Gay Erotic Stories

MenOnTheNet.com

Hukuman Setimpal, Part 2

by ITB Guy


Tiba-tiba mataku tertumpu pada sebuah cam-recorder di atas meja belajarnya. Sebuah ide terlintas di benakku. Aku lepaskan cengkramanku dari rahangnya dan kemudian berdiri sambil terus menatap Chris, memperingatinya untuk tidak teriak. Dan dia memang tidak berani. Aku ambil cam-recorder itu dan mengecek isinya. Masih ada kasetnya. Aku rewind sampai habis dan kuambil tripod yang tersender di dinding di samping meja belajarnya. Aku susun tripod itu dan kuarahkan kameranya ke tempat tidur, di mana Chris hanya bisa menatapku dengan ketakutan. Aku tersenyum sinis ke arahnya. Kamera aku nyalakan dan kemudian aku berjalan kembali ke arah tempat tidur. Aku keluarkan pisauku. “Van….PLEASE. Tolong…jangan. Jangan Van…,” pintanya. Dia hampir menangis. Aku tampar wajahnya keras-keras dengan tanganku yang tidak memegang pisau. “Loe diam, Chris. Gue gak suka denger suara loe. Gua bakal bikin loe nyesel seumur hidup loe,” kataku. Aku duduk di atas selangkangannya, pas di atas kemaluannya. Dia menyerengit. Mungkin kontolnya agak sakit karena aku duduki. Aku tak peduli. Dengan pisauku, kupotong bajunya di bagian lengan dan bagian depan. Kemudian dengan mudah kurobek bajunya dari tubuhnya. Tubuhnya yang telanjang tampak mengkilap karena keringat. Dadanya yang bidang naik turun karena napasnya memburu. Otot-otot perutnya makin jelas terlihat karena seluruh badannya tegang. Aku lalu berdiri di ujung ranjangnya. Kuraih kakinya dan satu-persatu kulepas sepatu serta kaos kakinya. Kemudian aku membungkuk, melepas kancing dan retsleting jeansnya. Lalu dengan sekali hentak, kutarik celana jeansnya beserta celana dalamnya dari pinggangnya. Lalu aku menatapnya. Dalam keadaan telanjang bulat dengan tangan terikat di atas kepalanya, Christian tampak begitu tak berdaya. Tubuhnya yang berotot tampak penuh keringat. Kontolnya yang tidak disunat menempel di perutnya dalam keadaan setengah ereksi. Aku bisa melihat kepala kontolnya menyembul keluar dari kulupnya. Bulu jembutnya tampak lebat dan buah zakarnya penuh. Melihat pemandangan ini, kontolku langsung keras dan terasa agak sakit mendorong celanaku. Aku buka baju kaosku, dan kemudian celana panjangku. Tatapanku tak lepas dari Christian. Ketika kubuka celana dalamku, langsung kontolku berdiri sekeras batu. Chris tampak ketakutan melihat kontolku yang sepanjang 15 cm dan disunat. “Van…tolong….please, demi Tuhan. Don’t do this. Please….jangan,” Aku tak pedulikan rengekannya. Aku naik kembali ke atas tempat tidur dan duduk di atas kedua pahanya. Tangan kananku meraih kontolnya dan mulai aku kocok pelan-pelan sementara tubuhku membungkuk dan mulai menjilati pentil dadanya. Aku buka mulutku dan lalu aku hisap kedua pentilnya, yang kiri, kemudian yang kanan sementara tangan kiriku meremas-remas rambutnya. Di udara Bandung yang dingin ini, mulutku pasti terasa hangat di dadanya. Kontolnya di tanganku perlahan mulai membesar sampai akhirnya ereksi penuh. Chris hanya bisa merintih. Dia benar-benar ketakutan dan juga tampaknya kebingungan karena kontolnya bisa ereksi di tangan seorang