Gay Erotic Stories

MenOnTheNet.com

Jadi pendatang haram dan jadi budakbelian, Part 2

by Sultan Pasha


Dalam keadaan telanjang bulat kami digelandang ke bagian lain dari kompleks atau kamp itu ke suatu bangsal. Lelaki berseragam itu semuanya tinggi besar kekar. Mereka membawa senapan. Di pinggang mereka tergantung rotan dan cemeti. Ternyata bangsal itulah tempat tinggal kami selama jadi tahanan atau sandera di situ. Kamp itu sangat sepi dan agaknya dikelilingi hutan lebat. Bangsal tempat kami dikumpulkan di kelilingi oleh pagar kawat tinggi, seperti penjara di Amerika Serikat. Bangsal itu kosong melompong, tidak ada barang sedikitpun. Tidak ada kursi, meja, lemari atau tempat tidur. Satu-satunya barang yang ada di bangsal itu adalah jam dinding besar di tembok. Di bagian belakang bangsal itu ada ruang besar dengan belasan pancuran dan belasan kloset jongkok. Rupanya tempat itu adalah kamar mandi atau bangsal mandi. Kami diperintahkan duduk di lantai dalam keadaan telanjang bulat. Ternyata sejak hari itu hingga kami dibebaskan, hampir satu tahun kemudian kami tidak pernah akan mengenakan pakaian lagi, selembar benang pun. Bahkan semiskin-miskinnya aku, tak pernah terbayang sebelumnya bahwa aku akan mengalami hidup setahun penuh dalam keadaan bugil terlanjang bulat di negeri orang, di luar negeri. Setelah itu, kami dihitung, diberi kalung dengan rantai seperti kalung nomor yang dipakai tentara Amerika. Sejak itu kami hanya dikenal dengan nomor. Nomorku adalah 019. Salah seorang polis itu memberi tahu :"Kalau awak nak berak, pegi di balik dinding tu la" (Maksudnya : Kalau kalian mau berak pergilah di balik dinding itu lah"). Memang pagi itu beberapa di antara kami ada yang belum berak waktu mandi tadi. Satu dua orang pergi ke belakang untuk kencing atau berak sambil berjalan telanjang bulat. Pemuda-pemuda kampung itu tubuhnya umumnya kekar, karena kerja di ladang dan banyak berjalan kaki atau kerja fisik dan kontolnya banyak yang lumayan besar, sebesar kontol kuda Arab atau kuda Australia. Itulah pertama kali aku melihat sekian banyak kontol dengan mata kepalaku sendiri, lengkap dengan jembutnya yang hitam dan lebat! Aku jadi ngaceng terangsang oleh pemandangan yang penuh dengan kontol yang semuanya sudah disunat itu. Tak lama kemudian kami diberi makan pagi yang dikemas dalam kotak plastik dan diberi sebotol air mineral. Kami makan bertelanjang bulat seperti monyet atau seperti budak negro waktu diangkut dengan kapal dari Afrika ke Amerika. Itulah seumur hidupku pertama kalinya aku makan bertelanjang bulat. Para polis itu kemudian semuanya pergi meninggalkan kami dalam keadaan terkunci di bangsal. Kami tak bisa ke mana-mana karena semua jendela berterali dan atapnya sangat tinggi. Untungnya kami bisa ke kamar mandi, karena kamar mandi itu merupakan bagian belakang bangsal yang hanya dipisahkan dengan tembok tanpa daun pintu. Karena masih kelelahan, kami langsung terkapar dan tertidur di lantai tanpa alas apa pun dan bertelanjang bulat. Bahkan aku yang anak petani miskin pun belum pernah tidur telanjang bulat di kampungku apalagi di lantai pula tanpa alas apa pun. Sekitar pukul 15:00 (aku lihat jam di dinding bangsal) para polisi itu kembali lagi. Kali ini mereka menanggalkan bajunya semua bertelanjang dada, sehingga tubuh mereka yang kekar dan berotot itu bisa kami lihat. Demikian pula rambut ketiaknya yang umumnya sangat lebat. Kami dikumpulkan lagi dan diberi penjelasan dalam bahasa yang menyerupai bahasa di negeriku tapi sedikit berbeda. Kami tak sepenuhnya mengerti omongan polisi itu. Tapi sepintas lalu mereka mengancam jika ada yang berani mencoba-coba melarikan diri dari situ akan ditembak atau dianiaya. Sekali-sekali mereka menunjukkan rotan dan cemetinya, sepertinya mereka mau mengatakan bahwa mereka akan meggunakan alat-alat itu untuk menghajar kami jika perlu. Tentu saja aku jadi terangsang melihat cowok yang tinggi besar sangat berotot itu mengancam akan menghajar kami dengan cemeti. Kontolku ngaceng keras sekali sampai terasa pegal dan mengeluarkan mazi, pre-cum atau "pra-pejuh". Setelah itu, hari-hari kami adalah hari-hari perbudakan. Tugas kami adalah melayani nafsu para polis itu. Mereka bergantian datang untuk melampiaskan nafsu sesama jenis mereka. Kami dipaksa melayani mereka. Jika tidak mau bekerjasama, mereka tidak segan-segan menyeret kami ke kamar siksa untuk "diberi pelajaran". Atau mereka juga tidak ragu-ragu menghajar kami on the spot, bahkan ada yang dihajar sampi semaput. Karena kontolnya berkali-kali disetrum sampai dia terasa lemas. Tamu-tamu di camp itu ada yang datang dengan helikopter.

