Gay Erotic Stories

MenOnTheNet.com

1001 Kisah: Selamat Datang Paman Arjo dan Aris! (9)

by Tri Sugihantoro


Aris tidak bermain-main dengan janjinya. Ia gantikan Fizkar dalam hidupku. Kamar tidur kami sudah berulang kali menjadi saksi kehangatan cinta kasih sepasang remaja lelaki. Selama dua tahun semuanya berlangsung. Fizkar tetap tidak ada berita.

Kami lulus dengan nilai cukup baik. Aris mengikuti pesan bapaknya untuk langsung bekerja. Bukan hal yang sulit baginya yang memiliki banyak kelebihan. Ia diterima sebagai operator pabrik penghasil kendaraan bermotor kenamaan di wilayah Jakarta Utara. Ia pun memutuskan tinggal di tempat kost yang lebih dekat dengan tempatnya bekerja. Selain menghemat biaya transportasi, ia juga tidak ingin merepotkan orang tuaku yang semakin tidak produktif. Ibu sakit. Warung ditutup karena bapak juga tidak sanggup mengelolanya. Aku? Bisa apa katak dalam tempurung? Banci!

Ibu meninggal. Untuk mengurus bapak, Mbak Laras dan suaminya, Bang Samsul, tinggal bersama kami. Selain mengurus keperluan bapak sehari-hari dan makanku, Mbak Laras membuka warung kelontong kecil-kecilan di depan rumah. Bang Samsul? Pria Betawi asli yang lebih suka memancing, nongkrong-nongkrong, atau tidur seharian di rumah. Aku sendiri hampir setengah tahun menganggur. Ingin kuliah tidak tega. Ingin bekerja sulit mendapatkannya. Aku selalu gagal saat diwawancara.

Bapak pun meninggal. Aku benar-benar kehilangan. Aku memutuskan untuk membantu Mbak Laras. Aku bertugas melayani pembeli. Urusan belanja dan penetuan jenis barang dagangan tetap Mbak Laras. Sesudah belanja barang dagangan, Mbak Laras mencoba kembali menghidupkan warung di kantin yang pernah dikelola ibu. Praktis, warung kecil depan rumah itu menjadi tanggung jawab aku seharian.

“Ooahem ... “ terdengar suara kuapan yang keras sekali. Tumben baru jam sembilan Bang Samsul sudah bangun. Biasanya paling cepat jam sebelas ia bangun setelah begadang semalaman akibat menonton bola atau sekadar bermain kartu di pos ronda. Mbak Laras sudah dua jam lalu meninggalkan rumah.

“Sudah bangun, Bang?” tegurku basa-basi.Orangnya sangar, jadi aku harus baik-baik dengannya. Ini pesan kakakku.

“Bikinin gue kopi, Ro!” perintahnya songong. Aduh, tuan tanah ...

Aku penuhi permintaannya meskipun mendongkol. Kuletakkan kopi itu di hadapannya yang sedang membaca koran. Ia memaksa Mbak Laras untuk berlangganan koran. Selain untuk mengisi kekosongan juga buat mengotak-atik kode togel yang secara terselubung ada di dalamnya.

“Ada air hangat, Ro? Gue mau mandi tapi dingin banget ...” Anjing! Monyet satu ini benar-benar benalu! Kasihan Mbak Laras ...

“Habis, buat bikin kopi ...” jawabku datar. Kegeramanku sengaja kusembunyikan.

“Masak air, gih!” Hah! Benar-benar keterlaluan! Namun, aku tidak berani melawan ... Bencong!

Kutinggalkan warung yang memang hanya ramai di siang atau sore hari seusai anak-anak SD pulang sekolah. Sabar ... sabar ... Kujerang air.

“Sudah matang, Ro?” tanyanya lima belas menit kemudian. Aku hanya mengangguk. Malas berbicara dengan juragan satu itu.

“Tuang ke bak sekalian, ya! Hangat saja ...” ujarnya enteng. Grrrrr .... Asap mungkin sudah mengepul di atas kepalaku. Jam sembilan baru bangun, mau mandi saja kedinginan. Ini Jakarta, Bung! Betawi gila!

