Gay Erotic Stories

MenOnTheNet.com

Dili 2008

by Safenias@yahoo.com


Dili 2008 Pertama kali aku melihatnya bulan Agustus 2008, di sebuah restoran bagi kalangan menengah di kota Dili, Timor Leste. Aku dan teman-teman sedang makan malam, tidak jauh dari tempat kami duduk rupanya ada perayaan ulang tahun. Sepotong kue taart besar di pasangi lilin digiring ke meja rombongan itu. Suasana penuh senda tawa dan bahagia, tiup lilin dan jepret-jepret mereka berfoto. Yang ulang tahun anak lelaki berdandan keren, dandanannya kelihatan tidak seperti orang Timor Leste, kelihatan seperti orang dari Jakarta. Badannya tinggi, gagah, kulitnya kuning langsat, wajahnya unik, macho dengan mata yang teduh. Secara keseluruhan ia seperti orang Latin yang berdarah Cina. Yang mengesankan bagi kami semua, anak itu kelihatan terpelajar, bersih dan santun. Berbeda dengan orang-orang Timor Leste umumnya. Di pesta itu aku melihat Ibunya, seorang wanita yang sangat cantik, dandanannya meski sederhana tapi kelihatan terpelajar. Aku juga melihat bagaimana anak itu mengajak seorang gadis cantik berfoto bertiga bersama Ibunya. Gadis itu nampak malu-malu dan si anak lelaki kelihatan sangat memuja gadis cantik yang rupanya jadi pacarnya. Mereka duduk sambil suap-suapan, kadang anak lelaki itu mengusap rambut panjang si gadis. Kami pergi dari restoran sebelum mereka selesai. Seminggu kemudian aku makan siang di sebuah café burger, hari itu agak sepi, aku memilih duduk di dekat AC. Tak lama datang sepasang anak sekolah, lelaki dan perempuan, yang lelaki ganteng dan ternyata anak yang merayakan ulang tahun di restoran minggu lalu. Sedangkan anak perempuan yang dibawanya berbeda dengan anak perempuan kemarin di pesta. Aku berpikir “tentu si anak ganteng itu banyak pacar dan banyak pemujanya”. Aku duduk memperhatikan tingkah laku mereka, si anak lelaki kelihatan sekali sangat ahli mempermainkan perempuan. Ia kelihatan sabar, tangannya merangkul si gadis yang sibuk bercerita. Si ganteng ini sesekali membetulkan rambut gadisnya atau mengusap bibir si gadis yang belepotan saus tomat. Aku berdiri karena sudah selesai makan, sambil berjalan menuju pintu aku melewati mereka sambil menegur : “eh mama kamu cantik ya, aku melihat kalian di restoran X minggu lalu”. Beberapa hari kemudian aku pergi ke Bank Mandiri, aku berdiri di barisan terakhir ketika aku melihat si ganteng masuk dan ikut berbaris persis di belakangku. Ia hanya tersenyum tapi tidak bicara apa-apa, aku juga diam saja. Aku mungkin agak melamun ketika si ganteng tiba-tiba menyentuh bahuku sambil berbisik :”Kak ayo maju ke depan”. Aku tersadar dan buru-buru menuju counter teller. Selesai dengan urusan uang aku buru-buru keluar dan mencari mobil di parkiran. Sialnya kunci mobil entah terselip di mana, aku mencari-cari di semua saku celana, tidak ketemu juga, isi tas aku obrak abrik tidak ada juga. Tiba-tiba si ganteng muncul di sebelahku mengacungkan kunci :”cari ini ya ?” katanya. “Ekh terima kasih” aku terkejut bagaimana mungkin kunciku bisa ada di tangannya. Aku membuka pintu mobil dan langsung duduk, si ganteng masih saja berdiri di situ. Aku menutup pintu sambil sekali lagi mengucapkan terima kasih. Anak ganteng itu tersenyum lebar dan berkata :”Ini nggak perlu lagikah ?” tangannya teracung ke atas sambil menunjukan HPku. “Gila” seruku “Bagaimana bisa ada di tanganmu ?” tanyaku lagi sambil melompat dari mobil. Si ganteng tertawa berderai-derai ia memainkan HPku dari tangan kanan ke tangan kiri berulang-ulang dan menyembunyikannya di balik punggung. “Kakak tadi ketinggalan di teller, ayo traktir aku dulu baru aku kasih” katanya. Tidak mungkin aku tidak berterima kasih, jadi permintaannya aku turuti : “boleh, kita makan siang, aku traktir, kamu mau makan di mana ? tapi aku antar uang dulu ke kantor teman” sahutku, “Siapa takut” jawabnya riang. Jadilah kami makan siang, ia menyebut sebuah café kesukaannya dan kami ngobrol cukup lama di sana. Si ganteng punya nama puanjaaaaang sekali, seperti orang Timor Leste lainnya nama mereka di ambil dari Al Kitab halaman sekian ditambah halaman sekian, digabung nama nenek atau kakeknya dan saudara lain plus nama keluarga. Aku tidak akan ingat persis namanya, aku hanya ingat ia minta dipanggil Antonio atau Atoi, kemudian aku meledeknya dengan panggilan Atoi Geboy. Percakapan kami mulanya biasa-biasa saja :”cewek kamu cantik-cantik ya, sepertinya pacar kamu banyak” selorohku, ia tersenyum manis dan menjawab :”ada pacar yang disenangi keluarga, ada pacar sekolah, ada pacar pergaulan, ada pacar…….lumayanlah, ada banyak serep macam ban mobil” Cara si Atoi ini bicara memang menarik, bicaranya pendek tapi lucu, yang jelas senyumnya menawan. Kami bincang-bincang ngalor ngidul, ia cerita masih SMA kelas 3, sebentar lagi ujian. Ayahnya orang Timor keturunan Portugis, Ibunya hasil kawin silang ras Timor, Australia dan Cina, orang tuanya sudah berpisah, Ayahnya sekarang di Australia, Ibunya pengusaha di Indonesia, Timor Leste dan Australia. Akhirnya kami bikin janji ketemu lagi, bubar acara dan aku pulang. Sepanjang jalan aku berkesimpulan pantas saja Atoi kelihatan berbeda dengan orang Timor Leste karena darah campuran dan ia besar di Australia, keluarganya punya selera dan pendidikan yang baik, tidak kampungan. Ibunya termasuk keluarga kaya raya dan sebagainya dan sebagainya. Akhirnya kami sering janjian, ketemu dan jalan bareng, makan atau acara mingguan ke pantai. Suatu sore bersama teman-teman lain kami sepakat berenang di Pasir Putih. Aku sekedar duduk di bawah pohon, sebagian berenang, sebagian lagi ngobrol, obyeknya ternyata si Atoi itu. Menurut teman-temanku si Atoi terlalu sempurna menjadi orang Timor Leste. Ada yang bilang terlalu ganteng, terlalu sopan, terlalu baik, terpelajar, menyenangkan, teman-teman perempuan bilang bodynya bagus bahkan ada yang nyeletuk “pasti itunya gede ya”. Tiba-tiba Atoi muncul dari laut, memakai celana renang putih merk Speedo. Tubuhnya indah, semampai, atletis, kakinya panjang, pokoknya tidak ada cacatnya. Barangkali semua mata memusatkan perhatian kepadanya, terutama jendolan besar miring di celana renang itu. Sepulang dari pantai Atoi mampir di tempatku :”numpang mandi boleh ya” katanya santai, aku buru-buru menjawab : “tapi aku duluan ya, aku ada undangan” aku langsung meraih handuk dan masuk kamar mandi, baju dan celana kulepas dan kulempar keluar. Tiba-tiba Atoi langsung masuk kamar mandi telanjang bulat :”sama-sama saja biar cepat” Ia mendorongku dari bawah shower dan merampas sabun dari tanganku dengan gaya bercanda. Aku melotot saja karena terpesona dengan keindahan tubuhnya, terutama aku terpesona dengan burungnya yang bersih, tidak ada warna kusam di pahanya, alat vitalnya tidak hitam, tapi sewarna dengan bagian kulit lainnya. Bentuknya indah, panjang dan lumayan besar, kulupnya pendek, kepala kontolnya ngintip sedikit berwarna merah jambu seperti anak belia belum pernah mengenal sex. “hei, kakak jangan melihat begitu, kayak nggak punya burung” teriaknya sambil mengusap busa sabun di mukaku. Aku kaget lantas tertawa dan merapat di bawah shower sambil menyabuni tubuhku :”Kamu tingginya berapa Toi ?” tanyaku. Ia berpikir sebentar dan menjawab :”sekitar 187 atau 189, orang ukur aku beda-beda.” Aku berdiri membelakanginya sambil menyabuni punggungnya :”Wah musti cari istri yang tinggi sepadan nikh, mana ada orang Timor Leste sepadan sama kamu” kataku lagi. “Itu urusan nanti kak, sekolah aja belum beres” jawabnya. Aku lantas meminta dia gantian menggosok punggungku, ia pindah ke belakang sambil berkata :”Kakak kalah tinggi dengan aku tapi badan kakak bagus sekali, pundak dan pinggangnya seperti perenang, pinggang kakak kecil seperti perempuan” , memang aku dulu perenang yang baik. Aku lantas menanyakan : ”pacar kamu khan pinggangnya kecil-kecil, kamu paling sering main dengan pacar yang mana ?” Atoi hanya tertawa : ”ha…ha…ha…semua cewek sini bisa ditiduri kak, banyak perempuan ajak saya tidur atau iseng tapi saya pilih-pilih” Aku sengaja membicarakan berbagai type perempuan dan gaya sex mereka, tujuannya memang supaya Atoi jadi ngaceng. Benar saja, saat ia menggosok tengkuk leherku terasa ada sesuatu yang menyentuh paha belakangku, aku menengok dan terkejut melihat burung Atoi setengah hidup “Lho koq berdiri ?” aku bertanya sambil memegang burung Atoi, yang punya burung agak mengelak, tapi tanganku menggenggam burung itu terlalu kuat. Ia hanya mendesis dan menunduk :”Ini gara-gara kakak cerita-cerita jorok tadi” lantas ia membiarkan tanganku yang mengocok-ngocok pelan burungnya. “Aku mau lihat kalau kulitnya terbuka, seperti apa kepalanya ?” tanyaku. “Pegang saja atau kocok pakai perasaan nanti dia bangun koq, kepalanya nyembul” jawaban Atoi yang penuh persahabatan membuat aku kegirangan. Aku konsentrasi penuh mengocok alat kelamin Atoi, tanpa sadar tanganku satunya mengelus-ngelus bokongnya yang halus dan indah bahkan meremasnya. Atoi tertawa ngakak “Kak aku bukan perempuan jangan elus-elus pantat seperti itu” Aku terus saja meremas pantatnya sambil mengocok kadang memelintir burung Atoi, agak lama juga barulah kontol itu berdiri penuh, mungkin 18 atau 19 cm karena lebih panjang 2 jari dari jengkalku, lingkaran burungnya lebih dari genggamanku, jadi termasuk besar juga. Kepalanya berwarna merah jambu, bersih sekali, bentuknya bagus….besar