cowok. “Van, berhenti Van….gua gak mau…gua gak mau,” Aku berhenti memainkan pentilnya dengan mulutku dan kutatap matanya. “Gak mau kata loe?” balasku dengan sinis. “Jangan bohong loe. Loe suka gua giniin kan? Lihat aja kontol loe sampe berdiri sekeras batu gini,” lanjutku sambil meremas batangnya yang sudah sepanjang 13 cm itu. Ia mengerang. Erangan kenikmatan. Dan dia tampak kaget mendengar suaranya sendiri. Aku tahu apa yang sedang ada dalam benaknya. Yang namanya kontol cowok itu memang mudah sekali dirangsang. Tapi Chris tampaknya merasa bahwa dia seharusnya tidak menikmati hal ini. Dia sedang diperkosa dan dipermalukan oleh seorang cowok lain. Tapi kenapa kontolnya ereksi? Bukankah itu artinya dia menikmati apa yang sedang terjadi? Aku biarkan dia dalam kebingungannya. Hal itu malah semakin menambah nafsuku. Tangan kananku berpindah lebih ke bawah dan aku mulai memijat-mijat buah zakarnya. Kujilati leher dan telinganya. Kemudian aku berbisik, “Gua bakal nyipok loe. Kalo sampe loe gigit bibir atau lidah gue, gue potong kontol loe. Ngerti?” Chris hanya terdiam. Aku jambak rambutnya dan kudekatkan telinganya ke mulutku. “Ngerti gak?” bisikku kembali dengan geram. Dia mengangguk pelan. Sambil terus menjambaknya, aku menciumnya. Dengan terpaksa, dia buka mulutnya dan membiarkan lidahku masuk kedalamnya. Kuhisap lidahnya dengan nafsu sambil terus memijat-mijat buah zakarnya. Kontol Christian terus dalam keadaan ereksi selama kami berciuman. Akhirnya aku lepaskan mulutnya dari genggaman mulutku dan sambil meremas kontolnya, aku tatap matanya dan kubilang, “Dasar gila, loe bener-bener suka rupanya diginiin sama gua, hah?” Chris tampak tercekat, kehilangan kata-kata. Dia tampak benar-benar tak percaya kontolnya masih terus keras di dalam genggamanku. Ini memang tujuanku. Aku tidak hanya memperkosa fisiknya, tapi juga memperkosa mentalnya. Pelan-pelan mulutku bergerak ke bawah. Ke dadanya, ke perutnya, sampai akhirnya mulutku berhenti tepat di atas kontolnya. Kujulurkan lidahku dan kujilat-jilat kepala kontolnya. Tubuh Chris sedikit mengejang. Aku tersenyum sinis ke arahnya. Kubuka mulutku lebar-lebar dan kumasukkan kontolnya ke dalam. Dia pasti merasakan kenikmatan ketika mulutku yang basah dan hangat menghisap-hisap kontolnya. Kedua tanganku menjamah tubuh bagian atasnya sembari terus menghisap kontolnya. Chris tampak tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mengerang. Dia tidak bisa mengabaikan kenikmatan yang aku berikan. Aku berpindah posisi. Aku duduk di dadanya sementara tangan kananku menjulur ke belakang, terus mengocok kontolnya. Kujambak kembali rambutnya dengan tangan kiriku, kuangkat kepalanya dan kuarahkan ke kontolku. “Gantian, Chris,” ucapku. “Sampe loe berpikiran macem-macem, gue bikin loe cacat seumur hidup,” ancamku sambil memperkuat genggamanku pada kontolnya. Chirs membuka mulutnya dengan enggan. Aku masukkan kontolku ke dalam mulutnya dan kudorong ke dalam kerongkongannya sampai dia tercekik. Kutarik lagi sampai hampir keluar mulutnya, kemudian kudorong masuk lagi. Chris tampak pasrah saja. Dia memejamkan matanya, mungkin berusaha melupakan hal ini sedang