Gay Erotic Stories

Cerita ini dimulai ketikaÿ¬..

Kami janji bertemu di salah satu caf§¥ di Jakarta, caf§¥ tempat dimana kebanyakan orang Jepang mangkal. Sebelum pertemuan kami, kami telah cukup lama berkomunikasi, baik melalui email maupun sms atau telpon. Pada kesempatan itu, kami saling menceritakan tentang hobby, pandangan dan ide terhadap sesuatu, suka dan tidak suka-nya pada sesuatu, dll., dan dari sinilah kami mengetahui bahwa kami memiliki banyak persamaan. Itu sebabnya, pas kebetulan kami sama sama memiliki waktu yang kosong, kami memutuskan untuk langsung bertemu.

Di hari pertemuan kami, terus terang aku memiliki perasaan yang gugup (walau telah banyak bertemu dan berkenalan dengan orang lain), juga bahagia sekaligus penasaran terhadap orang yang saya anggap cocok dan memiliki persamaan yang banyak ini. Rasa penasaran dan bahagia ini membuat hati saya berdetak dengan kencang hingga mungkin pada saat kami berbicara, suara saya terdengar bergemetar.

Kami pun bertemu. Sebelumnya saya tidak pernah memikirkan bagaimana rupanya dan bentuk fisiknya. Walau pun saya tahu umurnya (sesuai dengan yang ia berikan), tetap entah mengapa saya tidak memiliki suatu gambaran atas dirinya, tidak seperti orang lain. Bahkan ketika ia selalu menggambarkan rupa dan fisiknya yang ÿ¯tidak baikÿ° saya pun hanya bisa berkata bahwa, ÿ¯Setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangannya masing masingÿ¬dan saya masih tetap ingin bertemu denganmu.ÿ°

Apakah kita hanya bisa berteman dengan orang yang tampan saja? Jika kita memerhatikan keadaan sekeliling kita, ada banyak di antara mereka yang memiliki teman, yang mungkin, tidak sebaik dan se-tampan diri kita bukan? Saya rasa, untuk di jaman seperti ini, apakah ada yang lebih baik daripada kebaikan hati dan pembicaraan yang nyambung? Memang rupa dan fisik merupakan salah satu faktor yang cukup penting, tetapi jika tidak ada kesamaan, tidak ada kesambungan dalam berbicara, apakah itu tidak akan membuat kita merasa bosan?

Secara fisik, memang ia lebih besar dari saya sangat jauh. Secara rupa, bagi saya, juga tidak terlalu buruk seperti apa yang ia gambarkan. Perasaan rendah hati (dan waspada dan apa adanya) membuat saya memberi dia suatu nilai plus lagi. Bahu yang lebar, bersifat dewasa, cerita yang ia ceritakan, minum minuman yang ia pesan, makan makanan yang ia pesan, sifat yang tenang (walau sedikit gugup, saya asumsi), perasaan ini seakan akan merasa bahwa rangking narcissism saya sudah menurun, dan saya mengetahui bahwa saya sudah menyukainya.

Kami berbicara tentang banyak hal, saling berbagi cerita, danÿ¬..saya pun entah mengapa merasakan sesuatu yang berbeda. Ada perasaan bahwa saya tidak ingin semua itu (ini?) berakhir dengan begitu saja. Setelah sekian lama kami berkomunikasi, apakah harus hilang begitu saja? Oleh karena itu saya memastikan kepadanya bahwa saya sungguh berharap agar kita masih bisa berkomunikasi kembali setelah kami berpisah nanti.

Waktu pun tiba. Kami berpisah. Sedih rasanya. Saya saat itu tidak tahu apakah dia akan menghubungi saya lagi? Saya tidak tahu apa tanggapan dia terhadap saya. Saya tidak tahu apakah dia merasakan apa yang saya rasakan. Yang saya inginkan hanyalah agar kita bisa selalu menjadi sahabat. Siapa yang menyangka beberapa saat setelah kami berpisah, ia pun menghubungi saya. Saya pun senang.

Dan malam ituÿ¬.dan seterusnya, kami berkomunikasi. Hingga suatu hari, kami berdua harus berpisah karena pekerjaan kami masing masing. Walau kami terpisah dengan jarak yang cukup jauh, kami pun masih saling berhubungan. Bagi saya, dia adalah salah satu orang yang terpenting dalam hidup saya. Walau hingga kini, dia sering bertanya, ÿ¯Apakah saya sedemikian pentingnya buat kamu?ÿ° Hanya satu jawaban yang bisa saya berikan, ÿ¯Ya.ÿ°

Hingga sekarang saya, secara jujur, akui bahwa saya tidak tahu benar apakah dia masih ragu ragu akan perasaan saya apa tidak (kami sempat mengalami ÿ¯krisisÿ°); Saya setidaknya sudah membuktikan dan menunjukan keseriusan saya. Walau dia, terkadang, kurang bisa memberikan apa yang saya inginkan (perasaan, curahan hati, dll.), saya juga harus menyadari akan hal hal yang mungkin ada sebagian orang kurang bisa lakukan, tetapi memliki cara tersendiri untuk menyampaikan itu. Tentunya dengan adanya komunikasi yang berlanjut hingga sekarang ini, saya rasa saya memang sudah percaya padanya.

Sama seperti manusia biasa lainnya, saya pun tidak tahu akan masa depan. Akankah kedekatan kita sekarang ini bisa berjalan (selamanya) seperti apa yang saya harapkan? Apakah salah jika saya terus berharap agar bisa terjalin hubungan yang lebih baik?

To this person: Just want you to know, no matter where you are, no matter how far we apart, no matter how little time we could share, I still have my trust and ÿ¯Aiÿ° for you. Youÿ¬.are, after all, my ÿ¯Chu Lian Qing Ren.ÿ°

-------------------------------------------------------FIN----------------------------------------------------------

- friends_jkt@yahoo.com