membulat, tidak mancung seperti kontol lain. Dibandingkan milik Atoi, punyaku tidak ada hebat-hebatnya, hanya 14 cm dan bisa digenggam dengan rapat, tapi burungku sekarang sudah ngaceng berat sampai menempel ke perut. Atoi rupanya juga ikut konsentrasi, matanya merem, bulu matanya yang panjang, hidungnya yang mbangir membuat wajahnya kelihatan romantic di bawah siraman air. Aku tidak tahan lagi, aku menjulurkan lidahku di putingnya, Atoi hanya mendesah, aku lumat dan mengisap-ngisap putingnya ke kanan pindah ke kiri berulang-ulang. Tanganku sibuk mengocok alat kelaminnya dengan kecepatan sedang. Atoi lantas memeluk tubuhku, mulutku mencari-cari ketiaknya, mendaratkan ciuman di pinggangnya, naik lagi ke putingnya, turun lagi ke perut dan akhirnya mulutku mendarat sempurna di bulu-bulu di bawah pusarnya yang dicukur tipis. Burung Atoi terasa hangat di permukaan wajahku, sambil setengah nungging aku mencium kepala burungnya, lehernya, batangnya dan selangkangannya. Bulu-bulu halus di pahanya terselip diantara mulutku. Mulutku mulai menganga, lidahku sudah menjelajah kepala kontolnya yang kini berubah warna merah membara. Kucium dan kujilati alat kelamin Atoi, memang ia punya tubuh dan onderdil pejantan sejati. Sepertinya Atoi sudah sering berhubungan sex, tangannya mengimbangi kelincahan lidahku dengan menyentuh daerah-daerah sensitive, punggungku dielus-elus halus, menggaruk ketiakku bahkan meremas-remas pantatku yang setengah nungging. Tiba-tiba sebelah jarinya merambah ke lubang anusku “Aku mau ini kak, aku sudah tidak tahan” bisiknya. Atoi menarikku dan mencium leherku :”boleh ya kak, jangan marah, aku betul-betul minta kepuasan” bisiknya lagi di telingaku. Ia lantas menarik handuk dan menggandeng aku ke tempat tidurku. Ia menghampar handuk di kasur, tangannya yang kokoh mengangkat tubuhku dan menunggingkannya sekaligus. Ia menciumi punggungku dan pahaku supaya aku makin bernafsu, lantas ia menyambar sebotol zaitun oil dari meja dan melumuri punggung hingga pantatku yang sedang membungkuk, ia menggosok-gosokannya sejenak kemudian melumuri anusku dengan zaitun oil. Dengan jantan ia memeluk ketiakku sambil menekan alat kelaminnya ke lubang anusku…………aaaaaaakkkkkhhhh sakitnya bukan main, Atoi berhenti sebentar, baru sebagian kepalanya yang masuk, ia tarik sedikit dan didorongnya lagi masuk pelan-pelan sehingga seluruh kepala itu masuk blee….eeeeepp………. Ia menarik lagi kontolnya sedikit sambil mencium leherku lalu menekan pelan-pelan :”taaahan ya kak…….sedikit lagi” katanya sambil terus mendorong dan menekan kontol indah itu, sesekali ia menarik halus dan menekannya sekaligus, akhirnya bleeeeeeeesssssek…….kontol itu terbenam seluruhnya ke dalam lubang anusku. Lelaki muda, ganteng, bersih dan menawan itu kini memiliki tubuhku, ia menyodomi aku seperti yang ada di film-film, burungnya menghantam anusku pelan, keras, kasar kadang halus, perlahan, ditariknya setengah dihujamkan sedalam-dalamnya, ditarik lagi tigaperempat dihajarnya lagi anusku sampai ku menjerit………..aaaauuuuuuwwww !!!! Ia menjadi semakin gila setiap kali aku menjerit, ia akan menyodok lebih keras, ia memutar-mutar pinggulnya sehingga alat kelaminnya yang panjang terasa mengaduk-ngaduk perutku. Atoi ternyata pemain sex yang hebat, ia menekan dan menggoyangkan tubuhnya penuh irama, penuh gelora birahi remaja, tangannya meluncur mengelus dada, pentilku dan mengusap-usap pusarku, sesekali ia mengusap kepalaku mencium leherku sambil menarik burungnya sedikit demi sedikit sehingga seolah hampir lepas dan tiba-tiba menghajarku dengan sodokan yang ganas berulang-ulang…….blles….sreeet…bleeesss…sreeet….bleeees srreeeet ! Mulutnya kadang bersuara seperti tidak jelas :”Mmmmmm……..eeeeehhhhhhh…….uuugh” Beberapa kali ia menyodok lebih keras lagi seolah ingin memasukkan bijinya sekalian, rasa sakit yang aku rasakan datang pergi datang pergi, kadang terasa enaaaak sekali kadang terasa mual, pedih dan menyakitkan. Ini betul-betul seperti di film-film blue, cleeepaak…cleeepaaak…sluuup…sluuup….sreeeet.. sluuup…sreeeet….sluuup suara batang keperkasaan Atoi menghujam lubang kenikmatan yang semakin membasah oleh minyak dan keringat. Sumpah demi dewa dewi Yunani aku belum pernah mengalami sex seperti ini……sakit….tegang……sesekali nikmat…. mual…..pedih….enak menjadi satu. “At….ooooi cepat keluarin ajaaaa……..sakiiiiiit……. akkkhhh ……. Akkkh ….jangaaann……jangaaan dicabut…terussss….terusssin…..adddduuuuuuuh …..cepetan……. udaaaahhhhaaaan…..saakkkiiiit……..aaaaah !” Aku sendiri kebingungan dengan rasa yang aku alami, mulutku ngaco tidak karuan, sementara Atoi bergerak makin cepat maju mundur maju mundur, batang kontolnya mendorong dan menghantam anusku semakin cepat, anusku rasanya seperti diobrak abrik. Atoi semakin kuat mencengkeram bahuku, jarinya mulai meremas bahkan kukunya ditekan kekulitku sampai terasa pedih, tapi rasa pedih di anusku lebih dalam. “hhhhhhhhh……..hhhhhhhh……kakak…….kakakkkk…….kakakkkk” serunya berulang-ulang…….”oooooh….. oooohhhh……hhhhhhh…….kaaaakkkkkaaakkkk……..oooohhhh”………..dan bbbbbrreeeeeeetttt breeeeet creeeeetttttttt….creeeeeet sperma Atoi menyembur tidak kira-kira di dalam lubang duburku, Atoi menekan dalam-dalam batang kelaki-lakiannya, memutar pinggulnya ke atas ke bawah, ke kiri ke kanan lantas menggoyangkan lagi pantatnya maju mundur perlahan dan semakin cepat dan terus dengan irama lebih cepat kembali memompa anusku itu hingga badanku bergoyang dan bergetar hebat. Atoi benar-benar gila meski sudah ejakulasi ia masih kuat menghajar lubang pantatku, ia mendesis desis keenakan :”hiiiiihhhh……..kaakk……ssssshhhhhh……..biar mampus kamu…..biar kapok kamu…… sssshhh.. hhiiiiiiih…….kaaaakkaaaakk…….ooooohhhh…oooohhhh” Tubuhnya sekarang betul-betul menempel erat dibadanku, tangannya melingkar di perutku, punggungku sesekali digigitnya, dijilatinya sambil terus terus dan terus kontolnya dibenamkan dan menghajar pantatku tiada henti. Akhirnya aku tidak kuat dalam posisi seperti itu aku terjerembab di atas kasur…….bleeeeep, suara burung Atoi terlepas dari lubang duburku, baru aku sadari ceceran darah mewarnai handuk pantaiku. Atoi membalik tubuhku, mengangkat kedua kakiku dan meletakannya di atas bahunya, edan kontolnya masih berdiri tegak dengan galak. Ia mendorong pantatnya ke depan dan memasukkan kontol yang ganas itu ke duburku lagi dan menghajar lubangku lagi. Kali ini bukan hanya menyiksaku dengan gaya sebelumnya tapi sesekali ia mencabut seluruh alat kelaminnya dengan cepat dan secepat kilat kontol itu ditusukkannya kembali ke dalam duburku…jrooot.. blees....”aaaaaaauuuuuw……..aaaah sakiiit” jeritku berkali-kali, tapi Atoi tidak perduli ia betul-betul sudah gila, keringatnya bercucuran membasahi wajahku dan dadaku, tangannya meremas-remas pentilku, kadang tangannya yang kuat menutup mulutku saat aku menjerit kesakitan. “nnnnnniiiiiikkh……rasain…….rasaaaiiiiiiin” katanya berulang-ulang “biar kakaaakkkkk kapok…..nggak nakal lagiiiii……pegang-pegang punyaku……rasaaaiiiin niiiiikhhhh ! ujarnya sambil menggigil. Atoi ternyata anak kurang ajar, kontolnyapun kurang ajar, sudah ejakulasi masih juga tegang dan minta diladeni tanpa istirahat, aku mulai menggelepar-menggelepar dan mencucurkan airmata. “ampuuuun…. aduuuuh Atooooooiiiiiii…….ampun………beneeeer……..udaaaaahan doooonk……kapooooook…….Atoooii” seruku tidak tahan garapannya yang semakin menjadi-jadi, semakin ganas dan liar.” Tahaaaan bentar…. lagi……..kapppoooookkkk yaaaaaa…….hhsssssshhh….hssssshhh…….diiikiiiiit llaagggiiii niiikkkh…” bisiknya dengan nafas memburu dan mendengus-dengus. Ia menarik badanku ke tengah kasur tanpa melepas kontol yang menancap tepat di lubang pantat, sambil menekuk lutut ia menghajar lagi lubang surga yang kini jadi lubang neraka. Digenjot, diputar, disodok, dicabut, ditusuk demikian berulang berkali-kali, aku sudah betul-betul kewalahan dan menyerah. Aku hanya bisa memukul-mukul bahunya dan punggungnya. Badan Atoi kini semakin merapat ke tubuhku dan lidahnya dimain-mainkannya di telingaku, aku benci tapi kegelian “ennnaaakan……enakkk ya” bisiknya sambil menggigit leherku, aku merasa tubuhnya kemudian bergetar, ia mengatupkan matanya sambil menggigit lidah, untuk kesekian kalinya tiba-tiba ia mencabut kontolnya dan menghujamkannya lagi dengan dahsyat……bllleeessseeep !! ……bleeeeeeeppppp…jroot…. !!!!!! dan tiba-tiba ia menekan bahuku sampai terasa alat kelaminnya mendesak jauh di dalam sambil menggoyang-goyangkan pinggulnya….”uuuuuukkkkkkhhhhhh……… ooooogggghhhh……” …….dan……ccccreeeeeeeeeeeet….cccccrrreeeeeeeeet………cccreeeeeet. Ia melepas air mani untuk kedua kalinya…..! Sungguh dahsyat…dahsyat !! Atoi terkulai lesu, keringat bercucuran dari keningnya, punggungnya, dadanya dan seluruh tubuhnya. Ia terdiam laaaammmmaaaaaaa sekali, setengah terpejam, nafasnya tersengal-sengal. Lebih-lebih aku, badanku ngilu, pegal, sendi-sendiku mau lepas. Lubang anusku terasa nyeri, pedih dan 1001 rasa, aku melihat ke pahaku, selangkanganku penuh cairan warna warni, getah sperma berleleran bahkan merah-merah berdarah. Aku masuk kamar mandi, sekejab saja lantai berubah warna merah, darah segar mengalir dari anusku ke paha dan lantai. Aku menyalakan shower mandi bersih-bersih, anusku berhenti mengeluarkan darah. Sungguh aku kapok benar-benar kapok !! belum pernah aku dikerjain lelaki seperti ini, terlebih anak masih SMA. Di dalam hati aku mengumpat