terjadi. Melupakan ada kontol cowok di dalam mulutnya. Melupakan kenyataan bahwa kontolnya tetap saja tegang selama ini terjadi. Akhirnya kutarik kontolku keluar dari mulutnya. Aku pindahkan tubuhku ke ujung ranjang dan kuangkat kedua kakinya. Kuletakkan kedua kakinya di atas bahuku dan kuposisikan kontolku yang basah oleh ludahnya di pantatnya yang bulat dan kencang itu. Aku sudah membulatkan tekad untuk tidak memakai kondom. Chris tampak sangat ketakutan. Dia mencoba menarik tubuhnya ke atas, menjauhi tubuhku, tapi aku cengkram kuat-kuat pahanya yang kekar dan berbulu itu. “Jangan coba-coba, Chris,” ancamku. “Van….ya Tuhan….tolong….jangan….jangan,” pintanya. Dengan jengkel, kutampar kembali keras-keras wajahnya. Kuambil robekan bajunya yang terserak di atas tempat tidur dan kusumpalkan ke mulutnya. Kuhisap jari tengah kiriku, kemudian aku masukkan pelan-pelan ke dalam lubang pantatnya yang masih perawan itu. Tubuh Chris mengejang begitu jariku masuk. Kugerak-gerakkan jariku keluar-masuk lubang pantatnya selama beberapa saat, kemudian kumasukkan satu jari lagi kedalamnya. Kudorong jari telunjuk dan tengahku sedalam mungkin, sampai aku bisa merasakan prostatnya. Kutekan-tekan prostanya itu dengan ujung jariku dan tubuh Chris mengejang-ngejang tiap kali aku melakukannya. Aku yakin dia tidak pernah merasakan sesuatu seperti ini sebelumnya. Akhirnya aku keluarkan jariku dan kuposisikan kepala kontolku yang telah dilumasi oleh ludahnya itu pas di depan mulut lubang pantatnya. Kucengkram kuat-kuat pahanya yang menempel di dadaku. Aku tatap wajahnya yang tampan dan penuh rasa takut itu. Keringat membasahi dahinya. Tatapannya mengiba, memohon aku berhenti. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya sambil berusaha memohon ampun dari mulutnya yang tersumpal itu. Aku membalas tatapan ibanya dengan senyuman sinis. Kemudian, sambil terus menatapnya, aku dorong pinggulku ke depan. Setengah kontolku masuk dengan cukup mudah ke dalam dan langsung kurasakan lubang pantatnya yang masih perawan mencengkram kuat. Tubuh Chris langsung mengejang. Otot-otonya berkontraksi. Napasnya tersenggal-senggal. Kepalanya mendongak, matanya terpejam, dan mulutnya mengerang menahan rasa sakit. Aku hanya diam menikmati pemandangan ini. Kubiarkan dia mengerang sampai rasa sakitnya mereda. Pastilah duburnya yang perawan itu terasa terbakar oleh kontolku yang cukup besar. Setelah beberapa saat dia mulai tenang, meskipun nafasnya masih terengah-engah. Dadanya turun naik dan dia masih memejamkan matanya kuat-kuat, menahan sakit. Kontolnya yang dari tadi terus-menerus ereksi akhirnya terkulai lemas di perutnya karena sakit yang dirasakannya. Akhirnya pelan-pelan dia membuka matanya. Begitu tatapannya bertemu mataku, langsung aku hujamkan sisa kontolku ke dalam pantatnya. Tubuh Chris kembali mengejang dan matanya kembali terpejam. Secara refleks, dia menarik lagi tubuhnya ke atas, berusaha menjauhi tubuhku dan mengeluarkan kontolku dari duburnya. Tapi aku terus menahan kedua pahanya kuat-kuat sehingga dia tidak bisa bergerak menjauh. Dia terus merintih sekuat tenaga. Jika saja tadi tidak kusumpal