Aku penuhi permintaannya dengan sisa-sisa kesabaranku. Kukira-kira suhu yang tepat. Tidak panas juga tidak dingin. Hangat.

“Sudah?” Bang Samsul kembali bertanya setelah aku keluar dari kamar mandi.

“Sudah!’ judesku, “Mau dimandikan sekalian?!” tanyaku kesal. Bang Samsul terlihat kaget. Ia mungkin tidak menyangka kalau aku akan menanggapinya demikian. Aku langsung gemetar saat menyadari wajahnya mengeras.

“Ngentot lo! Ngomong apa lo?!” tanyanya bengis. Ia cengkeram kerah bajuku. Diangkatnya. Kemudian dihempaskannya aku ke dalam warung.

“Ampun, Bang ...” ratapku. Air mataku sudah meleleh ... Dasar banciiiiii !

Ketakutanku tidak menyurutkan kekejaman Bang Samsul. Ia langsung menyepak. Wajahku yang ditujunya. Untungnya aku sudah membalikkan badan sehingga tendangannya hanya mengenai bagian belakang kepalaku pelan.

“Elo mau macam-macam sama gue?!” tubuhku kembali dia angkat. Tuhan! Dia benar-benar kesetanan. Matanya terlihat merah. Aku merasakan sesuatu mengalir dari balik celanaku. Aku terkencing-kencing ...

Bang Smasul membanting tubuhku lagi. Sakit! Dia tekan kepalaku ke genangan air seniku sendiri.

“Jilat sampai kering!” Aku mencoba menahan tekanannya. Tak berdaya.

“Ampuuuunnn, Bang!....” aku lebih keras berteriak memohon. Berharap ada tetangga yang mendengar. Barangkali bisa menghentikan aksi kesetanan bang Samsul terhadapku.

“Terus! Teriak lebih keras!” perintahnya mengancam. Ia sobek celanaku dengan kekuatan tangannya yang besar. BRETTT.... BRETT.... BRET....

Aku sudah tanpa celana! Kontolku yang mengkeret ketakutan diremasnya kasar.

“Kontol banci! Kecil begini ... Bencong!” hinanya. Aku hendak menjerit kesakitan. Namun, suara itu tidak keluar. Mulutku terbungkam karena kepalaku ditariknya ke belakang dengan kasar. Ia balikkan tubuhku. Ia pertahankan posisi tubuhku dalam keadaan menungging. Rambutku dicengkeramnya kuat ke belakang. Aku sungguh tak berdaya ...

“Gue entot lo sampai mampus!” dengusnya di telingaku. Oh, kontol itu sudah menyentuh pantatku. Tidaaaakkk!

“Jangan, Bang! Ampuuunn ...” pintaku terus mengiba. Namun Bang Samsul tidak pernah ada keinginan untuk menghentikannya. Duburku yang sudah terlatih dengan sodokan kontol Aris tak kuasa menghalau gempuran kontol Bang Samsul. Karena dalam ketakutan, kurasakan kontol itu jauh lebih menyakitkan daripada kontol Aris maupun Fizkar. Aku akhirnya pasrah. Kucoba menikmatinya supaya tidak terlalu sakit.

“Mas Toro ada ...”suara seorang pembeli terhenti.

“Nyari apa, Wan?” Suara Bang Samsul terdengar mengejek. Ia tetap mengentoti pantatku. Kulihat Iwan termangu melihat pemandangan di hadapannya.

“Mas Toro diapakan, Bang?” tanya Iwan terdengar khawatir. Anak itu sudah kelas satu SMP, harusnya sudah mengerti!

“Gue entot biar jadi lelaki sejati!” jawab Bang Samsul asal. Iwan tidak beranjak. Mungkin rasa ingin tahunya membuat ia tetap menyaksikan penderitaanku. Aku malu sekali.

“Tidak sakit, Mas?” tanyanya lugu padaku. Aku hanya meringis.

“Jelas nggak! Dia keenakan, Wan! Nih, lihat!” Bang Samsul mempercepat entotannya. Aku meratap-ratap. Namun, karena dalam keadaan terguncang-guncang suaraku justru seperti seorang yang sedang merasakan kenikmatan. Sial!

