Gay Erotic Stories

MenOnTheNet.com

Breezy Autumn Series: Gede, Part 2

by Breezy Autumn


Breezy Autumn Series: "Gede!" Episode 2 "BUUU..." Masih didalam kamar, aku mendengar suara keras seorang laki-laki dari luar pagar. Penasaran, aku berjalan kearah beranda. Dibawah, Bik Warni berlari kecil menuju pagar dan membukanya. Lalu... ASTAGA! Monster Tampan itu! Dia mendorong gerobak masuk ke halaman rumah, lalu menurunkan 2 kaleng besar dan mengangkatnya menuju kearah dapur, lewat halaman samping. Aku bergegas mengganti celana dalamku yang basah kena sperma dan memakai celana pendek yang pertama kutemukan dari travel bag-ku, lalu segera turun ke dapur, yang terletak pada bangunan bagian belakang, terpisah dari rumah utama dibagian depan, oleh kolam renang dan taman yang terletak diantara kedua bangunan. Sebuah koridor panjang dengan tiang-tiang berukiran menghubungkan antara rumah utama dan bangunan belakang. Bagian belakang adalah dapur, kamar Bik Warni, kamar putranya, gudang dan ruang kerja Bik Warni. Tentu saja kerjaannya sebagai pengurus Villa Safir, sehingga 'ruang kerja' dan 'fasilitas'nya pun disesuaikan, seperti tempat cuci piring, cuci baju, jemuran, meja setrika, dan 'infrastruktur rumah tangga' lainnya. Si Tampan rupanya sedang mereguk air langsung dari sebentuk kendi (tempat air tradisional yang terbuat dari tanah liat) berwarna hitam. Dengan tangan kanan tergantung relax disamping badan dan jari-jari tangan kiri melingkar pada leher kendi, dia mengarahkan aliran air pada mulut corong kendi, yang berada 20 centi-an diatas wajahnya, jatuh mengucur tepat kearah mulutnya yang setengah terbuka. Mengetahui kehadiranku, dia sama sekali tak merubah posisi tubuhnya. Hanya bola mata coklatnya yang bergerak sensual, melirik lembut kearah pintu dapur. "Oh, Nak Ferry. Kenalkan ini putra Bibik," kata Bik Warni, sambil mengangkat beberapa piring kotor, kemudian keluar dapur meninggalkan kami berdua. Masih dengan kendi pada genggaman tangan kiri, Si Tampan menyodorkan tangan kanannya. Kusambar tangannya dan kujabat erat-erat. "Ferry..." Tubuhnya masih mengkilap dengan peluh bercucuran dan tumpahan air yang membasahi dada kekar dan lekukan-lekukan perutnya. Dengan nafas teratur, dia seakan sedang menghembuskan hawa maskulin kejantanannya. Aroma tanah dan angin laut terpancar lembut dari tubuhnya... GILA! So sexy inviting! Senyumnya kembali merekah, deretan rata gigi putih dan lesung pipit itu kembali menghiasi ketampanannya. Tipikal fisik wajah yang keras dengan rahang kokoh dan belahan sexy pada dagu. Namun dengan sorot mata yang teduh dan senyum manis itu... pemuda tampan ini justru menampakkan kesan yang... Hmm, kombinasi unik maskulinitas dan hati yang lembut... A Truly Gentle-Man! Genggamannya begitu erat dan hangat, seakan memancarkan sebentuk energi thermal yang menjalar ketubuhku melalui telapak tangan kami yang bersentuhan. Entah berapa puluh detik aku 'frozenly enchanted', sampai tanpa kuduga... Dia mengeraskan jabatan tangannya. Kabel-kabel otot pada lengannya mencuat ke permukaan. Ufgh! Menangkap perubahan ekspresi diwajahku yang menunjukkan sedikit kesakitan, dia agak melonggarkan genggamannya, dan berkata, "Gede!" OW, GEDE! (Gede berarti besar, dalam Bahasa Jawa dan Bali) What a name! Sungguh nama yang benar-benar PAS mendeskripsikan dirinya! Gede dimana-mana! Awak (badan) gede, otot gede! Dan, kelihatannya, KONTOL GEDE! "Tuan muda, maaf yang tadi dijalan," terdengar lembut suara bariton si Monster, yang mirip suara Josh Harnett, tapi lebih 'treble' dengan sedikit desahan. "Sekarang, saya harus mengirim susu ke para pelanggan. Nanti kita ngobrol lagi ya, Tuan?" kata si Macho, sambil menggodaku dengan mempamerkan kemampuannya mengontrol otot-ototnya. Dia menari-nari-kan otot-otot dadanya turun-naik bergantian yang kanan dan kiri. Menegangkan kedua bisep bergantian dengan trisep. Lalu dengan jemari tangan kiri meraba otot-otot