sebuah ranjang putih yang ditaburi kelopak mawar merah, dan di atasnya ada sebuah black forrest kecil dengan dua buah lilin merah. Kamar itu temaram dengan nyala lilin beraroma. Aku pikir hal romantis ini cuma ada di cerita dan film, tapi sekarang justru terhampar di hadapanku. ÿ¯Gimana? Kamu suka? Apa mungkin terlalu berlebihan ya?ÿ° tanya Mas Dimas. ÿ¯Nggak lagi Mas, aku suka, sangat-sangat suka. Terima kasih ya Mas,ÿ° jawabku. Kami saling berpelukan sesaat dan kemudian aku bergerak menuju ranjang, sementara Mas Dimas menutup pintu kamar. Ia pun kemudian menghampiriku dan duduk di depanku, sementara kue black forrest itu berada di antara kami. ÿ¯Mas, kapan Mas bawa kue ini?ÿ° tanyaku. ÿ¯Ya saat berangkat tadi, aku taruh di belakang jok mu biar gak ketahuan,ÿ° Aku hanya tertawa kecil, ini benar-benar surprise. ÿ¯Selamat ulang tahun ya Say,ÿ° ujarnya seraya mengecup keningku. ÿ¯Selamat ulang tahun juga Mas,ÿ° jawabku. ÿ¯Tiup lilinnya dong,ÿ° lanjutnya. ÿ¯Bareng-bareng aja lah, tapi sekarang kita buat permohonan dulu, gimana?ÿ° tanyaku. Mas Dimas mengangguk dan kami pun hening sesaat. ÿ¯Fuuuh...ÿ° akhirnya kedua lilin itu pada oleh tiupan kami berdua. ÿ¯Tau nggak, apa yang tadi aku inginkan?ÿ° tanyaku. ÿ¯Nggak, bilangin aku dong. Nanti aku juga ngasih tau keinginanku,ÿ° jawabnya. ÿ¯Aku ingin Mas cepat lulus, sukses buat Mas dan buat aku sendiri. Suatu saat, ketika kita harus berpisah karena memang begitulah seharusnya, aku ingin kita bisa menjalani hidup dengan baik. Mas bisa berkeluarga dengan bahagia, begitu juga denganku. Tapi untuk saat ini...ÿ° ÿ¯Aku ingin memanfaatkan waktu ini untuk bisa mencintaimu sepenuh hati, hingga saat berpisah nanti kita akan mempunyai cukup kenangan yang dapat mengobati rasa rindu...ÿ° ÿ¯Bagaimana Mas bisa tahu?ÿ° tanyaku kaget. ÿ¯Entahlah, aku juga heran, karena permintaan kita sama,ÿ°