mulutnya, pastilah dia sudah teriak kesakitan. “Hmmmmh!!! Hmhhh…..NGGGGHHHH!!!!” rintihnya. “Kalo loe terus meronta kayak gini, makin tambah sakit, tolol! Diam dan rileks dikit!” perintahku. Aku melihat ke bawah. Kontolku sudah lenyap seluruhnya dari pandangan. Tubuh bagian bawahku tampak seperti menyatu dengan bokong Christian. Bulu-bulu jembutku menempel dan menggelitik pantatnya. Pemandangan yang sangat indah. Kucondongkan tubuhku ke depan sehingga wajahku berada tepat di atas wajahnya. Kedua telapak tanganku kuletakkan di sisi kanan-kiri tubuhnya. Kedua lututnya yang kuletakkan di bahuku tertekuk sampai hampir menyentuh bahunya sendiri. Ketika dia membuka matanya, hal pertama yang dia lihat adalah wajahku yang penuh kenikmatan. Lubang pantatnya terasa begitu hangat dan begitu kuat mencengkram kontolku. Sementara yang aku lihat adalah tatapan iba yang penuh rasa sakit dan rasa malu yang luar biasa. “Gimana rasanya Chris? Ada kontol cowok di dalam pantat loe. Gua lagin ngentotin loe, Chris. Enak kan? Loe suka kan?” ejekku. Christian hanya diam saja. Dan yang kutunggu-tunggu datang juga. Air matanya mulai keluar dari kedua matanya yang indah. Dia menangis. Sakit yang dia rasakan mungkin sudah mereda, tapi rasa malunya tentu tidak terbayangkan. Rasakan! Sambil tersenyum, aku mulai menggerak-gerakkan pinggulku maju mundur. Kutarik kontolku keluar sejauh mungkin sampai tinggal kepalanya di dalam pantat Chris, kemudian kuhujamkan kembali seluruhnya masuk. Aku melakukannya dengan tempo yang lambat, agar dia bisa benar-benar merasakan sensasinya. Keluar….masuk…keluar…masuk. Tiap kali aku menghujamkan kontolku dalam-dalam, dia mengeluarkan erangan pelan. “Hmh! Hmh! Hmh! Hmh!” Tiba-tiba saja aku merasakan sesuatu di sekitar perutku. Aku melihat ke bawah dan pemandangan di depanku membuatku tersenyum lebar. Kontol Christian tampak menegang kembali. “Bagus,” kataku dalam hati, “Ini lebih baik daripada yang aku rencanakan.” Aku tegakkan tubuhku tanpa sekalipun berhenti menyodok-nyodok kontolku ke dalam Christian. Kemudian aku raih kontolnya yang basah oleh ludahku ke dalam tanganku dan sambil pura-pura terkejut, aku berkata, “Hey, apa-apaan nih? Loe emang beneran suka rupanya Chris? Loe suka dientotin gua ya? Loe suka pantat loe dipenuhin kontol gue rupanya.” Mata Chris tampak terbelalak. Jelas dia tidak menyangka dan tidak mengerti bagaimana ini bisa terjadi. Aku cabut sumpalan mulutnya. Aku yakin dia tidak akan berteriak. Aku sudah cukup banyak mengancamnya dan dia tentunya tidak ingin ada orang yang menemukannya dalam posisi seperti ini. “Gila. Loe suka banget rupanya,” ejekku sambil terus mengentotinya dan mengocok kontolnya yang tegang secara bersamaan. “Loe udah pernah beginian sama cowok sebelum ini ya?” “Be…belum. Belum….pernah. Gu…gua gak suka kok. Gua…gak mau diginiin,” katanya terbata-bata. Suaranya bergetar. Bingung dan malu bercampur aduk. “Bohong loe. Loe emang suka. Kontol loe keras begini!” “Nggak! Nggak…ya Tuhan…please Van, berhenti. Please….tolong.” Aku mulai mengentoti Christian lebih cepat sementara tanganku terus mengocok-ngocok kontolnya yang tampak semakin memerah dengan