perutnya, sementara jemari tangan kanannya mengusap-usap otot-otot di sekujur sisi depan paha kanannya yang menari seksi seiring gerakan memutar pergelangan kakinya. Lalu, tonjolan itu! Masih pada posisi relax dibalik kain cream, tapi terlihat menggelantung begitu besar, panjang dan liat! Mungkin ada sedikitnya 20 centi panjang dan 18 centi lingkar keliling tercetak pada kain celana yang hanya mampu meng-cover seperempat panjang paha dan sebagian saja panjang batang kejantanan si Macho. Sisa batang dan kepala penisnya tersembul keluar dari ujung celana sebelah kiri. Dalam kondisi tertidur, kepala penisnya sudah sedemikian menggairahkan, helm pink mengkilat setinggi 4 centi. Bahkan, pada batang kejantanannya, dapat kulihat sebentuk urat gemuk berwarna kebiruan melintang dari ujung pangkal bawah helm menjalar pada batang penis perkasa yang berwarna pink keunguan itu. Geeezh... What I will give anything to be that pants! And of course... To see The Whole Long Muscle Pole of a Huge Man's Manly-Part in its Full Power Size Glory! "Mari!" pamitnya, seraya mengangkat tangan kanannya keatas dahi mengusap peluh dan tangan kiri mengusap dadanya yang basah dengan gerakan memutar yang erotis! Berhenti sesaat ditengah celah dada kekarnya, si Macho ini menunduk mengamati otot-otot dadanya, dan... BUUUM! Serentak ditegangkannya kedua bola kawat baja itu! Darah segarnya langsung mengisi segenap pembuluh dan urat-urat tebal yang berserakan pada dua bidang dramatis itu. Celah dadanya sungguh menakjubkan! Nampak kokoh, begitu keras dengan ruas-ruas otot yang besar. Dengan senyum menggodanya dan sorot mata yang kini menatap tajam kearahku, jari-jemari tangan kirinya mengelus-elus dan memijit lembut otot-otot yang membengkak diseluruh permukaan dada bidangnya. Lalu dengan kedua lengan membentuk siku kedepan, Gede mengurai rambut ikalnya dari depan dahi kearah belakang. Urat-urat gemuk di sekujur lengannya berlomba-lomba menari diatas tonjolan-tonjolan otot yang mengembang saling berebutan tempat pada lengan kekarnya. Dengan rambut yang tergerai kebelakang, kini dapat kulihat wajahnya secara keseluruhan. Benar-benar ketampanan yang sempurna. Matanya, hidungnya, bibirnya, dagunya... Perpaduan unik Timur-Barat pada kulit kemerahan yang nampak begitu segar. Ketika siku tangannya mengarah keatas, yang terdisplay sekarang adalah otot dada samping dengan otot sayap punggungnya yang kokoh, juga... bulu-bulu halus pada ketiaknya yang masih tampak basah menggairahkan! Rambut pada ketiaknya tergolong jarang dan pendek, hampir tak nampak dibandingkan keseluruhan postur tubuhnya yang besar itu. Namun warna hitam dan bentuk ikal yang menjuntai manja dan nampak lengket karena basah pada permukaan kulit yang kencang itu... Si Tampan memberiku the last teasing dengan mem-flexing perlahan bodi kekarnya, a la "Abdominal Pose". Dengan kedua tangan dibelakang kepala, dia menegangkan seluruh otot-otot tubuhnya. Dada, bisep, bahu, paha, dan yang paling seksi saat ini... delapan tonjolan otot perutnya! Bidang padat itu membentuk lekukan-lekukan yang dramatis, masing-masing tonjolan tampak begitu tegang, keras, dan solid! Aku tak dapat lagi menahan ereksi dibalik celanaku. Si Tampan itu tersenyum simpul, melihatku kebingungan mengatur celana dan posisi berdiri. Tanpa berkata sepatah kata lagi, dia membalikkan badan 185 cm-nya. Lalu melangkah menjauh dengan kedua lengan mengembang disamping badan, sambil tetap melirikku nakal dan memainkan otot-otot punggungnya. Bola-bola otot pada betisnya bergerak turun-naik pada setiap langkah kakinya. Gaya melangkah yang benar-benar gagah! Aku tertegun sampai si Monster hilang dari pandanganku. "Gede kerja mengantar susu, telur dan material bahan bangunan setiap hari. Susu dan telurnya diambil dari peternakan di bawah bukit, sedangkan materialnya dari toko bahan bangunan di kota", jelas Bik Warni, sambil menata piring-piring pada rak, menjawab