si Atoi, aku sendiri bingung harus bagaimana, terlebih aku tidak jadi datang ke undangan karena duburku terasa panas dan perih. Aku takut kalau aku pergi ke undangan tiba-tiba anusku mengeluarkan darah, apa kata dunia ? Aku sedang membuka lemari mencari-cari celana ketika Atoi bangun, berdiri dan masuk kamar mandi. Tak lama ia keluar dengan tubuh basah, tanpa diminta aku melempar handuk bersih, setelah kering, ia berpakaian. Ia hanya menatapku :”aku pulang” katanya pendek, lantas ia keluar dan pergi begitu saja. Selama 4 hari kami tidak saling menghubungi, biasanya setiap hari paling sedikit kami bersms-an, tapi semenjak persetubuhan kemarin, seolah tidak ada hubungan lagi diantara kami. Aku sendiri sempat demam dan meriang setelah pendarahan anusku, aku betul-betul kapok berhubungan sex seperti itu. Hari ke 5 aku menerima sms dari Atoi “just 2 say hello, kapan ketemu ? may I ?” aku membalas sangat singkat “aku demam” Sialnya jawabanku malah membuatnya datang ke tempatku “betul demam Kak ? Kenapa ? sudah ke dokter ? aku antar kalau belum” tanya Atoi. Aku jengkel sekali dengan pertanyaannya, tanpa sadar aku melempar sandal ke mukanya. Atoi marah sekali, matanya melotot : ”aku tanya baik-baik, kenapa melempar sandal ? Kakak buat aku tersinggung, apa salahku” Aku tidak mau kalah, aku berdiri, aku bilang begini :”kamu lupa bikin apa sama aku ? sakitku gara-gara kamu ganas dan keterlaluan kemarin, apa kamu sudah lupa ?” Atoi terkejut mendengar jawabanku, ia membela diri : ”Kak aku meski 17 tahun aku punya pengalaman sex mungkin lebih hebat dari kakak, seperti kemarin itu aku sudah biasa sama cewek sini” Akhirnya kami berdebat selama 20 menit, dari bicara keras akhirnya melembut dan intinya adalah Atoi menganggap sex seperti kemarin biasa, sementara aku tidak biasa. Atoi merasa bersalah dan meminta maaf, sungguh baik dan pengertian dia orangnya. Atoi kemudian berpamitan : ”sekarang begini aku pulang dulu, kakak kasih ijin aku boleh datang lagi khan ?” katanya, “boleh saja, asal ada waktu” jawabku. Besoknya ia datang membawa ayam panggang, kami makan berdua di rumah. Besoknya lagi ia datang membawa film, kami nonton bersama. Akhir minggu ia mengajakku makan di luar, lantas kami ke pantai ramai-ramai. Besoknya lagi dia datang malam-malam belajar mau ujian. Begitu berulang-ulang sampai aku lupa akan kejadian berdarah itu. Sehabis ujian Atoi datang ke tempatku, ia bercerita baru saja putus dengan salah satu pacarnya, ia cerita juga bahwa seks pacarnya itu paling enak. Kami bercerita sampai larut tidak terasa sudah jam 01.33, kalau kita mengendarai mobil di sebuah daerah kota Dili, jam segitu kurang menyenangkan, kadang mobil bisa saja di lempari batu atau besi. Jadi Atoi minta ijin bermalam :”Kak cerita belum habis, film belum habis, ujian sudah habis, menginap boleh khan” pintanya disertai senyumnya. “boleh saja” jawabku. Jadilah malam itu Atoi tidur di tempatku, cerita punya cerita ia bercerita tentang cerita pacarnya yang pandai beroral sex. Aku sempat bertanya berapa kali ia berhubungan sex dengan pacar-pacarnya, jawabannya membuat aku terkejut “di sekolah setiap hari kami melakukannya, di rumah setiap sore cewekku yang satu datang dan main di kamar, aku main sama cewekku yang satu lagi seminggu 3 x di rumah teman, dulu masih SMP setiap malam aku main sama tetanggaku anak lelaki yang satu sekolah, dia ketagihan, sering disodomi paman-pamannya. Kakak belum tahu ya, di sini semua sama, suka sex, siapa saja” Kami ngobrol di ruang tamu sampai jam 4 pagi, ditemani Bier Tiger, lantas aku mulai mengantuk dan kami pindah ke kamar tidur. Aku sudah ganti baju tidur, Atoi juga, memakai kaos dan celana pendekku sambil berbaring menekuk bantal ia berkata :”Kak, aku sudah 2 hari nggak main, dari tadi aku kepingin di oral, jangan marah ya kak, mau nggak kocokin aku” ia mendekat dan menciumiku, keningku diciuminya, ia mencari-cari bibirku, melumatnya, aku yang setengah tenggeng hanya gara-gara bier menjadi pasrah. Ia mencari-cari tanganku menariknya ke dalam celananya, alat vitalnya berdenyut-denyut nakal “ayo kak, kocok aja, kocok kak” mintanya memelas. Aku mengocok burung Atoi yang masih terkurung di dalam celana, Atoi terlentang sambil meletakkan tangannya dibalik kepalanya, ia merem saja konsentrasi merasakan kocokan tanganku. Kontolnya mulai keras, Atoi lantas melepas kaos dan celananya, menarik selimut menghindari dingin AC, aku kira ia kemudian tertidur tanpa sempat ejakulasi. Rupanya aku salah duga, aku baru saja menarik selimut mau tidur ketika tangan Atoi tiba-tiba dibalik selimut menarik tanganku :”janjinya belum tuntas kak” katanya. “sudahlah aku mau tidur” kataku lagi. Atoi rupanya sedang bergairah, ia membujukku :”ayo donk, aku sayang kakak” ia menciumku lagi, menjilat-jilat pentilku dan meremas-remas kontolku, dalam semenit kontolku langsung jadi tegang, Atoi tanpa malu-malu mencium bijiku, melumat kepala kontolku secara professional, aku gemetar keenakan, nafsuku mulai mendidih, jilatan Atoi enak luar biasa……aku ngaceng sejadi-jadinya. Kemotan mulutnya membuat aku terasa terbang ke angkasa “Atttooooiiii……gilllaaaa…….pinter…banggeeetttt kamuuuu……” aku mengerang-ngerang sambil memuji. Tanganku meraba-raba mencari kontolnya, aku kucek-kucek kepalanya saking gemas dan penuh nafsu, sumpaaaaah……enak sekali sedotan dan jilatannya. Atoi lantas mengangkangiku sehingga biji pelernya yang bersih dan harum bergoyang-goyang terbang di atas hidungku, kontolnya melambai-lambai ke kanan ke kiri kepanjangan. Langsung aku jilat biji kontol Atoi yang seperti salak. Kontolnya aku kocok-kocok, duburnya juga aku jilat-jilat sampai ia meringkik penuh nikmat :”uuuuuuuuuhhh………hhhhhhhsssssshhhhhhh……..” Semenit dua menit hingga lima menit kami ber 69, aku tidak kuat menahan gejolak nafsu, aku mulai mendengus-dengus, Atoi mempercepat jilatannya sambil mengocok kontolku yang semakin keras, aku tidak tahan lagi, aku mulai menggeram : “aaaagghhhhh…..aaaaaggghhh” akhirnya kontolku muntah cccrreeeeeeet….creeeeeeet…….creeeeet, Atoi semakin gila mengocok burungku sampai aku merasa geli bukan kepalang dan mengelijang ke kanan ke kiri tidak karu-karuan. Air maniku nyemprot ke udara dan berjatuhan di atas selimut. Atoi lantas menekuk lutut dan menyorongkan kontolnya ke mukaku : ”gantian kak isap punyaku……ayo kak” Aku tak dapat menolak permintaannya, kontol yang gede dan panjang itu aku isap dan kelomot sejadi-jadinya, mulutku sibuk, lidahku tidak kalah sibuk bermain dan mengoral penis Timor Leste, penis hasil peranakan campur aduk. Atoi mulai menggerak-gerakkan pantatnya maju mundur sambil memegang kepalaku. Ia mengerang mendesis, menggigit lidahnya, menjulurkan lidahnya, mulutnya membuka, mengatup. Bunyi kontol dalam mulut yang basah oleh ludah membuat ramai subuh yang hening itu. “kaaaak……kaaaaak…….wooow..enak… enaaaaak…..aku mau nyemprot kaak…..”desisnya sambil terus bergoyang…..”oooooh……oooooougggh…….aaaaggghhhhh..!!!!! Atoi menjenggut kepalaku dan membenamkan kontolnya ke dalam tenggorokanku……breeeeettt…. preeeeeeeeeeeet… preeeeeet….preeeeet……preeeeeeet air mani Atoi meluncur ke dalam tenggorokanku rasanya pahit-pahit legit, kental nano-nano. Air maninya banyak sekali, aku percaya dia sudah selama 2 hari tidak berhubungan seks. Atoi terus saja merem melek keenakan, mukanya ditengadahkan ke atas, pantatnya masih terus maju mundur menikmati ejakulasi yang indah bagai di nirwana. Aku sudah tahu, pasti Atoi minta ejakulasi dua kali, aku takut kali ini mulutku yang berdarah-darah, jadi aku dorong tubuh Atoi dan melepas kontol itu dari mulutku. Anehnya kontol Atoi masih tegap dan perkasa, seperti belum ejakulasi, tidak heran ia selalu minta dua kali, bahkan katanya dia sanggup tiga kali ejakulasi tanpa henti, non-stop. Aku harus membujuk dia supaya berhenti meminta, ia mengemis minta sekali lagi, tapi aku sudah ngantuk dan kapok digarap anak sopan yang ternyata kuda liar. Tapi semenjak itu hubungan kami semakin erat dan mesra, setiap hari kami bertemu, awalnya seminggu kami berhubungan badan hanya 2 kali. Lama kelamaan aku terbiasa dengan caranya, digarap dua atau tiga kali non-stop. Atoi kemudian putus dengan pacar-pacarnya, sekarang tidak ada seorangpun gadis yang diajaknya tidur, tidak ada gadis yang dipacarinya. Tiap hari ia datang ke tempatku, setiap saat ia bergairah aku harus melayaninya, kadang sehari dua kali kadang tiga kali, setiap main ia minimal ejakulasi dua kali. Kini sudah hampir dua tahun kami berhubungan, ia menganggap aku pacarnya, bahkan mungkin istrinya. Ia sabar dan telaten menghadapiku, ia penuh humor tapi juga pencemburu. Teman-temanku lelaki atau perempuan menyukainya,tapi ia selalu berhasil menghalau dengan halus orang-orang yang mendekatiku. Ia pandai menyimpan rahasia, bahkan tak seorangpun menyangka adanya hubungan khusus antara aku dan dia. Ia segala-galanya bagiku dan sebaliknya, ia menganggap aku yang terbaik baginya. Ia hanya mau makan kalau aku yang masak, ia menitipkan semua uangnya dan kekayaannya padaku, ia hanya mau bersetubuh denganku, tidak dengan yang lain, tidak ada orang lain baginya. Inilah kisah cintaku dengan seorang lelaki Timor-Leste, anak muda belia yang ganteng, baik hati, perkasa, sopan sekaligus macan ganas bahkan drakula kehausan di atas tempat tidur. Mungkin ini juga alasan yang sama bagi Kris Dayanti memilih Rahul Lemos.