tempo yang sama dengan gerakan pinggulku. Tanganku yang satu lagi mengelus-elus dada dan perutnya yang berkeringat. Chris sudah tak bisa berkata-kata lagi dan hanya mengeluarkan erangan-erangan kecil tiap kali kontolku kuhujamkan ke dalam duburnya yang kini sudah tidak perawan lagi. “Ngh! Ngh! Ngh! Ngh!” Tiba-tiba tubuhnya kembali mengejang dan dia mengeluarkan erangan panjang. Langsung kuhujamkan kontolku sejauh mungkin ke dalam pantatnya. Kontolnya di tanganku berdenyut-denyut dan cairan kental putih muncrat dengan derasnya keluar dari kepala kontolnya yang sudah merah. Dengan empat semburan kuat, pejunya mendarat di dadanya sendiri. Dinding lubang pantatnya langsung berkontraksi hebat dan mencengkram kontolku dengan kuat. Aku pun tak kuat lagi. Sambil mengerang, langsung aku semburkan air maniku memenuhi duburnya. Ya Tuhan, nikmatnya! Kami berdua terengah-engah dan pelan-pelan kurasakan kontolku yang sudah melemas keluar perlahan dari pantat Christian dengan sendirinya. Aku menunduk ke bawah dan dapat kulihat air maniku meleleh keluar sedikit demi sedikit dari dubur Chris. Tanganku masih memegang kontolnya yang kini terkulai lemas. Aku tatap tubuhnya yang indah dan berlumuran keringat bercampur air maninya sendiri. Dengan tanganku, kuusap pejunya ke seluruh tubuhnya secara merata dan sedikit aku usap ke bibirnya. Kemudian aku menciumnya dengan penuh nafsu. Dia tampak pasrah saja. Chris berbaring tak berdaya. Letih dan dipermalukan. Tatapannya kosong. Tampaknya dia masih tidak percaya dia bisa mengeluarkan peju saat diperkosa seorang cowok. Tidak hanya itu, dia melakukannya ketika kontolku masih di dalam duburnya. Air matanya mulai mengalir lagi. Aku benar-benar puas. Aku berdiri dan mulai mengenakan kembali pakaianku. Kemudian aku berjalan ke arah kamera yang telah merekam seluruh adegan tadi. Kutekan tombol eject dan kukeluarkan kasetnya. Aku acungkan kaset itu di depan mukanya. “Loe jangan pernah bilang loe gak enjoy, ya Chris,” kataku. “Gue punya buktinya. Bukti kalo loe tuh emang suka gue entotin. Loe muncrat deres banget tadi. Waktu kontol gue masih di dalem loe pula. Itu artinya loe suka. Jangan pernah lupa.” Chris hanya terdiam. Matanya masih basah. Dia tidak mau melihatku. Dia tampak ingin melupakan semua kejadian ini. Aku hampir kasihan padanya. Hampir. Untuk apa kasihan? Dia pantas mendapatkan ganjaran ini. Aku berjalan ke arahnya, kuambil sebuah kunci dari kantong celanaku, dan kubuka borgolnya. Kemudian kubantu dia duduk di atas tempat tidur. Dia masih telanjang, jadi aku ambil selimut dan kusampirkan di tubuhnya. Dia tampak seperti orang linglung. “Gua gak yakin loe bakal mau ke polisi untuk bilang ada cowok yang udah memperkosa loe,” kataku. Chris memejamkan matanya ketika aku menyebut kata “perkosa”. “Tapi untuk memastikan aja,” lanjutku sambil mengacungkan kaset video tadi ke depan mukanya, “Kalo sampe loe pergi ke polisi, gua sumpah gua bakal nyebarin film dari kaset ini. Percaya gua Chris, video ITENAS kemaren gak bakal seheboh kalo yang satu ini beredar.” Aku berdiri dan melenggang keluar. Kasih input dong ke girvan@eudoramail.com You’re all welcome.