keherananku, "Lumayan, dia dapat penghasilan dan bisa makan telur ayam dan minum susu kesukaannya sepuasnya gratis setiap hari." "Berapa jauh, Bik, dari toko bahan bangunan kesini?" tanyaku penasaran. "Sekitar 10 kilo. Biasanya berangkat dari sini jam 8," jawab Bik Warni, "Saat berangkat, gerobaknya diisi buah-buahan, sayur-mayur dan umbi-umbian, hasil tani desa ini, untuk disetorkan ke koperasi tani dibawah bukit." Tata ruang dapur ini sungguh menarik, dengan dua pintu, satu menghadap ujung koridor, satu lagi mengarah ke halaman belakang. Sisi sebelah belakang sengaja tidak ditembok, hanya terpasang ruas-ruas kayu yang membentuk semacam jendela dan list sebagai pembatas ruangan. Dua gulung krey bambu tampak tergulung dan terikat rapi pada sisi atas diluar jendela. Pada posisi tidak tergulung, krey itulah yang berfungsi sebagai pelindung ruangan dari panas, angin dan hujan. Tapi siang begini saat matahari tepat berada diatas kepala, memang tepat bila krey tersebut sengaja digulung keatas. Dengan sisi yang terbuka itu, hawa sejuk dari arah halaman belakang dapat masuk dengan leluasa ke segala penjuru ruangan. Kami berdua duduk berhadapan pada meja kecil yang terletak disamping jendela kayu. Dari sini, terlihat jelas deretan pohon lengkeng (longan) dan rambutan yang berbaris rapi dikebun belakang. Warna kemerahan terlihat menarik pada beberapa pohon rambutan, yang menunjukkan saat ini merupakan musim berbuah. Sambil mengupas kulit rambutan yang dihidangkan Bik Warni, aku kembali melancarkan seranganku memuaskan rasa keingintahuanku. "Si Gede udah punya pacar, nggak, Bik?" "Wah, nggak tahu ya. Gede tuh anaknya pemalu kalo sama cewek, padahal banyak yang naksir loh. Tapi umurnya juga belum waktunya rabi (menikah)." Pemalu? Loh, apa nggak salah? Terang-terangan, dalam beberapa jam ini saja, sudah dua kali dia menggodaku dengan 'serangan' intens yang penuh pede, walaupun ~memang~ tanpa rayuan sepatah katapun... "Emangnya umurnya berapa?" "Bulan depan, Gede baru akan 17 tahun..." Tujuh belas tahun? So, this is explaining his gorgeous cute face. But, that fuckin' huge muscular hunk body on the 17 years old boy? "Gede suka olah raga, ya, Bik?" "Dari kecil, dia suka kerja keras. Dia rajin bantu Bibik cari kayu bakar, nebang pohon, cari batu buat dijual lagi. Yang ngangkat-ngangkat, ya Si Gede itu. Dulu dia sih sukanya bal-bal-an (sepak bola) sama anak-anak kampung sini di lapangan depan Balai Desa. Tapi sekarang sudah jarang..." "Loh, kenapa, Bik?" "Iya, teman-temannya gak suka main sama dia, karena sekarang dia jauh lebih besar daripada teman-temannya. Lagian, Gede sekarang banyak kerjanya kok, jadi gak sempat main-main lagi..." "Gede masih sekolah kan, Bik?" "Disini kalo mau melanjutkan ke SMU susah, Nak Ferry. Harus ke kota. Padahal Gede itu anaknya cerdas, suka belajar. Dia yang meraih NEM tertinggi se-SMP-nya didesa..." Mata Bik Warni terlihat berbinar-binar menceritakan prestasi anak semata-wayangnya itu. Wajahnya yang terlihat letih bekerja sepanjang hidupnya, masih menyisakan sedikit guratan kecantikan pada masa mudanya. Dari bentuk wajahnya, aku menduga darah yang mengalir pada tubuh Bik Warni bukan dari orang Indonesia saja. Dilihat dari hidungnya yang mancung dan mata yang lebar, mungkin sekali, Bik Warni masih keturunan Arab, Pakistan atau India. Badannya, meskipun agak kurus, tapi posturnya termasuk tinggi untuk ukuran wanita Indonesia, sekitar 170 cm. Struktur tulangnya juga besar dan kuat, khas wanita gunung. Jelas, Gede mewarisi sebagian kecantikan dari ibunya ini. Tapi, sebagian yang lain? "Loh, Bapaknya mana, Bik?" Bik Warni terdiam beberapa saat, lalu kulihat genangan air mata di pelupuk matanya. "Maaf, Nak Ferry, Bibik gak bisa cerita..." Wah, jangan panggil gue Ferry, si Ketua II Majalah Kampus, kalo gue gak bisa mengorek habis keterangan dari sumber berita! Tanpa pikir panjang, kulancarkan aksiku. Kuraih tangan