Gay Erotic Stories

MenOnTheNet.com

1 hari yang jadi awal dan akhir

by Goblok


KRIIING…! Wekerku berbunyi kenceng banget. Ah, ternyata aku tertidur di meja gambar. Dengan terkantuk-kantuk aku bangun dan mematikannya. Sudah jam lima. Aku menggerak-gerakan leherku yang terasa kaku. Tidur menelungkup di meja membuat leherku juga terasa sedikit sakit. Bagaimana ya dengan Ragil, apa malam ini dia bisa tidur? Ah, sebodo amat, kok aku jadi mikirin dia lagi sih? Aku segera membereskan alat gambar yang masih berserakan sebelum kemudian mengambil wudlu. Aku kaget ketika membuka pintu kamar, Ragil tampak duduk tertidur di sebelah pintu kamarku, ia kelihatan begitu lelah dan tak berdaya, saat itu ingin sekali aku memeluknya dan mengangkatnya untuk di pindahkan ke kamar, tapi…ya sudahlah, lebih baik aku wudlu dan sholat dulu. Pagi ini hujan tak benar-benar berhenti. Gerimis kecil-kecil masih turun membuat udara terasa semakin dingin. Brr..aku bergidik juga waktu ber-wudlu. Tapi kurasakan sebuah kesegaran setelahnya. Jiwaku merasa lebih tenang dan ada rasa damai. Kemarahan semalam tidak lagi begitu membara dan aku mulai bisa mengendalikan emosi. Ragil masih tertidur saat aku kembali. Apakah aku harus membangunkannya dan menyuruhnya sholat? Atau membiarkannya tergeletak di lantai seperti seorang gelandangan…? Aku bingung tak tahu apa yang harus di perbuat . Sesaat aku berdiri mematung memandangnya, dan..aku ternyata lebih memilih masuk kamar dan menutup pintu kembali membiarkan Ragil tertidur di luar sana. Aku berganti pakaian bersih, tapi di mana sarung yang biasanya aku pakai sholat? Di taruh di mana sih sama Ragil setelah dia pakai semalam? Aduh! Padahal semua sarungku yang lain kotor. Setelah aku obrak-abrik kamar ternyata sarung itu ada di bawah bantal. Aku bergegas memakainya nanti keburu waktunya habis. Aku baru saja membaca Basmallah untuk doa sholat, tiba-tiba pintu kamar terbuka. Ragil menatapku, teramat sendu. Wajahnya basah. Sepertinya ia habis wudhu.“ Boleh ikut berjamaah?” Ragil bertanya, ia tampak ragu-ragu kemudian ia menatapku dengan memohon. Aku terdiam sesaat tak tahu harus berkata apa sebelum akhirnya menganguk. Dengan perlahan Ragil kemudian masuk. Aku memberikan sajadah kecil tanpa berkata-apa-apa. Ragil kemudian membaca iqomat dan kami kemudian sholat berjamaah. Setelah sholat, hatiku terasa makin tenang. Seperti biasa setelah sholat aku bersalaman, meski agak sedikt canggung. Dan jujur tanganku sedikit gemetar.

