Gay Erotic Stories

MenOnTheNet.com

Meluasnya kecabulan, liwath dan tindakan sungsang

by Putrajaya


Genap sepuluh tahun sudah aku mengadu nasib di negara tetangga. Mula-mula aku datang baik-baik sebagai pekerja tamu dalam usiaku yang masih belia 18 tahun. Sekarang usiaku sudah 28 tahun. Aku tak tahu apakah aku harus menyesali nasibku berkeliaran di negara orang lain untuk cari makan. Atau mensyukuri, karena jika tetap di negeri sendiri mungkin aku sudah jadi gembel, maling, preman atau rampok karena tekanan ekonomi, seperti banyak terjadi dengan sobat-sobatku di kampung halamanku. Jangan-jangan malah aku sudah lama mati dibakar masa karena maling sepeda motor. Pada awalnya aku bekerja baik-baik jadi kuli perkebunan, kuli bangunan, juga kerja jadi pelayan toko. Akhirnya aku terjerumus jadi gigolo, tapi bukan melayani perempuan tapi melayani sesama jenis. Untunglah kedua orangtuaku telah berpulang, kalau tidak apa yang harus aku katakan kepada mereka, apa kerjaku di luar negeri? Apakah aku harus berbohong? Rasanya aku tak akan sanggup berbohong pada orangtua sendiri. Tanpa kusadari, dalam 10 tahun telah begitu luas dan jauh pengembaraanku. Dari Kota Bahru di perbatasan Thailand sampai ke Tawau di Sabah. Aku pernah kerja di Semenanjung (Penang, Malacca, Kuala Lumpur-KL, Johor Bahru-JB), Sarawak (Kuching, Sibu, Miri), dan Sabah (Kota Kinabalu dan Tawau). Jika semuanya berjalan normal mungkin aku sudah lama jadi citizen (warga negara) di negara tetangga ini. Tetapi nasib menyuratkan lain. Kontrakku yang pertama di kebun kelapa sawit dengan gaji yang tidak masuk akal (terlalu banyak potongan untuk perusahaaan pengerah tenaga kerja) menyebabkan aku kabur dan kehilangan identitas, paspor dan surat-surat lainnya. Bukan hanya penghasilan yang praktis tidak ada selama di kebun kelapa sawit, tetapi perbuatan liwath (homoseksual) dan sungsang (sodomi) yang begitu merajalela di kalangan para pekerja bersama dengan majikan, penyelia (supervisor atau mandor), polis di-raja jabatan imigresyen, dan askar yang lama-lama membikin aku merinding. Aku takut kena kutuk seperti cerita Sodom dan Gomorah!.Padahal ada undang-undang yang melarang hubungan liwath dan sungsang. Tetapi bukankah memang peraturan dibuat untuk dilanggar?. Akibatnya, bagaikan seorang gembel aku tiba di KL (Kuala Lumpur) untuk jadi kuli bangunan. Itu pun beruntung aku sempat jumpa sahabatku Surip, kalau tidak, mungkin sudah dulu-dulu aku jadi sundal lelaki (pelacur pria) di negeri jiran sialan ini. Rupanya kerja kuli bangunan pun ujung-ujungnya berakhir pada perbuatan cabul juga : liwath dan sungsang. Di lokasi pembangunan perumahan, pertokoan atau perkantoran selalu saja ada orang yang mengajak untuk berbuat liwath atau sungsang secara baik-baik atau secara paksa. Boleh dibilang 80% penyeliaku (mandor atau supervisor) selalu minta diisap kontolnya atau minta supaya mereka boleh menyodok (dengan kontol mereka) pantat para pekerja yang diawasinya. Yah, meskipun aku kabur dari kebun kelapa sawit antara lain karena bosan dan takut dengan liwath, tapi mungkin karena aku gay dan masih dalam puncak libido (waktu itu usiaku sekitar 18-20 tahun),aku tak mampu menolak godaan untuk liwath selama di KL (Kuala Lumpur). Yang aku sedihkan adalah bahwa yang gemar berbuat liwath justru orang dari puak (bangsa) yang serumpun dengan aku. Rasanya di negeri asalku, jarang aku mendengar orang berbuat liwath, apalagi terang-terangan. Waktu aku jadi kuli kebun dan kuli bangunan berkali-kali aku mendapati teman atau penyeliaku sedang bersama kuli atau penyelia lain dan sedang saling mengisap kontol atau sedang menyodok pantat (persis seperti dua ekor anjing sedang ngentot). Jika kedapatan orang lain, mereka tidak tampak malu bahkan lebih sering salah satu atau keduanya mengajak: "Come join us" (artinya :"Mari gabung dengan kami") atau "Dah ini dengan awak la" (="Setelah ini dengan kamu, ya"). Gila! Bahkan aku pernah kemalaman di lokasi pembangunan di KL, sehingga terpaksa tidur di lokasi. Rupanya banyak teman-temanku yang sering tidak pulang, karena malamnya mereka melakukan orgy (pesta seks) dalam kegelapan. Orgy biasanya dilakukan di lokasi pembangunan gedung bertingkat, terutama di lantai atas (lantai 4 ke atas) karena nyamuk tidak bisa terbang setinggi itu, sehingga mereka bisa pesta seks dengan nyaman tanpa diganggu nyamuk. Pesta seks ini diikuti oleh lelaki dari mana-mana. Belakangan aku baru tahu mengapa lokasi pembangunan disebut juga "Tempat Pancut Malam" (artinya : "Tempat eyakulasi di malam hari") Oleh karena itu aku cenderung mengatakan