Bik Warni, kugenggam lembut sambil kuelus halus untuk menenangkannya. "Bik, saya benar-benar tulus ingin membantu Bibik dan Gede. Saya janji tak akan pernah mencelakakan Bibik dan Gede. Saya hanya minta Bibik terus terang sama saya. Saya ini konco (teman). Saya ingin lebih mengenal Bibik dan Gede, supaya bisa membantu..." ucapku perlahan, namun jelas dan mantap. (Hehehe, emang apa hubungannya keinginan untuk membantu sama perlu tahu tetek-bengeknya orang itu? Kalo mau membantu, ya langsung ajalah kita bantu... Tapi, ini kan demi memuaskan rasa penasaran yang sesak memenuh di dada!?) "Ceritanya panjang, Nak Ferry. Hmm..." Bik Warni menarik nafas panjang, "Waktu itu Bibik masih muda, masih umur 15 tahun ketika ikut Pakde ke kota S. Bibik nggak tahu apa-apa, masih bau kencur. Kata Pakde, Bibik mau dikerjakan ikut orang, jadi pembantu atau pelayan. Ternyata, Pakde itu bukan orang baik-baik. Dia mengkianati Bibik. Dia menjual Bibik ke seorang mucikari..." Sampai sini, Bik Warni tak kuat menahan tangisnya. Kupindahkan kursi mendekat kearahnya, lalu kusodorkan sapu tanganku. "Terima kasih, Nak Ferry," Rupanya Si Bibik lebih memilih memakai kain lap untuk menyeka air matanya. "Sampai akhirnya, Bibik dipaksa harus melayani pelaut-pelaut dari Amerika. Tidak cuma tubuh Bibik yang sakit harus melayani nafsu bejat tentara Amerika yang besar-besar itu, tapi hati ini benar-benar hancur..." "Tenanglah, Bik. Saya mengerti, kok. Jadi, ayah Gede sebenarnya adalah tentara Angkatan Laut Amerika, ya, Bik?" tembakku tak dapat menahan rasa penasaran yang kian bergejolak. "Betul, Nak. Setelah kejadian itu, Bibik pulang kedesa, tapi diusir karena dianggap menjadi aib bagi warga desa. Lalu, Bibik pergi merantau ke daerah lain sampai melahirkan Gede..." "Kok bisa dinamai Gede, Bik?" tanyaku sambil tersenyum berusaha menentramkan. "Ya, sejak dalam kandungan ukurannya gede banget. Sampai keluarnya juga susah, karena ukuran tubuhnya memang besar, mungkin karena bibit dari bapaknya." GOT IT! Ini dia, yang sudah kuduga! Faktor Genetik! Pantesan aja, struktur tulang, badan dan otot si Gede lain dengan orang Indonesia asli. Juga warna kulitnya yang tembaga kemerahan itu. Apalagi wajah ganteng-nya yang 'indo' banget. Mata coklat yang dalam dengan sorot mata tajam, namun teduh dan ramah. Hidung mancung. Tulang pipi yang bagus dan bibir yang sexy! What a perfect species! "Nak Ferry, kalo mau makan siang, Bibik sudah siapkan sup ayam dan ikan goreng..." kata Bik Warni sambil menuju kearah kompor, memanaskan sup, lalu menyiapkan mangkuk hidangan. "Nanti Bibik siapkan meja makan di ruang tengah..." "Oke, Bik. Saya keatas dulu, ya? Oh, ya, Gede nanti pulang jam berapa?" tanyaku sambil membayangkan apa gerangan yang bisa kulakukan bersamanya... "Paling, satu jam lagi sudah kembali. Biasanya kalo sore dia suka mandi di telaga air terjun. Kalo Nak Ferry tertarik, nanti bisa pergi kesana bareng Gede," cerocos Bik Warni. A-HA! Mandi di telaga? Air terjun? Hohoho, darah disekujur tubuhku langsung berdesir membayangkan 'pemandangan' yang bisa kunikmati sore nanti... "Saya mau, Bik! Nanti kalo Gede sudah kembali, suruh kekamar saya, ya, Bik?" ~To be continued~ Catatan Penulis: Kisah ini hanyalah rekaan semata, walaupun beberapa unsur didalamnya diangkat dari kejadian riil dan pengalaman pribadi penulis. Thank you so very much for all friends, who has emailed me. Keep emailing me, guys! (breezyautumn@email.com) Don't wanna lose every of you! Keep waiting for the next episodes and stories! Coz I promise you... There'll be more and more explosure, drama and action! Also, I've created some new wonderful characters for the next stories on "Breezy Autumn Series". Well, like usual, for every of you, yang mau comment, saran, kritik, sharing fresh ideas, curhat, mau kenalan, mau tanya-tanya, anything~deh... Please email me at breezyautumn@email.com. Thanks and see you on "Gede!" Episode 3.

