Gay Erotic Stories

MenOnTheNet.com

Pengalaman bekerja ilegal di negeri jiran

by Sultan Pasha


Seperti jutaan orang lainnya, karena didera kemiskinan di negeri sendiri, aku terpaksa mencoba mengadu nasib di negeri jiran. Datuk Seri Mahathir Muhamad dalam buku "The Malay Dilemma" menyatakan bahwa semua orang Melayu yang tinggal di negara Brunai, Indonesia, Malaysia, dan Singapura, tidak pernah menjadi tuan rumah di tanah leluhurnya. Pada kenyataannya semua orang Melayu di Asia Tenggara adalah budak dari : rezim-rezim otoriter, penguasa yang tidak becus, monarki absolut, budak orang asing atau budak bangsa lain. Datuk Seri (begitulah "rakyatnya" memanggil dia) sendiri bukan orang Melayu. Nenek moyangnya berasal dari salah satu wilayah di anak benua India - yang dulu ketika nenek moyangnya bermigrasi ke Malaya seluruhnya adalah koloni Inggeris - dan sekarang menjadi Bangladesh. Oleh karena itu dia bisa melihat persoalan dengan "lebih jernih" dan tidak mempunyai hubungan emosional dengan puak Melayu. Hal ini tampak jelas dari kebijakan politiknya dalam hubungannya dengan negara-negara Melayu tetangga termasuk tindakannya kepada Datuk Anwar Ibrahim, bekas Wakil Perdana Menteri-nya, maupun tindakannya mengusir dan mencambuki pencari kerja orang Melayu dari negeri tetangga. Aku sendiri sebetulnya tidak berminat bekerja di negeri jiran yang berlagak suci tapi isinya penuh kecabulan homoseksual ini. Aku lebih suka bekerja di negara yang lebih maju seperti Amerika Serikat, Canada atau Australia atau negara Eropa. Tapi apa daya aku tidak punya uang untuk mengurus tetek-bengek perizinan birokrasi yang bernilai jutaan di negeri asalku (yang tidak jelas apa perlunya kecuali untuk mengutip uang dan memeras rakyat miskin saja!). Sebagai anak petani miskin, aku nyaris tidak punya apa-apa kecuali : jiwa dan badan berikut kontolku saja. Secara harfiah betul-betul aku hidup di negeri jiran dengan mengandalkan jiwa, badan dan kontolku. Beruntung aku dianugerahi wajah yang lumayan dan latar belakangku dari keluarga petani miskin justru membikin fisikku kuat dengan tubuh atletis yang berotot. Demikian pula kontolku yang ukurannya lumayan besar, punya nilai jual. Kaum gay di negeri jiran ini sangat menyukai kontol yang besar, kalau bisa sebesar kontol kuda. Jika klienku melihat kontolku mereka biasanya langsung bilang : "Butuh awak besar nie, alamak sedapnya!" (artinya : "Kontolmu besar sekali, ah nikmatnya bukan main") Meluasnya kecabulan sungsang dan liwath (homoseksual dan sodomi) jugalah yang membikin aku masih bisa hidup bertahan di negeri jiran sial ini selama bertahun-tahun. Dengan modal penampilanku yang lumayan itu aku bisa menyewakan kontol (di negeri jiran disebut :konek atau butuh), lobang pantat (jubur atau dubur), mulut, jembut (bulu butuh), puting susu (puting tetek)dan ketiakku. Juga dengan menjual pejuh (air mani). Aku justru belajar menggunakan berbagai lubang pelepasan sebagai sumber mata pencaharian di negeri jiran sial ini (sebetulnya 'kan kontol itu : untuk kencing, dan lobang pantat itu : untuk berak). Perbuatan sungsang, liwath, homoseksual (entah apalagi istilahnya untuk menyebut hubungan seks sejenis) sebetulnya sudah mendarah daging di negeri jiran cabul ini. Sudah jadi rahasia umum bahwa tidak ada tahanan lelaki di negeri jiran ini yang tidak sempat diperkosa oleh petugas negeri jiran ini. Pemerkosa itu adalah orang-orang dari jabatan imigresyen, polis di-raja, maupun askar (Datuk Seri, you better check this on the spot!). Sudah berkali-kali dilaporkan oleh media masalah perkosaan tahanan ini. Pekerja-pekerja ilegal (lelaki) Bangladesh sudah beberapa kali melaporkan ke media masa bahwa mereka dipaksa untuk saling menghisap kontol temannya waktu ditahan oleh imigresyen. Tapi karena Bangladesh negara miskin, tidak ada yang peduli. Sementara itu, orang dari negeri asalku sudah biasa diperlakukan kejam dan ditekan penguasanya, jadi tidak merasa perlu mempersoalkan. Tahun 1965, waktu terjadi konfrontasi antara negeri asalku dengan negeri jiran ini, semua sukarelawan yang tertangkap di negeri jiran sudah pasti akan diperkosa oleh polis atau askar di-raja atau sekurang-kurangnya disiksa