“Iwan mau, Bang!” Hah!

“Elo panggilin teman-teman lo!” perintah Bang Samsul pada Iwan. Iwan langsung menghilang. Ia memanggil teman-temannya!

Bang Samsul terus mengoyak anusku dengan kontol besarnya. Tak lama Iwan kembali bersama dua orang temannya. Harun dan Jaka.

“Waduh! Enak banget, ya, Bang?” Mereka bertanya hampir bersamaan. Wajahku Bang Samsul arahkan ke mereka. Ia ingin menghancurkanku!

“Tanya ke dia, nih!” tunjuk Bang Samsul.

“Wah, namanya juga bencong! Dikasih kontol pasti keenakan!” ucapan Jaka membuat mereka tertawa bersamaan.

“Sekarang elo bertiga hajar banci ini pakai kontol elo semua! Bikin di sampai ampun-ampun!” Bang Samsul edan!

Aku mencoba berontak saat Iwan meremas-remas pantatku sambil menggosok-gosok kontolnya yang sudah ngaceng. Namun, Jaka menarik kepalaku ke selangkangannya. Ia hujamkan kontolnya yang mulai berjembut itu ke mulutku. Aku tidak mau menggigitnya. Mereka dan Bang Samsul pasti akan membalasnya dengan lebih menyakitkan.

“Wah, saya di mana, nih?” Harun masih memegangi kontolnya yang juga sudah ngaceng. Kedua lubangku telah terisi.

“Masukin ke boolnya! Pantatnya sudah longgar! Elo bareng Iwan hajar sampai kapok tuh bencong!” ajaran Bang Samsul mengompori ketiga abg tersebut.

“Iya, Run! Kita entot bareng! Masih longgar, nih! Ach!” Iwan menggeser posisinya. Dua kontol sudah melesak ke anusku. Biarpun masih kecil tetapi karena dua sekaligus aku merasakan sesak di pantatku. Iwan dan Harun menusukkan kontolnya bergantian. Saat Iwan maju, Harun mundur. Demikian seterusnya. Hingga sensasi itu tak pernah berhenti.

Jaka sendiri benar-benar kupuaskan akhirnya. Dengan kepiawaian mulut homoku, kuberikan pelayanan paling sempurna untuk abg yang kalau besar nanti menurutku akan seperti Kaka Slank.

Siang itu akhirnya aku menjadi budak seks keempat lelaki tersebut. Bang Samsul menyemburkan pejunya ke wajahku. Panas sekali! Nuansa penghinaannya terasa sekali. Ia puas melumuri bagian tubuhku yang paling terhormat dengan cairan tetes hina dari kontolnya.

Tindakan Bang Samsul diikuti ketiga abg tersebut.

CRETTT ... CRETT .. CRET

Peju Iwan membasahi pipi kananku.

CROT ... CROT .. CROT

Kini giliran dahi kiriku terkena semburan kontol Harun.

CRUOT ... CROTT ...CROTTT

Jaka mengakhiri semuanya dengan menyiramkan cairan kontolnya di tengah-tengah wajahku. Ia memulaskan kepala kontolnya yang merah ke seluruh wajahku.

Mereka puas. Aku pun puas ...

Meski terhina.

(bersambung)

###

9 Gay Erotic Stories from Tri Sugihantoro

1001 Kisah : Dosa-Dosaku

Ramadhan ini aku coba mengingat-ingat sudah berapa kontol yang aku dapatkan dalam hidupku. Ternyata sudah sangat banyak! Itu pun kemungkinan besar masih banyak yang kelupaan. Berikut aku coba sebutkan berdasarkan urutan kejadian:1. Seorang tukang rokok keliling. Siang itu sedang tidur di teras sebuah muholla kecil di kampusku di Rawamangun. Keadaan yang sepi memancing birahiku untuk