Mas Dwi Dua kali setahun keluarga kami yang tua-tua selalu pergi ke Jawa Tengah, entah ngapain, jadi kami yang masih sekolah tidak pernah ikut. Aku masih SMP klas 1 waktu itu, ketika seperti biasa semua pergi ke Solo, yang menjadi tidak biasa adalah, kakek dan nenekku meminta aku menginap rumahnya selama mereka pergi. Rumah nenekku sangat besar, rumah utama dan 2 pavilliun di kanan kirinya. Aku diminta tidur di rumah utama, 2 pembantu tua tinggal di pavilliun kanan dan seorang pembantu laki tidur dipavilliun kiri. Hari pertama dan hari kedua aku masih betah di rumah utama, tapi hari ketiga aku mulai bosan. Sepulang sekolah aku melempar tas dan mencari Bi Siti dan Mbok Nah, umur mereka sudah 50 dan 60 tahun. Mereka sibuk nonton sinetron :”Makan sana Den….sudah Bibi siapin di meja” kata si Bi Siti, sementara Mbok Nah melototi TV, kelihatan sekali mereka tidak mau diganggu. Aku segera makan, selesai makan aku pergi ke pavilliun kiri, mencari si pembantu laki. Tempat itu sepi, aku masuk ke dalam, sama dengan bagian lain rumah nenek, semua selalu bersih dan rapi. Tapi di sebuah keranjang sampah aku melihat beberapa timun besar hampir busuk yang belum dibuang, anehnya timun itu dipotong dua dan berlubang ditengahnya. Aku terus berjalan ke dalam tanpa bersuara, dari ruang duduk aku mendengar suara TV menyala, mungkin adegan berkelahi karena terdengar suara perempuan mengeluh setengah menangis. Pelan-pelan aku mengintip, eh ternyata si pembantu laki sedang nonton film jorok, ia duduk di karpet membelakangiku. Yang membuat aku terkejut ia memain-mainkan sepotong timun di alat kelaminnya, timun besar itu dilubangi tengahnya dan burungnya dimain-mainkannya di dalam. Tiba-tiba ia mendesis-desis :”uuuuuukkkkhh………aaaaakkkkh !!!” Aku ketakutan dan lari ke rumah utama, sampai sore aku tidak keluar-keluar. Malamnya aku sedang makan, ketika pembantu laki itu menghampiriku. Wajahnya bagus, ia masih muda, mungkin umurnya belum lagi 25 tahun. “Den…kenalan dulu, sudah 3 hari kita belum kenalan” suaranya ramah, rasa takutku hilang “nama saya Dwi, anak Bi Siti” lanjutnya lagi dengan sopan, saya bersalaman dan tersenyum saja. “nanti habis makan ke sebelah ya, saya ada banyak mainan” sambungnya lagi. “ya, nanti saya ke situ” jawab saya. Sehabis makan aku penasaran mainan apa yang dia punya ? aku mendatangi pavilliun kiri, sambil jalan aku menoleh ke keranjang sampah, timun tadi rupanya sudah dibuang. Aku terus masuk dan rupanya sudah tergelar mainan perang milik pamanku sewaktu dulu. Aku senang dengan pasukan-pasukan mini dari plastic milik pamanku segera aku jadi asyik bermain. Mas Dwi lantas muncul dari dalam kamar tidurnya, aku perhatikan ia kelihatan bersih, sopan, badannya tinggi kulitnya tidak terlalu hitam. Ia duduk di lantai menemaniku, kami bincang-bincang sejenak, umurnya 26 tahun, baru-baru ini ia tidak lulus ujian sekolah guru olahraga, pantas saja badannya seperti atlit. Tanpa sadar aku bertanya :”timun di keranjang sampah tadi buat apa Mas ?” Ia kelihatan kaget seperti disambar gledek : “anu Den,….. saya ada sakit jadi musti diobatin pake timun rebus”jawabnya gelagepan. Aku dengan polos menanyakan lagi :”sakit apa Mas kog obatnya pake timun ?” Mas Dwi menjawab :”ah masa Den Iwan musti tau……nanti kalo udah SMA pasti juga tau, lagipula sakitnya dulu, sekarang sudah sembuh” Aku merasa puas dengan jawabannya, aku terus bermain-main, aku mengambil seekor kuda mini dan menempatkan seorang prajurit di atasnya. Mas Dwi lantas menawariku :”pernah naik kuda nggak ? sini yuk kita main kuda-kudaan” Ia lantas duduk di sofa dan menjulurkan kakinya supaya aku duduk di atasnya, kemudian ia mengangkat kedua kakinya naik turun sehingga aku serasa duduk di atas kuda. Ia melambungkan aku ke atas dan ke bawah, kakinya kuat, aku menggenggam kedua tangannya erat-erat sambil tertawa geli karena pahaku tergesek-gesek di kakinya. Puas berkuda-kudaan aku duduk di sebelahnya, ia mengelus-elus kepalaku :”Sudah malam tidur sana, besok bisa kesiangan” katanya. Aku kembali ke rumah utama, tapi aku belum mengantuk jadi aku memandang ke luar jendela belakang, aku melihat Mas Dwi keluar dari dapur membawa sebuah timun besar masih berasap, mungkin habis direbus. Pelan-pelan aku keluar, 2 pembantu perempuan tua itu masih sibuk juga menonton sinetron, mereka tidak sadar aku mengendap-ngendap ke pavilliun kiri. Aku masuk dan mengintip, Mas Dwi mencemplungkan timun rebus itu ke air es, membelahnya dengan pisau dan melubangi bagian dalamnya. Aku penasaran bagaimana cara ia mengobati dirinya. Kemudian Mas Dwi menyalakan TV dan memasang film jorok lagi, ia memerosotkan celananya, burungnya jauh lebih besar dari punyaku, digenggamnya sebentar, tak lama kemudian burung itu menjadi tegang besar sekali. Timun itu ditiup-tiupnya lantas burung yang sudah menegang itu dimasukkannya ke dalam lubang timun, digerakkannya naik turun berkali-kali. Tanpa merasa bersalah aku mendekat ingin melihat lebih jelas, Mas Dwi terkejut bukan kepalang melihat aku tiba-tiba muncul dibelakangnya. “Eeeeh….Den Iwan ngapain…..kesini, Mas lagi…” katanya terbata-bata, aku memandang ke selangkangannya penuh heran sambil berkata : “Gitu ya Mas cara ngobatinnya ?” Mas Dwi salah tingkah mau mencabut timun tapi nanti kemaluannya kelihatan, mau pakai celana tapi timunnya mau dikemanakan. Aku dengan polos duduk menemaninya di lantai sambil terus memandang tingkah lakunya. Sadar bahwa aku tetap tidak tahu menahu, akhirnya Mas Dwi melepas timun dari burungnya : “Nikh….biar Den Iwan tau, ini cara bikin besar burung, malu Den kalo laki-laki burungnya kecil, nanti nggak ada cewe yang mau” katanya sambil menunjuk alat vitalnya yang besar itu. Memang aku pernah mendengar ada perempuan yang senang dengan alat vital besar, jadi betul lelaki perlu punya alat vital yang bisa memuaskan perempuan. “Den Iwan punya mau digedein nggak” tanya Mas Dwi sambil meraih tanganku, aku mendekat dan diam saja ketika ia menarik lepas celanaku. Ia menyuruh aku duduk dipangkuannya, aku ingat tadi bermain kuda-kudaan, jadi aku menurut saja kata-katanya. Aku duduk dipangkuan menghadap mukanya, burung Mas Dwi bersentuhan dengan burungku, tanpa malu-malu Mas Dwi mengusap-usap alat vitalku, terasa ………seeeeeeeer……..nyaman dan enak. “Den Iwan coba pegang punya saya” bujuk Mas Dwi, karena aku merasa enak maka aku juga menganggap burung Mas Dwi akan merasa enak kalau aku elus-elus. Maka selama beberapa saat kami saling mengusap burung, rasa enak yang aku alami sungguh luar biasa, terlebih ketika Mas Dwi mendekatkan wajahnya ke wajahku, ia mencium pipiku, sebelah tangannya merangkul bahuku dan matanya dipejamkan, bibirnya