Suasana hening, tak ada yang memulai pembicaraan. Aku terduduk di pingir ranjang sambil memainkan tasbih. Sementara Ragil terduduk di sebelahku sambil memainkan jarinya. Kecanggungan yang terasa menyiksa. Rintik hujan masih terdengar dengan suaranya yang monoton mengetuk-ngetuk genting kamarku. “An, aku tidak bermaksud menyakiti kamu” Dengan suara yang bergetar Ragil memulai pembicaraan.”Akhir-akhir ini masalahku memang banyak banget. Aku jadi tidak bisa berpikir secara jernih.” Sejenak Ragil terdiam. Aku merasakan nafasnya begitu berat.”Perceraian kedua orang tuaku membuat aku benar-benar sakit. Aku bingung harus berbuat apa? Kamu tahu sendirikan gimana watak bokapku?” Sejenak ragil menatpku. “Aku juga kasihan melihat nasib ibuku setelah perceraian ini. Hidupnya terlunta-lunta, hanya menjadi beban keluarga, tapi yang bisa aku lakukan? Sementara aku sendiri sibuk untuk menata perasaanku yang remuk!”. Ragil mulai terisak, di sudut hatiku benar-benar tersentuh. Ya, aku tahu sakitnya perasaanmu gil. Tahu sekali! Aku mendesah dalam hati. Ragil kemudian melanjutkan kalimatnya. “Sebenarnya aku sudah protes sama bokapku. Aku ingin tetap kuliah disini, tapi bokap juga bersikeras, ia tak mau membiayai kuliahku kalau tak ikut dengannya. Jujur saja aku tidak ingin berpisah denganmu Tapi Aku berpikir apa jadinya kalau aku tidak kuliah. Akhirnya aku mengalah. Aku bersedia ikut dengannya.” Ragil kembali terdiam dan menghela nafasnya. “Ini benar. Aku tak pernah berbohong kalau aku mencintaimu. Harusnya aku tidak mengutarakannya padamu. Tapi aku benar-benar tidak kuat! Aku tak perduli kamu menolaku atau memarahiku”. Suara Ragil semakin lirih dan aku merasakan sebuah debaran yang nyata. Dengan sesungguhnya aku tak tahu ini luka atau apa…Yang aku tahu dadaku terasa sakit tapi aku tak bisa marah. Apakah ini bisa di sebut sedih bila aku merasakan mataku mulai panas? Yang pasti aku tahu, kejadian semalam telah menjadi masalah baru buat Ragil. “An, aku mohon kamu mau memaafkan aku, jika perbuatanku membuatmu sakit. Aku tak pernah memikirkan efek ini. Aku memang egois” Aku mulai mendengar isak tangisnya, Sejenak aku menatapnya. Wajah yang kuyu tanpa semangat, sungguh aku tak tega melihat tatapannya yang penuh keputusasaan, dimana kekonyolanmu, Gil? Perlahan aku mengulurkan tangan. Ku usap air mata yang mengalir dipipinya. “Kamu maukan nanti menyurati aku?” Aku bertanya sambil mengusap pipinya. Tak terasa air mataku ikut mengalir seiring belaian tanganku. Sungguh kemarahanku telah luluh. Ragil mendongakan kepalanya dengan tatapan tak percaya sebelum kemudian, tangisnya meledak. Ia langsung memeluku. “Makasih, An!” Begitu erat Ragil memeluku, dan akupun sudah tak tahan lagi untuk menahan bendungan airmataku. Kami sama-sama menangis. Disaat perasaanku makin larut, tiba-tiba Ragil mencium bibirku dengan ganas. Apakah itu luapan dari kesedihan dan penderitaannya selama ini? Sesat aku terhenyak tapi kemudian akupun membalasnya. Air mata kami berbaur menjadi satu. Ciumannnya semakin tak terkendali. Aku merasakan betapa panas lidahnya di tenggorokanku. Tangannya juga tak henti meremas seluruh tubuhku dengan kuat, agak sakit tapi aku ingin menikmatinya. Aku ingin hari ini bisa larut bersama Ragil. Deru nafas kami makin memburu. Ragil benar-benar ganas. Tak ada seincipun bagian dari wajahku yang tidak di jilat oleh lidahnya yang panas. Aku hanya bisa mengerang dalam sebuah pengalaman baru. Ciuman Ragil makin turun ke leherku, tangannya kanannya menekan kepalaku sementara tangan kirinya terus meremas dadaku. Ah sebuah rasa geli dan nikmat yang teramat sangat, usapan-usapan kasar lidah Ragil menyapu jelujur urat di leherku. Ragil tampaknya ingin membuka kancing bajuku. Ia melepaskan ciumannya dari leherku. Sejenak ditatapnya mataku minta persetujuan, aku menganggukan kepalaku. Ragil tersenyum lembut ia kemudian kembali mencium bibirku, sementara tangannya mulai membuka kemejaku. Perlakuannya mulai melembut, tak sekasar tadi. Aku melenguh dengan keras saat jarinya memilin putting susuku. Sesaat ciuman kami terlepas, tapi Ragil segera menarik kepalaku dan kami kembali berciuman. Entah bagaimana awalnya yang pasti tak ada lagi pakaian yang menutupi tubuh kami. Gesekan-gesekan lembut dari kulit Ragil yang halus menambah rangsangan tersendiri. Dan aku semakin tak bisa menahan diri saat bibir Ragil mengecup putting susuku. Lidahnya kemudian terulur dan menjilatinya. Cengkramanku bertambah kencang di punggungnya. Ini benar-benar nikmat! Ragil sepertinya sudah berpengalaman. Aku semakin melambung dalam nafsu saat lidahnya berputar dan kemudian susuku di sedotnya. Kumis tipisnya menambah rasa nimat tersendiri saat menusuk kulitku. Ciuman dan jilatan Ragil makin turun kebawah dan aku menjerit saat Ragil mengulum pusakanya, oh nikmat sekali! Ternyata tak hanya itu…“Ragil!” Aku menjerit saat lidahnya juga menyapu anusku.