###

7 Gay Erotic Stories from Sultan Pasha

Aku dientot dan dihajar Irvan sampai babak belur

Secara kebetulan aku membaca karangan Irvan di MOTN. Dia menggunakan nama "ITB Guy" dan karangannya ber-seri (2 nomor)dan menceritakan kisah tentang perbuatannya memperkosa seorang cowok ganteng keturunan Cina - bernama Christian yang ganteng,berotot dan tidak sunat - dan yang baru saja memperkosa seorang cewek. Ceritanya bagus dan membikin aku ngaceng berat. Oleh karena itu segera aku

Bergumul telanjang dengan pengawal penganten

Suatu kali aku menghadiri pesta pernikahan seorang teman. Mereka melaksanakan dengan adat Jawa. Seperti biasa pada awal pesta ada prosesi pengantin dan keluarganya. Di paling depan berjalan sambil menari seorang lelaki yang bertindak sebagai "pengawal penganten" atau disebut "cucuk lampah". Biasanya aku malu sendiri melihat lelaki menari seperti itu. Tapi malam itu aku menemukan

Di lokap imigresyen jembutku dicabuti paksa!

Aku sangat jengkel, marah, putus asa dan terhina dengan apa yang aku alami. Aku anak orang miskin yang coba mencari makan dan mengadu nasib di negeri jiran. Dengan menjual hampir semua yang keluargaku punyai, termasuk sebagian sawah orangtuaku, aku berangkat ke negeri jiran melalui jasa suatu perusahaan pengerah tenaga kerja sialan. Aku orang bodoh dan orang miskin tidak tahu jenis

Jadi pendatang haram dan jadi budakbelian (Part 1)

Keadaan ekonomi yang demikian buruk di desaku menyebabkan aku dan beberapa teman mencoba mengadu nasib di luarnegeri. Orang tuaku praktis sudah tidak punya apa-apa, karena sawah-ladang yang tergadai akhirnya harus diserahkan untuk bayar hutang. Sebagian sawah lainnya, yang warisan kakekku diambil paksa oleh orang bersenjata dan kami orang kecil tak berdaya. Seandainya rumah kami terletak

Jadi pendatang haram dan jadi budakbelian, Part 2

Dalam keadaan telanjang bulat kami digelandang ke bagian lain dari kompleks atau kamp itu ke suatu bangsal. Lelaki berseragam itu semuanya tinggi besar kekar. Mereka membawa senapan. Di pinggang mereka tergantung rotan dan cemeti. Ternyata bangsal itulah tempat tinggal kami selama jadi tahanan atau sandera di situ. Kamp itu sangat sepi dan agaknya dikelilingi hutan lebat. Bangsal

Pengalaman bekerja ilegal di negeri jiran

Seperti jutaan orang lainnya, karena didera kemiskinan di negeri sendiri, aku terpaksa mencoba mengadu nasib di negeri jiran. Datuk Seri Mahathir Muhamad dalam buku "The Malay Dilemma" menyatakan bahwa semua orang Melayu yang tinggal di negara Brunai, Indonesia, Malaysia, dan Singapura, tidak pernah menjadi tuan rumah di tanah leluhurnya. Pada kenyataannya semua orang Melayu di Asia

Pengalaman buruk jadi tahanan imigresyen

Setibanya di Nunukan tiba-tiba saja aku jumpa Warno."War", kataku, "Mas", katanya setengah berteriak. Kami langsung berpelukan erat sekali, air mataku tak terasa berlinang, kerongkonganku tersumbat, demikian juga Warno. Kami sama-sama jadi buruh bangunan di KL (Kuala Lumpur), ketika kemudian kami saling berpisah. Aku ikut Bang Zarmi dan Warno membawa nasibnya entah kemana. Kami ngobrol

###

Web-04: vampire_2.0.3.07
_stories_story