###

3 Gay Erotic Stories from Breezy Autumn

Breezy Autumn Series:

"Dari Balai Desa, jalan terus sekitar 100 meter, pada pertigaan belok kanan, lalu naik terus, ikuti jalur beraspal, kira-kira 300 meter. Villa Safir ada di sebelah kiri jalan, pagar besi tinggi berwarna coklat keemasan. Disana ada Bik Warni dan putranya, yang akan mengurus segala keperluanmu. Hati-hati, ya! Jangan keluar malam! Bahaya, penerangan disana masih sangat minim!"

Breezy Autumn Series: Gede! Part 3

Kamarku persis berada diatas ruang tamu, menempati posisi paling depan. Seluruh kamar dilantai atas ini terhubung dengan teras yang mengelilingi seluruh sisi bangunan. Melewati pintu kaca yang memisahkan kamar dengan teras, kuayunkan langkah gontai menuju pagar pembatas teras, yang terbuat dari besi berukir dengan model dan warna yang sama seperti pagar depan. View dari atas sini

Breezy Autumn Series: Gede, Part 2

Breezy Autumn Series: "Gede!" Episode 2 "BUUU..." Masih didalam kamar, aku mendengar suara keras seorang laki-laki dari luar pagar. Penasaran, aku berjalan kearah beranda. Dibawah, Bik Warni berlari kecil menuju pagar dan membukanya. Lalu... ASTAGA! Monster Tampan itu! Dia mendorong gerobak masuk ke halaman rumah, lalu menurunkan 2 kaleng besar dan mengangkatnya menuju kearah dapur,

###

Web-02: vampire_2.0.3.07
_stories_story