bahwa tuduhan sodomi kepada Datuk Anwar Ibrahim yang dilakukannya pada supirnya Suryadharma kemungkinan besar benar adanya. Tetapi tuduhan itu berlatar belakang politis, karena perbuatan liwath dan sungsang sebetulnya sangat umum dilakukan dan sudah mendarah daging di kalangan lelaki (baik yang sudah menikah atau yang belum menikah) di seluruh negara jiran sialan ini. Di jabatan kerajaan, perbuatan liwath ini justru sangat meluas di 3 kalangan, yaitu : Polis Di-Raja, Imigresyen dan Askar!. Apakah karena sebagian besar atau seluruh ahli (anggota) dari kaki-tangan (aparat) kerajaan ini adalah laki-laki atau karena mereka sering tidur bersama di dorm (asrama) ataukah ada faktor lain tidak pernah diselidiki. Yang jelas semua tahanan (khususnya pendatang haram) yang laki-laki pasti pernah diperkosa oleh polis atau jabatan imigresyen.Temanku yang pernah masuk di tahanan imigresyen juga menceritakan, kadang-kadang askar (tentara) juga dijemput (diundang) untuk "join" pesta liwath dan pesta sungsang di tahanan atau di kem (camp). Yang dijadikan mangsa biasanya tahanan dari puak serumpun atau orang Bangladesh.Kalau tahanan membangkang atau menolak diperkosa akan dianiaya dan akhirnya diperkosa juga. Bahkan sebagai hukuman mereka tidak diberi makan minum beberapa hari. Agar tidak mati kelaparan, tahanan itu dipaksa mengisap kontol penjaga lalu menelan pejuh yang keluar dan minum air kencing yang keluar langsung dari kontol penjaga itu. Waktu aku sudah jadi gigolo, aku pernah tanya pada seorang polis yang sedang aku layani, kenapa mereka suka memangsa puak serumpun dan orang Bangladesh. Dia menjawab dengan jawaban cabul sekali : "Diaorang tue butuhnya disunat la, kalau tak sunat mana sedap" (artinya :"Orang-orang itu kontolnya disunat, kalau tidak sunat tidak nikmat"). Bangsat! Di banyak tempat tahanan imigresyen di Semenanjung (bagian barat negeri jiran sialan ini), sudah bukan rahasia umum bahwa para tahanan laki-laki disekap dalam keadaan telanjang bulat. Apa maksudnya tidak jelas, kecuali bahwa petugas di kem (camp) itu memang gemar sekali melihat lelaki telanjang bulat, khususnya bagian kontolnya. Setiap malam, para tahanan itu dipaksa untuk mengisap kontol penjaga kem atau menjilati pantat penjaga. Setelah itu penjaga sendiri yang memaksa tahanan untuk menyerahkan kontol mereka untuk diisap dan lobang pantat mereka untuk dientot. Memang keadaan ekonomi di negeri jiran sialan ini sudah membaik sehingga gaji kaki-tangan kerajaan pun lumayan. Sehingga gizi mereka juga baik. Apalagi, pasaran Viagra ternyata sangat baik di negeri jiran ini. Praktis semua lelaki di negara ini menyimpan Viagra. Mereka makan Viagra justru waktu akan melakukan hubungan liwath (homoseksual). Karena mereka memang lebih menyukai hubungan sejenis daripada hubungan seks dengan wanita atau bahkan dengan isterinya sendiri. Volume ekspor obat kuat dari negeri asalku juga termasuk yang terbesar ke negeri jiran ini, baik : Jamu Kuat Lelaki, Jamu Tongkat wasiat Madura, Kapsul Kuku Bima, Pasak Bumi, maupun Irex. Mereka sendiri sudah rutin minum : Tongkat Ali. Semua lelaki yang sudah akil-balik (masuk pubertas) di negeri jiran ini diajari ayah mereka minum Tongkat Ali. Biasanya ayah atau abang mereka akan tanya :"Kau dah keluar mani belum?", kalau dijawab "Dah" (artinya : "Sudah") uang saku mereka ditambah untuk beli Tongkat Ali. Akibat meluasnya konsumsi Tongkat Ali ini, incest antara anggota keluarga sejenis (laki-laki) juga hal yang sangat umum di Malaysia. Ini akibat meningkatnya ekonomi yang justru menjurus kepada naiknya konsumsi obat-obat pemuas hasrat homoseksual! Lama-lama aku bosan jadi kuli banguann dan juga khawatir celaka. Seorang temanku jatuh dari bangunan (padahal tidak ada jaminan dan asuransi). Maka aku kabur lagi dari kerja kuli bangunan dan aku ikut Suhaimi yang menjadi semacam mucikari untuk gigolo lelaki. Suhaimi yang juga puak serumpun dan hiperseks, memang sudah lama mengincar aku, karena dilihatnya aku bersih, ganteng dan kekar. Hingga cerita ini kutulis di MOTN, delapan tahun sudah aku jadi pelacur yang melayani sesama jenis. Aku tidak peduli dengan Immigration Act yang baru, sekarang aku masih menetap tanpa paspor di negeri jiran sialan ini dan tetap saja melayani tamu-tamuku. Mereka umumnya ahli (anggota) Polis Di-Raja, Imigresyen atau Askar. Apakah aku kelak akan mati di negeri tetangga ini : karena sakit AIDS, dibunuh langgananku (untuk menutupi rahasia homoseksualitasnya), atau mati disiksa dalam kem imigresyen Malaysia karena membangkang tak mau diperkosa petugas, kita lihat saja nanti!.