###

9 Gay Erotic Stories from ITB Guy

Asisten Dosen, Part 1

Doddy Jadi asisten dosen di Jurusan Teknik Sipil ITB punya keasyikan tersendiri. Di jurusan yang hampir cowok semua gini, asdos seperti aku bisa dibilang punya kuasa penuh atas anak-anak tingkat dua yang mengambil mata kuliah tertentu. Kalau aku bilang tugas mereka gak beres, ya berarti tugas mereka gak beres. Mereka gak akan berani protes atau menggugatku. Berani pergi ke dosen?

Asisten Dosen, Part 2

Doddy Andri meronta-ronta hendak melepaskan diri. Aku bisa merasakan jantungnya berdegup sangat cepat. Teriakannya terbungkam oleh kaus kakiku yang kusumpalkan ke mulutnya. Tindakannya itu malah semakin membuatku bernafsu. Dia ternyata lumayan kuat. Tapi aku tidak sampai kewalahan menguasainya. Himpitanku semakin keras. Andri berusaha meludah dan mengeluarkan kaus kakiku dari mulutnya,

Asisten Dosen, Part 3

Akhirnya aku keluarkan kontolnya dari mulutku dan aku berdiri sambil menatap Andri. Wajahnya tampak sedikit bersemu merah. Aku tak lagi melihat penolakan dari matanya. Aku menarik tangannya dengan lembut ke arah meja belajarku. “Taro tangan loe di atas meja dan condongin badan loe sedikit ke depan,” perintahku. “Terus buka kaki loe sedikit.” Dia menuruti semua petunjukku. Aku

Asyiknya Digerayangin Yandi

Sejak Yandi, temannya sesama mahasiswa di ITB, masuk ke kost-kostannya di daerah Cisitu, Bandung, Irvan selalu membayangkan betapa nikmatnya kalau dia diberi satu saja kesempatan untuk menikmati tubuhnya. Yandi memang cowok yang cukup tampan. Tingginya sekitar 168 dengan berat 60 kg. Badannya lumayan berotot; Irvan tahu karena dia sempat beberapa kali melihat Yandi keluar dari kamar

Asyiknya Digerayangin Yandi, Part 2

Yandi terkejut ketika menyangka bahwa Irvan terbangun akibat perbuatannya. Secara refleks, dia lepaskan genggamannya dan dia tarik tangannya dari dalam celana Irvan. Tapi Irvan menahan tangan Yandi sehingga dia tidak dapat melepaskan genggamannya dari kontol Irvan. Irvan menatap wajah temannya dan dia dapat merasakan keterkejutannya. Irvan memberikan senyuman hangat ke Yandi dan dengan

Berenang di Klub Cinere, Mas 1

Semenjak aku kembali ke Jakarta setelah lulus dari ITB, aku jadi merasa tidak punya kerjaan sama sekali. Aplikasi yang aku kirimkan ke Nanyang Technological University di Singapura belum dijawab. Sementara selama masih belum ada kepastian apakah aku akan melanjutkan kuliahku di seberang lautan sana, aku memilih untuk tidak mengirim surat lamaran bekerja dahulu. Aku kangen sekali

Berenang di Klub Cinere, Mas 2

Aku putar kepalaku kembali menghadap shower yang mengucur deras. Sambil berpura-pura tidak memperhatikan Indra yang sedang menontoni aku mandi, kutuang sabun cair ke tanganku, kujatuhkan botolnya ke bawah, dan mulai menyabuni tubuhku. Tanganku bergerak pelan, menyabuni dada dan perutku. Lalu aku tarik tanganku ke belakang dan kusabuni tengkuk dan punggungku. Kemudian turun kebawah, ke

Hukuman Setimpal

Jam 10 malam. Christian seharusnya pulang sebentar lagi. Aku berdiri agak jauh dari rumahnya di daerah Tubagus Ismail, Bandung, di kegelapan malam. Jalanan sudah sepi. Semoga saja tidak ada yang curiga melihatku berdiri sendirian di dalam gelap, mengintai sebuah rumah. Kalau ada yang melihat, mereka pasti akan menyangka aku hendak merampok. Bukannya mereka tidak punya alasan untuk

Hukuman Setimpal, Part 2

Tiba-tiba mataku tertumpu pada sebuah cam-recorder di atas meja belajarnya. Sebuah ide terlintas di benakku. Aku lepaskan cengkramanku dari rahangnya dan kemudian berdiri sambil terus menatap Chris, memperingatinya untuk tidak teriak. Dan dia memang tidak berani. Aku ambil cam-recorder itu dan mengecek isinya. Masih ada kasetnya. Aku rewind sampai habis dan kuambil tripod yang

###

Web-01: vampire_2.0.3.07
_stories_story