1001 Kisah : Si Juragan Kos (2)

Selama dua minggu ini Andri sudah tiga kali tidur di kamarku. Selama itu selalu berulang kejadian pertama tersebut. Namun, tidak lagi diawali dengan taruhan. Andri sudah mengerti keadaanku. Setiap dia ingin menuntaskan nafsunya, tinggal datang ke kamarku. Masih sebatas oral dan berjalan satu arah. Aku yang mengoral kontolnya yang besar itu. Jakarta, 18 Desember 2006 Kamar tengah akhirnya

1001 Kisah Gay: (1) Ketua Kelasku, Aries

Masuk sekolah baru. Aku yang sangat pemalu tentu saja sangat tersiksa. Selain orientasi seksualku yang sangat menyimpang, aku juga terlahir dari keluarga yang sangat miskin. Malu bergaul dengan teman-teman yang

1001 Kisah: Di Pos Satpam

“Siapa kamu!?” Pertanyaan Pak Satpam tersebut sangat mengejutkanku. Aku rasa lebih tepat jika disebut dengan hardikan. Kalau bertanya kok nadanya sadis amat? “Ssss…” tentu saja aku sangat gugup untuk menjawab pertanyaan (hardikan) tersebut. “Siapa!!” kali ini benar-benar berupa hardikan. “Tri, Pak…” dengan susah payah kukumpulkan keberanianku untuk menjawabnya. “Mau apa di sini!?”

1001 Kisah: Manfaat Kerja Bakti

Minggu pagi. Minggu yang cerah. Sebagian besar kaun bapak di RT-ku bergotong royong membersihkan lingkungan yang rutin dilaksanakan sebulan sekali. Rutinitas bulanan yang sangat aku sukai. Selain berolahraga aku juga bisa memanfaatkannya untuk memanjakan selera homoku. Bagaimana tidak? Para bapak itu umumnya hanya mengenakan celana pendek yang bias menunjukkan kekekaran paha dan betis mereka. Dan

1001 Kisah: Selamat Datang Paman Arjo dan Aris! (10)

Bang Samsul keranjingan membobol duburku. Nyaris setiap hari setelah Mbak Laras pergi, ia mengentotiku. Satu hari ia minta aku mengemut kontolnya seharian. Aku memenuhi keinginannya dengan senang juga akhirnya. Aku tinggalkan kontol yang terus ngaceng itu jika ada pembeli. Di hari lain ia akan menggenjot anusku sampai ia muncrat dua atau tiga kali. Padahal aku sudah kepayahan melayani nafsunya.

1001 Kisah: Selamat Datang Paman Arjo dan Aris! (8)

Pagi hari setelah peristiwa terbaik sepanjang hidupku ... Ada keributan di depan sekolahku. Fizkar dikeroyok Doni dan belasan temannya. Dia berdarah-darah. Namun, tiga orang dari belasan lawannya sudah terkapar kesakitan. Aku tak berani mendekat. Seharusnya aku membantu Fizkar menghadapi Doni dan teman-temannya. Namun, aku tidak pernah berkelahi. Kalaupun pernah bertengkar pasti berakhir

1001 Kisah: Selamat Datang Paman Arjo dan Aris! (9)

Aris tidak bermain-main dengan janjinya. Ia gantikan Fizkar dalam hidupku. Kamar tidur kami sudah berulang kali menjadi saksi kehangatan cinta kasih sepasang remaja lelaki. Selama dua tahun semuanya berlangsung. Fizkar tetap tidak ada berita. Kami lulus dengan nilai cukup baik. Aris mengikuti pesan bapaknya untuk langsung bekerja. Bukan hal yang sulit baginya yang memiliki banyak kelebihan.

1001 kisah: Si Juragan Kos (1)

Jakarta, 19 November 2006 Adalah sebuah anugerah yang tak ternilai yang kudapatkan di usiaku yang ke-30 ini. Rumah yang selama ini kukontrak sebesar enam juta rupiah per tahunnya kini telah menjadi milikku. Berawal dari jumlah hutang pemilik kontrakan yang terus bertambah padaku, keinginan naik haji, hingga kebutuhan-kebutuhan lainnya, membuat pemilik kontrakkan terpaksa menjualnya padaku

###

Web-04: vampire_2.0.3.07
_stories_story