###

4 Gay Erotic Stories from Putrajaya

Jadi pelayan pria penikmat hubungan sejenis

Seperti halnya di berbagai negara maju maupun berkembang undang-undang anti-pelacuran sama sekali tidak efektif. Sebab para penegak hukum sendiri adalah pelanggan rumah-rumah bordil atau rumah pelacuran tersebut. Di negara-negara Asia Barat (Timur Tengah), pelacuran dilakukan di rumah-rumah penduduk dan pelanggannya juga para penegak hukum sendiri. Di Singapura, hotel-hotel besar kecil

Meluasnya kecabulan, liwath dan tindakan sungsang

Genap sepuluh tahun sudah aku mengadu nasib di negara tetangga. Mula-mula aku datang baik-baik sebagai pekerja tamu dalam usiaku yang masih belia 18 tahun. Sekarang usiaku sudah 28 tahun. Aku tak tahu apakah aku harus menyesali nasibku berkeliaran di negara orang lain untuk cari makan. Atau mensyukuri, karena jika tetap di negeri sendiri mungkin aku sudah jadi gembel, maling, preman

Menjadi makelar pramugara di Singapura

Setelah bekerja di negara jiran sialan aku berhasil menye-linap ke Singapura. Aku juga tidak paham mengapa Singapura suatu negara yang terkenal tertib juga dapat ditembus tanpa paspor. Yang pasti orang-orang yang kubayar untuk "mengurus" pelarianku ke Singapura terdiri dari Cina dan Melayu. Jadi, korupsi dan kebrengsekan lain memang terjadi dimana-mana di rantau ASEAN ini. Aku bisa

Pengalaman dan deritaku di daerah rawan konflik

Pembaca, ini adalah kisah nyata yang benar-benar aku alami. Aku adalah seorang mahasiswa di suatu kota besar di daerah konflik di negaraku. Konflik ini sudah berjalan lebih dari duapuluh tahun.Artinya sudah dimulai sebelum aku lahir. Aku sekarang berumur 19 tahun. Sudah ribuan penduduk sipil yang mati konyol sia-sia dibunuh kedua belah pihak yang bertikai untuk urusan yang tidak

###

Web-02: vampire_2.0.3.07
_stories_story