tiba-tiba saja mendarat dibibirku. Aku merasakan sesuatu yang luar biasa, tanpa sadar aku berciuman, tanganku melepas burung Mas Dwi, aku merangkul lehernya dengan penuh kasih sayang sambil terus berciuman. Burungku menjadi sangat tegang, belum pernah aku merasa seperti itu, jantungku berdebar-debar tak karuan, antara takut, ingin dan penasaran. Tiba-tiba Mas Dwi menyuruhku berdiri, burungku panjangnya mungkin hanya 11 cm dan tidak besar, warnanya menjadi merah karena tegang setegang-tegangnya, tak kuduga Mas Dwi menciumi bawah pusarku, rasanya geli bukan main. Ciumannya tidak berhenti sampai disitu saja, malah turun ke bawah, sebelah tangannya memain-mainkan biji pelerku, sebelah lagi meraba-raba pantatku. Mulut Mas Dwi mulai menciumi batang dan kepala kontolku, aku menggigil kegelian dan keenakan, ia memasukkan kepala burungku ke dalam mulutnya dan memainkan lidahnya di dalam mulut, tanpa sadar aku berguman :”Massss……Dwwwwwiiiii…..” aku betul-betul pasrah karena merasa nyaman geli, enak luar biasa. Mas Dwi lantas menyuruh aku gantian :”Ayo Den gentian cium punya Mas, biar cepet gede” bujuknya halus dan penuh sayang, aku menurut saja, aku menciumi burung Mas Dwi, terasa hangat dan berdenyut-denyut, jantungku juga berdenyut-denyut berdebar-debar. “Den…buka mulutnya biar burung Mas bisa masuk……biar bisa disedot-sedot, nanti susunya keluar……minum aja biar cepet gede” bujuknya lagi. Aku dengan goblok menuruti kehendaknya, aku membuka mulut dan berusaha memasukkan burungnya ke dalam, apa boleh buat entah mulutku yang kekecilan atau burungnya yang kegedean sehingga tidak muat dan aku hanya bisa menjilat-jilatnya, pucuk kontolnya seperti rempela ayam, hanya bagian itu yang bisa aku sedot-sedot dan aku isap-isap. Mas Dwi menikmati karya pertamaku sambil mengelus-ngelus rambutku, punggungku dan sesekali ia menciumi kepalaku. “Deen……..sayaaang…… sayaaang……” bisik Mas Dwi berulang-ulang. Mulutku terasa letih jadi aku berhenti, sebagai imbalan kini Mas Dwi kembali mengoral milikku, ia mengangguk-anggukan wajahnya dengan mulut berisi burungku, rasanya memang luar biasa, seperti mau kencing tapi lebih enak lagi. Aku merintih-rintih keenakan mendesis-desis seperti lokomotif, tanpa sadar aku menutup wajahku dengan kedua belah tangan, perasaan enak, bingung, nikmat menjadi satu. Badanku semakin menggigil, Mas Dwi menekan pantatku erat-erat sehingga aku tak bisa bergerak, gerakannya maju mundur semakin cepat, burungku terasa licin di dalam mulut Mas Dwi dan akhirnya bergetar hebat saat aku merasa kencing di dalam mulut Mas Dwi. “Aaaaakkhhhh…….. ooooh aaaahhhhh……….” seruku tanpa sadar, aku merasa lemas disertai rasa nikmat yang tak terlukiskan, seolah ada suatu beban yang lepas, aku merasa lega dan bahagia. Mas Dwi menyeka mulutnya, lantas memeluk aku dengan sayang, burungnya masih tegang bahkan makin keras seperti kayu. Ia menciumi aku seolah-olah aku seorang bayi, aku merasa Mas Dwi betul-betul sayang padaku, sehingga aku merasa bersalah sudah kencing di mulutnya “Mas, maaf ya aku tadi pipis di mulut Mas Dwi” kataku sambil ngelendot di perutnya. “Ooooh tadi yang keluar bukan pipis Den….tapi sarinya susu, Mas sudah telan, nikh buktinya” jawab Mas Dwi sambil membuka mulutnya lebar-lebar, lantas mulut itu segera melomot bibirku, lidahnya dimain-mainkan dalam mulutku. “Den minum juga ya…..mau ya minum susu Mas, biar kita sama sama, tanda saling sayang” bujuk Mas Dwi padaku. Ia segera berdiri, mengocok-ngocok alat kelaminnya dengan cepat, matanya terpejam. Tangannya meraihku, mengelus-ngelus leher dan tengkukku lantas ia mendekatkan alat kelaminnya ke mulutku “Ayo Den, jilat-jilat, basahin pake ludah” Sebetulnya aku juga mulai terpesona dengan burung Mas Dwi, bentuknya bagus, keras dan hangat dalam genggamanku, baunya harum seperti sabun. Mas Dwi mengocok semakin cepat “Sayang buka mulutnya …..cepat …jilat …jilat …..sssssshhhhh ……sssshhhhhh ….sedot ujungnya ……..sssssshhhhh lagi….. terus sedooooooot ……..!!!” ………..dan……… creeeeeeeeeeeeeeeeeet …creeeeeeeeeeeeeeet susu Mas Dwi keluar dari lubang kencingnya, aku menyedot-nyedot cairan itu cepat-cepat, sebagian berceceran di karpet, tapi banyak juga yang kutelan. Rasanya aneh, getir seperti sirih, tapi ada manisnya, kental seperti susu. Mas Dwi lantas merangkulku sambil mengangkang di sofa, kami berdua tidak pakai celana dalam, berangkulan seperti orang berpacaran di film-film. Aku kembali ke rumah utama dan tidur nyenyaaaak sekali malam itu. Besoknya sepulang sekolah aku langsung ke pavilliun kiri mencari Mas Dwi, aku melihat tidak ada timun dikeranjang sampah. Mas Dwi aku temui sedang menggosok meja kuningan, ia tersenyum, melempar lap ke lantai dan menyambut aku dengan pelukan. “Den……Mas kangen sama kamu” ia mencium keningku, aku memeluknya dan mencium pipinya, aku merasa burung Mas Dwi hidup di dalam celananya, aku pegang sebentar dan bertanya :”Aku nggak liat ada timun di situ” jariku menunjuk ke keranjang sampah. Mas Dwi tertawa : “Selama Den Iwan di sini saya nggak perlu timun sayang” jawabnya. Aku segera mandi, makan dan kembali mencari Mas Dwi, siang itu kami mengulang perbuatan semalam, kali ini aku mulai lebih berani, aku mengajak Mas Dwi telanjang bulat, ternyata Mas Dwi sangat senang, aku dibaringkan di kasur, ditindih badannya dan digelutinya. Burung kami saling bergesekan, nikmat, geli apalagi disertai ciuman dan kitikan mesra. Badan kami berdua basah kuyup oleh keringat, saling memuntahkan air kenikmatan di dalam mulut. Aku ketagihan susu kelakian Mas Dwi yang rasanya sedap. Malamnya aku meminta Mas Dwi tidur menemaniku di rumah utama, kami main lagi sepuas-puasnya, telanjang bulat dan pelukan sampai pagi. Hal itu kami lakukan selama seminggu, sampai kakek dan nenekku pulang. Setelah itu aku kembali kerumahku, tapi kemudian dengan berbagai alasan aku setiap Sabtu sampai Minggu menginap di rumah nenekku, tiada lain hanya karena aku ingin disayang Mas Dwi, ingin diisap dan menikmati saripati susu kelakiannya. Beruntung ketika aku naik klas 2, nenek dan kakekku menyuruh aku pindah ke rumah mereka, karena rumah itu semakin kosong. Aku menempati pavilliun kiri, seatap dengan Mas Dwi, yang bekerja untuk pamanku. Tiada orang tahu kalau kami berdua punya hubungan khusus, setiap malam Mas Dwi tidur di kamarku, tiada malam terlewatkan tanpa bercinta. Hal ini berlangsung selama 3 tahun, sampai saat Mas Dwi pindah ke kota lain, menjadi wakil dagang perusahaan seorang pamanku. Aku sering rindu pelukannya, senyumnya, sedotannya saat aku memuntahkan sperma dan yang pasti aku merindukan alat kelaminnya yang selalu menyemprotkan saripati susu kejantanan untukku.