Mas Dimas menaruh kue itu di atas meja lampu dan bersandar pada ujung ranjang, aku pun bergerak menuju tubuhnya dan menyandarkan kepalaku di dadanya. Mas Dimas mulai melucuti handukku dan handuknya hingga kami kembali dalam keadaan tanpa busana, aku pun langsung menarik selimut tebal itu hingga sebatas dada kami. Kami berpelukan dengan kedua tangannya melingkari pinggangku. ÿ¯Maaf ya say, tapi aku ingin kamu tahu kalau saat ini kamu benar-benar merangsangku,ÿ° ÿ¯Oh ya? Aku kan nggak ngapa-ngapain Mas,ÿ° jawabku. ÿ¯Entahlah, tapi sepertinya aku jadi...ÿ° Aku menaikkan wajahku dan membungkamnya dengan sebuah ciuman. Sesaat kemudian aku melepaskan ciuman itu dan menatap wajahnya yang tersenyum tepat di bawahku. Sedetik kemudian, Mas Dimas membalikkan tubuhku hingga aku berada di bawahnya dan ia kembali menciumku dengan sedikit liar. Tubuhnya yang lebih berat itu menindihku dan tangan kanannya meremas dadaku, aku pun memeluk tubuhnya erat. Sementara itu kaki kiriku kutaruh di antara kedua kakinya hingga pangkal pahaku bisa merasakan penisnya yang mulai mengeras. Mas Dimas mulai melakukan gesekan-gesekan pada tubuhku dan membuatku merasa terdesak, aku pun melepaskan ciuman itu dan membiarkannya memanjakan lidah di leherku, sementara aku sendiri mulai mendesah di telinganya. (Desahan itu ternyata spontan ya). Mas Dimas pun mengangkat tubuhnya dan bertumpu pada kedua tangannya yang berada di pinggir kedua bahuku. Aku memandangi wajahnya dari bawah, dia terlihat begitu dewasa, begitu tampan, begitu eksotis, ah...pokoknya sama seperti jika kau memandangi orang yang kau cintai sepenuh hati, seakan tanpa cacat sedikitpun. ÿ¯Say, aku jadi merasa takut kehilanganmu,ÿ° bisiknya. ÿ¯Ssstt...ÿ° ujarku sambil meletakkan jari telunjukku di bibirnya. ÿ¯Mas, itu hanya masalah yang akan datang, sekarang kita bisa bersatu kan? Janganlah terlalu takut,ÿ° lanjutku. ÿ¯Aku sayang kamu,ÿ° jawabnya sambil mengecup tanganku kemudian mencumbui dadaku. Aku lalu mendorong tubuhnya ke arah samping, lalu aku membelai tubuhnya mulai dari wajah, leher, dada, perut, hingga akhirnya jemariku berhasil meraih tonggak keperkasaannya itu. Untuk yang pertama kalinya aku melihat penisnya yang sudah sangat keras itu, penis itu sangat indah dan terlihat begitu kuat. Awalnya aku hanya mengusapnya dengan wajahku lalu sesekali menyapukan bibirku dan lidahku ke kepalanya. ÿ¯Aaaahh....ÿ° terdengar suara erangan keluar dari mulut Mas Dimas. Aku semakin berani melakukan gerakan yang lebih dengan cara mencumbui seluruh penis itu mulai dari ujung hingga pangkal. Kemudian aku mencoba memasukkan sebagian penis itu ke dalam mulutku, wau, rasanya luar biasa! ÿ¯Aaahh...aaahh...ÿ° desahan Mas Dimas menunjukkan ia sangat menikmati permainan ini. Kugerakkan mulutku naik turun dan kumainkan lidahku pada penisnya, sesekali aku melakukan hisapan-hisapan kecil yang membuat Mas Dimas bergetar (keenakan kali ya?). Beberapa saat lamanya aku melakukan permainan oral itu hingga Mas Dimas meraih wajahku. ÿ¯Say, sudahlah...aku tidak mau melihatmu begitu rendah seperti itu...ÿ° ujarnya tersengal. ÿ¯Nggak lagi...aku cuma mau membahagiakan Mas,ÿ° sangkalku. ÿ¯Tanpa itu pun aku sudah cukup bahagia, akulah yang seharusnya memanjakanmu,ÿ° Dia kembali memagut bibirku dan kembali menindih badanku, kali ini dia menggerakkan kedua kakinya hingga mendesak selangkanganku dan membuatnya terbuka lebar. Posisi itu membuat penis kami saling bertemu dan bergesekkan, lalu ia mulai melakukan gesekan-gesekan lagi, maju, mundur, berputar, semuanya ia lakukan. Gerakan itu benar-benar membuatku tidak bisa berkutik dan pasrah saja, saat itu aku benar-benar merasakan nikmatnya pemanasan yang dilakukan oleh Mas Dimas. ÿ¯Say, bolehkah aku...ÿ° ÿ¯Tentu saja Mas, malam ini aku sudah menjadi milik Mas,ÿ° potongku. Aku tahu dia pasti akan meminta hubungan ini dilanjutkan hingga kami benar-benar menjadi satu kesatuan. Mas Dimas tidak berbicara lagi, ia hanya mencium keningku lalu duduk tegak tepat di atasku. Ia pun mulai memegang kedua kakiku dan meletakkannya di pundaknya, sementara itu aku pun mengangkat pinggulku menjadi lebih tinggi. Dia pun membasahi penisnya dengan air liurnya sendiri hingga tampak berkilat-kilat karena basah, kemudian dengan dibantu kedua tangannya ia mulai melakukan penetrasi ke dalam anusku. Aku sering mendengar bahwa penetrasi pertama itu pasti akan sulit dilakukan. Kurasakan kepala penis Mas Dimas sudah menyentuh pintu anusku, namun tak juga berhasil masuk meskipun dia sudah melakukan penekanan berulang-ulang. (Ini beneran lho, soalnya kami benar-benar gak tahu trik-trik khusus untuk itu, itÿ®s the first for us). Aku pun lalu mencoba untuk lebih rileks dan menggerakkan pantatku dengan tangan sehingga anusku bisa terbuka lebih