Pergulatan kami entah telah berlangsung berapa lama. Yang pasti tubuh kami telah basah oleh keringat. Deru nafas kamipun seperti orang yang sedang mendaki gunung Himalaya. Sesaat kami melupakan masalah yang terjadi dan kami ingin terus seperti ini agar masalah itu benar-benar hilang. Kami terus berpacu dan berpacu, mendaki bukit, gunung dan akhirnya terbang ke langit biru tak berbatas. Aku berusaha tak merasakan sakit saat pusaka Ragil memasuki tubuhku. Hari ini kami bersatu dalam sebuah gairah yang begitu hebat. Sebuah sensasi baru yang kurasakan saat Ragil menggenjot tubuhnya di atas tubuhku mendorong anganku untuk terus melambung bersama sapuan lidah dan belitan tubuhnya, teruslah bawa aku terbang, Gil! Terus! Terus!

Hari ini aku aku tak ingin ada di bumi. Tak mengapa bila ini mimpi karena aku merasa cukup membuat ini sebagai kenangan. Aku tak ingin menjadi orang cengeng yang selalu mengingat hal buruk. Masa lalu adalah sebuah kenangan yang tak harus selalu di kenang. Bagiku kenangan tak ubahnya sebuah spion yang sesekali saja boleh ku lihat, jika terus-terusan kulihat mobilku akan menabrak!begitulah juga kenangan, kalau kita terus mengingatnya...kita hanya akan berpikir masa lalu dan melupakan masa depan. Kita hidup untuk masa depan toh!

###

6 Gay Erotic Stories from Goblok

1 hari yang jadi awal dan akhir

KRIIING…! Wekerku berbunyi kenceng banget. Ah, ternyata aku tertidur di meja gambar. Dengan terkantuk-kantuk aku bangun dan mematikannya. Sudah jam lima. Aku menggerak-gerakan leherku yang terasa kaku. Tidur menelungkup di meja membuat leherku juga terasa sedikit sakit. Bagaimana ya dengan Ragil, apa malam ini dia bisa tidur? Ah, sebodo amat, kok aku jadi mikirin dia lagi sih? Aku segera

3 hari yang jadi awal dan akhir

1 HARI SEBAGAI AWAL DAN AKHIR (Aku tunggu setelah Tarawih Part II) Dok! Dok! Aduh siapa sih yang iseng gedor-gedor pintu di pagi hari?! Ngantuk banget. Semalam aku gambar sampai jam 2, lagian inikan sabtu, aku ingin tidur sampai siang, toh aku sudah sholat subuh. Dok! Dok! Gedoran itu makin kenceng. Aku menutup kepalaku dengan bantal. Bener-bener nyebelin! Siapasih anak yang nge’bete’in, tuh?

3 hari yang jadi awal dan akhir 3

1 HARI SEBAGAI AWAL DAN AKHIR (Aku tunggu setelah Tarawih Part II) “Udah di bilang gue enggak melucu, gue mau memperkosa elo, paham?!” Aku melihat ekspresi Ragil jadi aneh, tatapannya begitu tajam dan membuat bulu kuduku merinding. “ Gil, jangan bercanda !” aku makin panik.Ragil terus mendekatiku. Aku segera mempersiapkan jurus karateku kalau memang keadaan tidak memungkinkan terjadi.

Aku Tunggu Setelah Tarawih

Hallo friend! Kali ini gue mo cerita tentang pengalaman gue di bulan ini (uptodate, khan). Cerita yang menurut gue sih nyebelin meski sedikit ,ngenakin juga (kok bisa ya?) Cerita ini gue sadur dari buku harian gue, so..kita mulai aja ya, begini ceritanya ( he..he..kayak kismis): Alkisah: Ramadhan, 3 November 2003. “Mandra!” Aduh, norak banget tuh anak kalo manggil. Udah enggak ketulungan

Cinta Tak bsa di Paksa

PROLOG Waktu ternyata memang obat yang paling mujarab. Setelah sekian lama aku menderita karena mencintai Ken, akhirnya sedikit demi sedikit aku mulai bisa melupakannya, tidak 100% memang, tapi aku sudah bisa menganggapnya sebagai teman biasa. Setiap sholat malam aku selalu berdoa semoga bisa melupakan Ken dan Allah mengabulkan doaku. Ku bisa kembali melakukan aktivitasku dengan tenang.

Karena Aku Berbeda, Part 2

PROLOG Waktu ternyata memang obat yang paling mujarab. Setelah sekian lama aku menderita karena mencintai Ken, akhirnya sedikit demi sedikit aku mulai bisa melupakannya, tidak 100% memang, tapi aku sudah bisa menganggapnya sebagai teman biasa. Setiap sholat malam aku selalu berdoa semoga bisa melupakan Ken dan Allah mengabulkan doaku. Ku bisa kembali melakukan aktivitasku dengan tenang.

###

Web-02: vampire_2.0.3.07
_stories_story