AKWANG Bulan September team kami harus mengunjungi tempat pengungsian minoritas Cina, letaknya di daerah perindustrian, kota kami tinggal. Kami siap-siap dengan berbagai kebutuhan pendidikan dan obat-obatan. Hari yang ditentukan tiba, kami datang dan disambut ramah panitia pengungsi, kami langsung membagi diri sesuai tugas masing-masing. Diantara kami semua, aku dianggap paling sabar dan telaten, jadi aku bertugas menemani orang-orang tua untuk konseling. Semua berjalan lancar dan menjelang makan siang ketika tiba-tiba suara menjadi gaduh, serombongan orang berlari ke sana kemari berusaha menangkap seorang anak muda Cina yang tampan. Ada yang tertawa geli ada yang menutup muka karena anak muda itu lari dari kejaran hanya memakai celana dalam yang sudah longgar. Ia berteriak-teriak yang tidak jelas. Akhirnya pemuda itu tertangkap, diikat dan dimasukkan ke kamar mandi. Seorang ibu menceritakan bahwa pemuda itu terganggu jiwanya, ia sulit diatur, semau-maunya dan merepotkan orang banyak, ia tidak mau makan kalau tidak cocok, tidak mau mandi berhari-hari dan lain sebagainya. Kami sedang makan siang ketika anak muda itu keluar dengan pakaian bersih, ia kelihatan rapi dan sepintas sama sekali tidak kelihatan sakit jiwa. Ia menolak makan bersama, ia melempar jatah makannya berhamburan bahkan sebagian mengenai wajah dan mukaku. Tapi kami yang jadi korban lemparan diam saja, meski dibujuk-bujuk dengan bahasa Cina ia tetap mogok, ia memutari meja berkali-kali dan tiba-tiba berhenti di dekat kami duduk. Ia menunjuk temanku Noni yang cantik lantas berkata dalam bahasa Cina :”saya mau duduk di situ, dia cantik” Teman saya Noni mengajaknya duduk sekaligus membujuknya makan, bahkan Noni mulai menyuapi anak itu perlahan-lahan. Si gila mau dibujuk, dan nurut dengan perempuan cantik. Anak gila itu bernama Akwang, kalau ia normal pasti banyak orang naksir dia, sayang sekali ia sakit jiwa. Aku memperhatikan cara dia makan, cara memandang dan fisiknya, wajahnya super tampan, tubuhnya tinggi, kulitnya seperti orang Cina kuning langsat, hanya aku lihat ada bagian-bagian berpanau di belakang lehernya, kukunya hitam-hitam. Sayang sekali anak seperti ini tidak diurus. Sehabis makan kami kembali ke tugas masing-masing, sialnya Akwang tidak mau ditinggal Noni, jadi Noni minta aku menemani. Kami mengajak Akwang bermain dengan cat dan kanvas, sebuah teraphy sederhana untuk melampiaskan emosi. Ternyata Akwang senang dengan mencampur warna dan membuat oret-oretan di kanvas, ia kelihatan gembira. Aku mulai mengajarnya membentuk sesuatu, ayam, bunga, matahari dan sebagainya, tapi Akwang selalu menggambar tubuh wanita. Menurut cerita orang-orang Akwang selalu mengganggu perempuan dan selalu memegang bagian-bagian vital perempuan cantik, mendengar itu Noni jadi ketakutan dan meminta aku menjaga Akwang extra ketat. Meski baru sebentar menemani Akwang, aku merasa ia menjadi jinak, ia lupa dengan Noni, asyik dengan mewarnai dan menggambar semaunya. Sore tiba, kami harus pulang, dengan hati-hati aku mengemasi alat-alat gambar dan berpamitan kepada Akwang. Tidak disangka Akwang menjadi marah, ia melempar koper kecilku dan menarik tanganku :”tidak….tidak boleh pulang…tidak boleh pulang” teriaknya. Gaduh sebentar, kemudian seorang Cina yang ditakutinya datang membujuk Akwang :”besok kakak ini datang lagi, besok ketemu lagi” tetapi Akwang malah menangis dan ia minta diijinkan ikut denganku pulang. Akhirnya teman-temanku setuju mengajak Akwang, dengan maksud jalan-jalan sejenak kemudian memulangkannya ke tempat pengungsian nanti. Akwang senang duduk di mobil kami, aneh, sama sekali ia tidak kelihatan sakit jiwa. Untuk menyenangkan hatinya kami mampir di Mac Donald, dia melahap Burger dengan ceria, begitu juga ia makan ice cream dengan normal. Kami semua sependapat bahwa Akwang memang lemah mental dan ia hanya stress, jadi ia harus diperlakukan seperti orang biasa. Setelah bertukar pikiran, kami setuju mengajak Akwang bermalam di tempat kami tinggal. Sesampainya di rumah setelah mandi dan ganti baju aku menyuruh Akwang mandi, sambil menunjukan baju ganti sepotong kaos yang bagus dan celana pendek Bali. Kelihatan Akwang sangat senang, mukanya berseri-seri, sewaktu ia mandi aku bilang sama teman-temanku :”yuk panunya kita obatin, kita urus dia baik-baik” semua juga setuju, jadi selesai mandi Akwang hanya memakai handuk di pinggang, ia di suruh telungkup dan punggungnya langsung digosok dengan obat panu, bukan main banyak panu si Akwang, bukan hanya di punggung, di lengan, di dada dan dipaha dan pantatnyapun penuh panu dan sejenis penyakit gatal remaja. Akwang tidak mengaduh atau mengeluh dengan obat panu yang panas dan pedih itu, ia hanya menyeringai. Pada bagian-bagian yang sangat sensitive teman-teman perempuan menyingkir, jadi aku saja yang mengoleskan dan mengobati selangkangan dan celah-celah paha si Akwang. Aku menelan ludah ketika melihat onderdil Akwang pertama kalinya, dalam keadaan mentah panjangnya hampir sejengkal, lingkarannyapun sangat besar. Aku membersihkan batang kelaminnya dengan alcohol, kapas segera menjadi hitam, kulupnya panjang, dengan cotton bud aku membersihkan kepala burungnya yang berwarna merah muda, kelihatan masih perjaka segar. Segala kotoran di situ yang seperti keju aku bersihkan dan aku usap dengan alcohol. Dalam waktu sejam selesai sudah tugasku, Akwang dengan kaos hitam dan celana Bali keluar kamar seperti orang dari salon, bersih dan normal. Malam itu kami keluar lagi mengajak Akwang keliling kota dan makan di restoran, ia menikmati malam itu dengan sungguh-sungguh. Sampai di rumah sudah jam 11.00 malam, semua ngantuk dan karena ranjangku paling besar Akwang dititipkan di kamarku, lagipula ia sangat jinak dan akrab denganku. Kebiasaanku tidur memang hanya memakai celana dalam dan sebelum tidur aku melapisi sprei dengan handuk besar karena aku agak takut panu Akwang menyebar dan menempel di kasurku. Melihat aku hanya memakai celana dalam, Akwang segera ikut-ikutan, ia membaringkan dirinya agak jauh dariku. Dalam pikiranku aku membayangkan Akwang yang sehat dan tidak berpanu memelukku dari belakang, berharap alat kelaminnya yang besar hidup menggeser-geser tubuhku. Imajinasiku belum selesai ketika tiba-tiba aku merasakan Akwang memelukku sungguh-sungguh, ia membalik tubuhku yang membelakanginya dan langsung menindih tubuhku. Mulutnya mengulum-ngulum bibirku, aku menepiskan mulutnya dan melengos, tapi Akwang berubah jadi marah, ia menamparku dan sekali lagi berusaha mencium dan menjilat