lebar. Bagaimanapun aku gak ingin Mas Dimas kecewa, dan sepertinya ia pun demikian. Akhirnya sebagian kecil kepala penis itu berhasil terjepit di anusku, terasa agak sedikit panas pada otot-otot anusku. Namun kemudian aku berusaha untuk lebih rileks, sampai-sampai penisku terkulai dan kembali mengecil. Mas Dimas terus melakukan penekanan secara perlahan hingga akhirnya sepertiga kepala penis itu bisa masuk, wah anusku mulai terasa sedikit sakit. Aku benar-benar berkonsentrasi agar aku bisa rileks dan agar penis Mas Dimas tidak terdorong keluar oleh gerakan otot anusku. Perlahan-lahan Mas Dimas berhasil memasukkan sebagian kepala penisnya, lalu seluruh kepala penis itu berhasil ia masukkan dengan beberapa kali dorongan. ÿ¯Aaauuu...ÿ° teriakku pelan dan otot anusku langsung mengetat. Wah, rasanya lebih sakit dari yang tadi, apalagi rasanya mulai bercampur dengan rasa seperti ingin buang air besar. Benar-benar selera seksku hilang saat itu. ÿ¯Say, please kamu jangan lepasin aku ya...coba kamu tahan ya say,ÿ° ujar Mas Dimas. Aku hanya mengangguk sambil meringis kesakitan. Sebentar kemudian aku sudah mulai merasa agak tenang, lalu aku kembali berusaha untuk rileks. Mas Dimas pun mulai menekan penisnya lebih dalam lagi. ÿ¯Aaahh...aauu...Mas, pelan aja Mas,ÿ° ujarku dengan memelas. (It really hurts!) Aku pun mulai mengatur nafasku dan setiap mengambil nafas Mas Dimas menekan perlahan hingga tanpa aku sadari seluruh penis itu sudah mengisi anusku. Kini tinggal membangkitkan selera seksku lagi. Mas Dimas pun mulai menarik kembali penisnya dan membuat otot anusku semakin kuat menjepit, lalu kemudian ia menekannya lagi. Dari ranjang aku bisa melihat punggung Mas Dimas dari cermin di depanku, aku melihat sedikit peluh bercucuran di sana. Punggung itu terlihat berkilat sementara kedua telapak kakiku tampak tergantung di pundaknya, benar-benar pemandangan yang eksotis. Tanpa sadar penisku mulai naik kembali dan rasa sakit itu berangsur-angsur hilang. Kini aku menikmati keberadaan penis Mas Dimas di dalam tubuhku, apalagi ada bagian di dalam tubuhku yang terasa geli saat penisnya menekan dalam. Aku meraih wajahnya dan menciumi leher hingga dagunya, Mas Dimas pun menurunkan tubuhnya dan memelukku erat sambil terus menggerakkan pinggulnya keluar masuk perlahan. Dia pun mencumbu wajahku dan mengulum bibirku dengan ciuman seperti pada awal tadi. Kurasakan penisku yang terjepit di antara perut kami terkena gesekan-gesekan yang membuatku semakin merasakan kenikmatan yang teramat sangat. Mas Dimas lalu mengangkat tubuhnya dan kami saling memandang satu sama lain, aku yakin sekali kalau saat itu aku terlihat begitu pasrah, sementara aku bisa melihat wajahnya yang tampak begitu puas dan sangat jantan. Ia pun mulai mempercepat gerakan pinggulnya itu, badanku pun mulai berguncang-guncang mengikuti gerakannya. Kedua tanganku membelai dadanya terutama pada putingnya yang sudah mengeras, sementara itu dia hanya mengusap rambutku berulang-ulang. Desahan pun mulai keluar dari mulut kami berdua serta beberapa kali mata kami terpejam. Tiba-tiba saja Mas Dimas memeluk tubuhku erat dan mempercepat gerakan pinggulnya, lebih cepat dan begitu mantap. Aku hanya bisa membalas pelukannya dan membiarkan tubuhku mengikuti ritme permainan ini. Mulut Mas Dimas mulai terbuka dan mengeluarkan desahan yang lebih keras, ia pun menempelkan bibirnya itu tepat di atas bibirku hingga aku bisa merasakan nafas panasnya yang memburu di wajahku. ÿ¯Aaaahh....hhh...aahh...hhh...ÿ° suara itu lah yang mengisi seluruh kamar ini. ÿ¯Say, sepertinya sebentar lagi aku....hhh...mau sampai....ÿ° ujarnya. ÿ¯Ssshhh...lakukan saja Mas...hhh...ÿ° jawabku. Dia memacu tubuhnya untuk bergerak lebih cepat lagi, sementara itu aku juga sudah mengeluarkan pre-cum dan membasahi perutku. Tubuh kami berkeringat dan menjadi semakin licin akibat keringat itu, kedua kakiku merapat erat melingkari pinggangnya, dan sepertinya perjalanan spermaku sudah di ujung pintu. ÿ¯Say, aku sudah mau...hhh...keluar...hhh...hhhh...ÿ° ujarnya sambil terus menggempur anusku dengan kerasnya. Hingga akhirnya ia mendesak penisnya dalam-dalam dan mulai menciumi bibirku serta menghisap mulutku. Aku sendiri juga sudah di ambang klimaks. ÿ¯Mmmhh...mmmhhh...ÿ° desah kami berdua karena saling berciuman. Aku merasakan ada semburan kuat di dalam tubuhku dan terasa begitu hangat, semburan itu berulang-ulang seiring gerakan tubuh Mas Dimas. Tidak tahan lagi, spermaku langsung keluar dan muncrat hingga ke wajahku, dadanya, ke atas kasur, dan ke atas perutku. Entahlah berapa kali air kental itu kusemburkan, namun yang pasti aku merasa ada sesuatu mengalir keluar dari anusku dan terasa kental. Sepertinya sperma Mas Dimas begitu banyak sehingga tidak dapat kutampung di dalam tubuhku.