bibirku. Gesekan tubuhnya menandakan ia sangat birahi, aku berusaha meraih alat kelaminnya karena penasaran sebesar apa burung itu kalau tegak. Alat kelaminnya nongol keluar karet celana dalam, ketika aku pegang sudah dalam keadaan basah oleh precum, memang sangat besar, aku berusaha menggenggam tapi terlalu besar. Akwang menjilati leherku dan dadaku, ludahnya membasahi tubuhku, ia sangat bernafsu, aku memeluknya dan meraba-raba celana dalamnya mencari biji pelernya supaya aku bisa remas. Dengan sekali tarik Akwang melepas celana dalamnya dan menarik celana dalamku, kami sama-sama telanjang bulat. Akwang menindih aku dan menggesek batang burungnya ke alat vitalku, aku mengelus-ngelus kepalanya menggeser-geser tanganku ke pipi dan dagunya supaya ia merasa relaks. Betul saja Akwang membalas sikapku dengan halus dan penuh perasaan, gilanya hilang. Ia butuh kasih sayang, aku mencium pentilnya dengan lembut dan mencium perutnya yang berbulu halus. Kontolnya yang besar dan panjang aku remas-remas dan kocok-kocok halus “ooooooooooh…….oooooooooh” desahnya pelan. Ia mencium keningku dan menjilati pentilku dengan mesra, tangannya menggosok-gosok belakang biji pelerku, lantas ia naik lagi ke atas tubuhku, menggeluti penuh kemesraan. Aku mengambil body lotion dan mengusapkan ke alat kelamin Akwang, sebagian aku oles ke selangkanganku, lantas aku menarik tubuhnya mencium bibirnya dan mengarahkan kontol Cina besar itu ke antara pahaku. Akwang memandangku penuh bahagia, ia tersenyum dan mencium bibirku lebih hot lagi sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya. Akwang mungkin belum pernah atau sudah lama tidak berhubungan sex sehingga kelihatan ia sangat menginginkan hubungan ini. Akwang tersengal-sengal menaikkan dan menurunkan pantatnya, sehingga posisi aku balik, aku di atas menjepit kontolnya dengan paha dan aku bergerak naik-turun membuat kontolnya enak. Betul saja, Akwang terpekik keenakan :”iiiiiiiiiiiiiihhhhhh” dan tangannya jadi sibuk memeluk dan meremas-remas tubuhku. Cukup lama kami bergesek-gesek demikian sehingga Akwang semakin nafsu. Kontolnya terasa seperti kayu diselipkan diantara pahaku. Aku juga merasa sangat enak karena gesekan perutnya yang berbulu halus……….tak kuat lagi akhirnya aku menyemprotkan sperma…….pppreeeeeeeet……preeeeeeet………. creeeeet. Rasa licin gesekan perut kami berdua membuat Akwang menjadi lebih nikmat dan 20 detik kemudian iapun ejakulasi…………ccccreeeeeeeeeeet……….creeeeeeeet……..crrreeeeeeeet ! Akwang mendesakkan kontolnya dalam-dalam ke selangkanganku, ia terengah-engah, tersengal-sengal dan tengkurap di atas tubuhku sampai tertidur. Aku tidak berani bergerak, diam saja sambil memeluk dan mengelus punggungnya, lantas aku jatuh tertidur. Aku terbangun ketika Akwang merebahkan diri di sampingku, tapi tangannya mencari-cari tubuhku, ia melanjutkan tidur dengan memelukku. Keesokan harinya kami kembali ke pengungsian, Akwang tentu saja ikut, ia diam saja seperti tidak terjadi apa-apa. Aku bersyukur, ia tidak membuat kegaduhan atau merepotkan. Hari berjalan biasa dan lancar, makan siangpun Akwang di sebelahku, semua orang berterima kasih. Sialnya sore sewaktu kami mau pulang, Akwang bersikeras mau ikut lagi, semua orang memandangku meminta persetujuan. Aku pura-pura berpikir dan seolah terpaksa aku berkata :”biarlah…dia ikut pulang” tapi di dalam hati aku senang sekali. Kami tidak langsung pulang tapi kami makan di Warung Padang yang terkenal enak, selesai makan, semua ngantuk dan letih, jadi kami pulang cepat-cepat. Aku masuk kamarku dan mandi, tidak lama aku dengar pintu kamar mandi di ketuk, ternyata Akwang dengan sopan meminta mandi bersama. Aku sebetulnya terkejut, orang seperti dia masih ada sopan dan tidak segila yang kami duga. Ia minta diguyur dengan air dan minta disabuni, aku memandikannya seperti bayi, bedanya burung dia naik dengan cepat begitu juga burungku. Kami saling menggosok dan mengocok dengan sabun, mulut kami sibuk berciuman, saling melumat, akhirnya kami saling berpelukan erat dan membiarkan kontol Akwang menyelip diantara pahaku, aku menggoyang-goyangkan pahaku maju mundur, Akwang hanya diam berdiri memejam mata keenakan. Untuk membuatnya senang aku membelakanginya, menyelipkan burungnya lagi diantara paha, dengan sebelah tangan aku menyambut kepala kontolnya setiap ia menekan kedepan, sehingga kocokan tanganku dan selipan di pahaku membuat rasa nikmat 2 in 1. Aku senang bermain-main dengan burung Akwang, panjang, besar dan keras. Goyang Akwang maju mundur semakin cepat, tangannya di peluknya ke dadaku, ia bergetar dengan cepat dan ia menekan kontolnya dalam-dalam, aku segera menjepitkan kontolnya lebih rapat. Kepala kontolnya menyembul di bawah burungku dan aku sambut dengan kocokan sehingga……..cccccrrreeeeeeeeeeeeeeeeeeet….cccrrrrrrrrreeeeeeeeeeeeeet !!! sperma Akwang menyembur kencang dan bertubi-tubi. Akwang hanya mengangakan mulutnya keenakan, tiada suara apapun keluar dari mulutnya. Sehabis mandi kami langsung naik ke ranjang, hanya berselimut tanpa pakaian kami memejam mata. Akwang kemudian merangkulku seperti orang dewasa, ia menciumi pipiku berulang-ulang, memelukku dan tidur pulas. Hari berikutnya Akwang masih ikut pulang ke tempat kami, malam itu untuk pertama kalinya aku meng-oral alat vitalnya, ia merasa senang dan sangat puas, tengah malam ia membangunkanku minta di-oral lagi. Hari ke 4, aku meminta Akwang menusuk alat vitalnya ke duburku, wajahnya berseri-seri dan bahagia, ia merasa lebih puas dan lebih nikmat. Hari ke 5, 6 dan 7 Akwang minta diisap, minta lubang dubur dan diisap lagi, setiap malam paling sedikit kami make love 2 kali. Aku tahu Akwang sangat menyukaiku, karena aku bukan saja sabar dan telaten mengurusnya tapi juga karena aku mampu memberi apa yang dicarinya “sex” ! Demikian terjadi selama seminggu, Akwang bersikap normal dan tidak mengganggu yang lain, jadi teman-temanku berkesimpulan Akwang sudah pantas ditinggalkan lagi di pengungsian. Sebetulnya aku tidak sependapat dengan hal itu, Akwang jinak karena nafsu sexnya terpuaskan, ia bisa stress lagi kalau tidak dapat melampiaskan nafsunya. Kami meninggalkan pengungsian karena tugas kami sudah selesai, meninggalkan Akwang yang memberiku kepuasan dan kenikmatan, begitu juga sebaliknya, aku telah memberi kepuasan kepada Akwang. Tentu ia akan merasa kehilanganku, aku kasihan dan berharap dapat berjumpa lagi secepat mungkin dengannya. Aku suka dan jatuh cinta dengan alat vital Akwang, besar, panjang, mulus dan sanggup ejakulasi 3 bahkan 4 kali.

###

20 Gay Erotic Stories from Safenias@yahoo.com

24/7/365

Tinggal di Arab merupakan sebuah kenikmatan, berbagai macam barang ada, harganya murah, bahan makanan dan minuman juga lengkap! dan hampir semua orang di sana yang kutemui baik-baik, terlebih para lelakinya selalu menawarkan kemaluannya dengan penuh keramahan.Setiap saat aku mau, selalu dapat kontol, pagi subuh nemu kontol, sarapan pagi….juga kontol ! jam sepuluh ada kontol, siang bolong

6 jam di jogja

Enam Jam Di JogjaIni bukan kisah sejarah perjuangan Pak Harto dalam masa Revolusi, meski judulnya sama tapi ini sejarah tidur dan bergulat dengan seorang Pakistan di atas kasur. Sama-sama seru ! Pak Harto berjuang mengandalkan pestol, cerita yang ini berjuang mengandalkan kontol.Begini ceritanya : Sebuah hotel baru akan diresmikan di daerah Losari, dekat Magelang, gerombolan kami turut di

A Tale From Arabia

A Tale From ArabiaSelama sebulan lebih aku harus bolak-balik Mecca-Medinah, tamu-tamuku bertebaran di kedua kota tersebut. Ada 36 orang di Mecca dan 54 orang di Medinah. Terus terang lebih banyak tamu-tamu menghabiskan waktu di Medinah, karena suasananya lebih damai dan sejuk. Begitu juga orang di sana jauh lebih ramah. Kotanyapun lebih rapih dan menyenangkan.Jarak Mecca -Medinah kutempuh

AKWANG

AKWANG Bulan September 2004 team kami harus mengunjungi tempat pengungsian minoritas Cina, mereka korban Gerakan Aceh Merdeka, letaknya di daerah perindustrian, kota di mana kami tinggal. Kami siap-siap dengan berbagai kebutuhan pendidikan dan obat-obatan. Hari yang ditentukan tiba, kami datang dan disambut ramah panitia pengungsi, kami langsung membagi diri sesuai tugas masing-masing.

arabian night

Sore itu aku baru saja mendarat di Ngurah Rai International Airport, segera check-in di Grand Bali Beach Hotel yang jauh dari hiruk pikuk, terlebih karena setumpuk pekerjaan yang harus kulakukan berada di daerah Renon, dekat dengan Sanur. Belum sempat beristirahat telponku berdering, rekan bisnisku mengajak makan malam di Jimbaran, segera kami meluncur ke sana. Waktu baru saja menunjukkan pukul 7

Bali The Heaven On Earth

Pagi-pagi Tante Ida menelpon dari Jakarta :”Man, anak lelaki sahabat Tante di Denver nanti mendarat jam 11 siang, mau liburan di Bali, maaf ya ! dadakan ! Tante sibuk, lupa kasih tau, nanti sekalian ke kantor, Tante transfer ke rekening BCA kamu buat uang pegangan…...” dan seterusnya…..ia memborong bicara, padahal aku masih ngantuk ! bayangkan aku baru tidur jam 2 dan jam 6 pagi Tante saya

Blitzkrieg !

Blitzkrieg !Halo-halo pencinta cerita homo ! Ini laporan pandangan mata, fresh report dari Dili, “kota sejuta kontol” Sore tadi bersama teman-teman saya pergi ngopi ke Area Branca, atau Pasir Putih, daerah tepi pantai dengan pasir yang warnanya putih. Areanya tidak besar, paling-paling hanya sepanjang 1 km, tapi di sore hari kota Dili tampak cantik dari sana, bukit-bukitnya terlihat biru dan

bread & butter

Pernah suatu kali Iwan Tirta mengatakan kepadaku “relations & sex” ibaratnya seperti bread & butter, tak terpisahkan seperti roti yang harus diolesi mentega. Hmmm….. coba pikirkan ! kata-katanya benar ! Pada pengalamanku, bila seks antara aku dan pasanganku cocok maka hubungan kami menjadi lancar, hal-hal kecil yang bisa menjadi biang keributan akan terselesaikan di atas ranjang. Atau

Dili 2008

Dili 2008Pertama kali aku melihatnya bulan Agustus 2008, di sebuah restoran bagi kalangan menengah di kota Dili, Timor Leste. Aku dan teman-teman sedang makan malam, tidak jauh dari tempat kami duduk rupanya ada perayaan ulang tahun. Sepotong kue taart besar di pasangi lilin digiring ke meja rombongan itu. Suasana penuh senda tawa dan bahagia, tiup lilin dan jepret-jepret mereka berfoto. Yang

Goyang Dombret

Goyang DombretAda sebuah kantor di sebelah ruko aku tinggal. Kalau hari Sabtu, kantor itu setengah hari, setiap Sabtu selewat jam 2 siang selalu kedengaran music dangdut di stel dengan sangat keras dari kantor tersebut, dan baru berhenti Senin pagi saat kantor buka lagi. Bayangkan dari Sabtu siang sampai Senin pagi semua tetangga harus menderita dengan music kampungan yang disetel dengan volume

Jakarta-Bandung-Jakarta

Jakarta-Bandung-JakartaHari Jumat jam 15.15 KA Parahyangan melaju dari Stasiun Gambir menuju Bandung, di atas kereta aku berkenalan dengan seorang pemuda ganteng, alis matanya tebal, bibirnya sexy, kesannya seperti Brad Pitt, tapi Melayu punya. Kami saling memperkenalkan diri, namanya Bagyo, lulusan Universitas Parahyangan, Bandung. Ia sendiri tinggal di Jakarta, tapi karena ada keperluan

Jakarta-Bandung-Jakarta Jilid II

Bagyo menyumpah-nyumpah kegelian “gue udah nggak tahan lagi nikh…..” ia mulai mempercepat goyangannya, maju mundur dengan cepat, gerakannya membuat aku kelabakan, aku mulai mengimbangi dengan menggenggam kontol itu, setengah masuk mulut setengah kujilat sambil kukocok dengan tangan. Bagyo semakin buas, tangannya menjambak rambutku menekannya sekaligus ke selangkangannya “niiiiiiiiikh… rasain

kenangan di masa lalu

Kenangan Di Masa Lalu (I)Hingga aku SMA, aku tinggal bersama orangtuaku di jantung kota Jakarta. Di sebuah rumah lama, peninggalan jaman colonial, rumah itu bagiku sangat besar, luas tanahnya saja 2000 meter. Rumah induk tempat keluarga kami tinggal membuat pembantu ngos-ngosan, karena sehari ia harus menyapu dan mengepel 2 kali. Karena terlalu besar, pavilion di sayap kanan disewakan

kisah cinta nan jauh di rantau

Mungkin aku pacaran sudah lebih dari 19 kali, maksudku pacaran yang serius, bukan sekedar hubungan badan biasa. Kadang menjelang tidur aku membuka-buka buku catatanku dan mengenang pacar-pacarku dulu. Salah satu diantaranya bernama Gandhi, karena ia paling romantic dan paling berbakti. Gandhi adalah salah satu pacar yang paling tidak akan kulupakan.Aku berkenalan dengannya tahun 1996, ketika

Kontol di Museum

Kontol di MuseumKalau kita pergi ke Museum Pusaka Nias, di Gunung Sitoli, kita akan terpesona melihat patung-patung batu berserakan di halaman Museum, di depan, ditengah, di belakang. Rata-rata semua punya gaya yang sama, seorang lelaki dengan kostum traditional berdiri tegap dengan buah dada besar dan alat kelamin berdiri tegak, semua terbuat dari batu.Sudah dua kali aku kesana, hari Sabtu

magnum force jilid I

Magnum ForceDi ujung Jalan Kajeng sedang dibuat Bale Banjar yang baru, tukang-tukangnya sebagian besar dari Jawa. Agak lebih jauh sedikit di teras sawah, tinggal temanku Yoko, seorang perempuan Jepang yang sedang belajar menari di Peliatan. Pondok Yoko bergaya Jepang dikelilingi kolam Lotus…romantis sekali, kalau bulan purnama aku selalu ke sana, mendengarkan music, minum brem atau arak atau

MANDREHE

MandreheMandrehe adalah sebuah desa kecil, di tengah Pulau Nias. Saya menyukai desa tersebut, letaknya tinggi di perbukitan, cuacanya sejuk, dari sebuah tempat di sana kita bisa memandang Pulau Sirombu dan birunya Samudra Hindia yang seolah tak berbatas. Indah !Pertama kali ke sana, saya tercengang melihat tempat saya harus menginap, sebuah kamar di Seminari yang tidak terurus. Perlu 3 jam

Nias Pulau Seribu Kontol Jilid II

Nias - Pulau Seribu Kontol Jilid IIBetul saja, jam 8 lebih sedikit Fasi datang naik sepeda, wajahnya cerah sumringah, ia menyandarkan sepedanya di tiang rumahku. “Bang perutku sakit, habis makan aku langsung ngebut naik sepeda” katanya manja, ia langsung menghempaskan pantatnya ke kursi rotan. Celana pendeknya sudah robek sebelah depan dekat selangkangan, aku perhatikan kakinya panjang dan

singing in the rain

Singing In The RainPerumahan Taman Setiabudi Indah di Medan sedang banyak membangun rumah mewah, bangunan setengah jadi ataupun tahap finishing gentayangan sepanjang jalan. Beberapa bangunan hanya dipagari seng, atau terbuka sama sekali, pemiliknya belum punya cukup dana untuk menyelesaikan rumah tersebut. Di bangunan-bangunan seperti itulah tukang-tukang jualan makanan bergerobak beristirahat

wayan

WayanSebulan sudah aku menetap di daerah Petitenget, Seminyak. Duapuluh tahun lalu tempat ini begitu sepi dan mungkin sebagian besar orang tidak tertarik berkunjung kesini. Tapi Petitenget kini berubah menjadi surga kaum pelancong bule kelas atas. Coba saja lihat Potato Head, W Hotel, Metish, Sardin, Bali Bakery dan semua tempat yang terbilang mahal ada di lokasi ini.Banyak hotel dan

###

Web-01: vampire_2.0.3.07
_stories_story