Posisi itu terus kami pertahankan hingga kami mulai kembali bernafas teratur, sempat tadi kurasakan detak jantungku dan jantung Mas Dimas yang begitu kuat. Mas Dimas kembali mengangkat wajahnya dan menatapku hangat. ÿ¯Maaf ya say, mungkin aku terlalu kasar,ÿ° ujarnya. ÿ¯Justru sekarang aku jadi merasa iri, iri dengan orang yang kelak akan menjadi istri Mas,ÿ° aku lalu tersenyum nakal. ÿ¯Beruntung sekali dia memiliki suami yang begitu perkasa,ÿ° lanjutku. Mas Dimas hanya tertawa kecil dan membelai rambutku. ÿ¯Mas,ÿ° panggilku. ÿ¯Ya? Kenapa?ÿ° tanyanya. ÿ¯Kita makan dulu ya, kayanya Mas perlu tambahan tenaga nih,ÿ° jawabku. Lagi-lagi ia tertawa, ÿ¯Ah, kamu ini bisa aja. Oke, sekarang kita bilas dulu ya,ÿ° lanjutnya. Mas Dimas perlahan-lahan mengeluarkan penisnya yang masih setengah keras itu, hingga akhirnya bisa keluar seluruhnya. Anusku terasa kosong dan sedikit sakit. Mas Dimas lalu berdiri dan mengangkat tubuhku yang masih terkapar itu dengan sekali angkatan. (Wah, kuat sekali). Aku pun dibopongnya menuju kamar mandi dan ia meletakkanku di bath tub. ÿ¯Kamu bilas di sini ya say, aku mau di shower aja. Aku tahu kamu pasti ngerasa sakit,ÿ° ujarnya lembut di wajahku. Setelah itu dia memutar keran dan mengalirlah air hangat itu. Aku hanya mengangguk letih, lalu aku mencoba meregangkan kembali otot-otot kakiku yang tertekuk akibat tekanan tubuhnya tadi. Kuambil sabun cair dan kuusapkan pada bagian yang terkena spermaku, terutama penisku sendiri, lalu kemudian anusku. Perih kurasakan saat sabun bercampur air panas itu menyentuh lubang anusku, namun kucoba untuk menahannya. Mas Dimas sendiri tampak tengah berbilas sambil bernyanyi-nyanyi kecil. ÿ¯Yuk say, kita ke kamar,ÿ° ajaknya setelah selesai berbilas. ÿ¯Nggak deh, Mas duluan aja. Aku masih terasa capek, lagian aku belum selesai bilas,ÿ° ÿ¯Perlu aku tunggu? Atau mungkin aku gendong lagi?ÿ° tanyanya sambil tersenyum. ÿ¯Mas ini kenapa sih? Nggak lah, aku bisa sendiri kok,ÿ° jawabku. ÿ¯Oke deh say, aku tunggu di kamar ya,ÿ° lanjutnya sambil mengecup keningku. Mas Dimas pun meninggalkanku, aku pun melanjutkan kegiatan bersih-bersih ini sampai aku merasa cukup. Kulangkahkan kakiku keluar dari kamar mandi, namun tiba-tiba jalanku jadi aneh, seperti jalan orang yang baru habis melahirkan. Apa ini akibat hubungan tadi?

Malam itu kami berdua makan bersama dan mengakhirinya dengan tidur di kamar sebelah yang masih rapi. Kami membiarkan saja kamar pertama tadi acak-acakan, biar ada kenangan lah. Dalam pelukannya aku tertidur dan aku merasa sangat beruntung karena boleh mengenal dan menjadi satu dengan seorang Dimas. Buat kalian yang sudah baca true story ini, terima kasih banyak ya.

###

1 Gay Erotic Stories from 547051

JuSt ReAd It...

Aku adalah seorang mahasiswa salah satu PTN di Yogyakarta, sebuah PTN yang benar-benar membutuhkan perjuangan berat untuk memasukinya, tapi siapa yang menyangka kalau di sinilah aku bertemu dengan seseorang yang kuanggap sebagai love-mate. Aku mengawali dunia pendidikan lebih awal satu tahun dari teman-temanku yang lain dan hal ini membuatku merasa selalu lebih muda di manapun aku berada. Saat

###

Web-02: vampire_2.0.3.07
_stories_story