secara seksual. Antara lain ada askar yang memasukkan lidi ke dalam lobang kencing tawanan itu, sampai tawanan itu menjerit-jerit kesakitan!. Polis dan askar juga gemar memasukkan barang-barang berduri ke lobang pantat tahanan sampai mereka pingsan kesakitan. Cara menyiksa tahanan oleh polisi di negeri asalku dengan memaksa onani dengan balsem juga dipelajari dari negeri jiran sialan itu!. Kalau polis menyundut kontol tahanan dengan penyengat listrik atau rokok menyala itu hal biasa di negeri jiran. Yang kurang ajar adalah ada polis yang menyundut lobang kencing tahanan dengan rokok menyala, sehingga tahanan itu mengalami gangguan kencing. Bangsat! Oleh karena itu sangat mudah menghancurkan karir politik Datuk Anwar Ibrahim dengan mengangkat isu "melakukan sodomi". Karena pasti orang tidak berani membela, sebab sebagian besar laki-laki (termasuk yang beristeri) di sana diam-diam juga suka sekali melakukannya atau pernah sering sekali melakukannya. Ironisnya, Dharma sopir Datuk anwar Ibrahim yang dituduh jadi partner sodomi Datuk Anwar Ibrahim malahan kemudian ditelanjangi, dijamah dan diraba-raba oleh polis di-raja dengan alasan polis di-raja harus melakukan pemeriksaan dan pembuktian. Bahkan lobang pantat Dharma "diperiksa" dengan menyodokkan suatu alat yang ternyata dan kemudian terbukti tidak lain adalah dildo berduri!. Dharma sendiri mengadukan hal ini di pengadilan tapi tidak digubris oleh hakim. Bukan tidak mungkin bahwa yang disodokkan ke lobang pantat Dharma adalah kontol (atau kontol-kontol) dari anggota polis di-raja yang semuanya juga doyan lobang pantat! Di pengadilan Dharma mengeluh dan mengadu bahwa lobang pantatnya disakiti dan dicabuli sampai berdarah-darah waktu diperiksa oleh polis di-raja. Setibanya di negeri jiran aku bekerja sebagai buruh bangunan secara legal. Tapi kembali-kembali, nasib orang Melayu. Potongan gaji yang diberlakukan oleh pengerah tenaga kerja, majikan, entah siapa lagi nyaris membuat aku hanya cukup (atau kadang kadang tidak cukup) untuk makan, minum, tidur dan onani saja. Seperti halnya banyak teman-teman dari negeriku, aku kabur dari pekerjaan legalku dan mencari pekerjaan lain. Karena surat-surat di sandera majikan, maka jadilah aku pekerja ilegal atau di negeri jiran sialan ini disebut "pendatang haram". Lepas dari kerja jadi buruh bangunan di KL (Kuala Lumpur)aku dibawa oleh seorang tekong ke JB (Johor Bahru). Dasar sial (atau dasar untung)! Tekong yang orang Melayu ini ternyata penggemar berat kontol dan peminum pejuh. Rupanya, dia bukan bermaksud memberikan pekerjaan kepadaku, tapi ingin mecicipi kontolku dan menghirup pejuhku. Dalam keadaan kepepet, tidak punya uang dan jadi pendatang haram aku menghadapi dilema. Walaupun aku seorang homoseks, tapi bukan berarti aku suka jadi pelacur! Keadaan yang terpepet ini membikin aku pasrah saja jadi pemuas seks Bang Zarmi. Seperti umumnya lelaki homoseks di negeri jiran, Bang Zarmi rajin melatih dan membentuk otot-ototnya. Bukan untuk kesehatan atau prestasi olahraga tapi untuk dinikmati sendiri waktu onani. Tidak heran jika tubuh Bang Zarmi bagaikan atlit binaragawan. Itu pula barangkali yang menyebabkan aku mau ikut Bang Zarmi waktu kabur dari majikanku di KL. Kepincut dengan otot Bang Zarmi. Waktu tinggal bersama Bang Zarmi, sialnya aku sering dipinjamkan kepada teman-temannya. Anehnya lagi semua teman-teman Bang Zarmi itu dari jabatan polis di-raja atau askar. Kalau aku tanya mereka, kenapa polis dan askar pada suka butuh (kontol) semua. Mereka bilang "Tak lah, nie terpakse saja la" (artinya :"Tidak, ini hanya terpaksa saja"). Padahal sebagian besar mereka yang pernah berhubungan seks dengan aku pada punya isteri. Jadi bukan "terpakse" tapi memang ada kecenderungan mendarah dagingya hubungan sejenis atau homoseksualitas di kalangan lelaki, khususnya di kalangan polis dan askar negeri jiran sialan ini! Mula-mula aku menikmati juga kehidupan sebagai pemuas seks itu. Tapi lama-lama aku ketakutan juga kalau ketularan penyakit kelamin atau AIDS (barangkali sekarang malahan aku sudah ketularan AIDS, siapa tahu!). Apalagi orang Melayu tidak mau pakai kondom kalau sedang entot-entotan! Brengseknya, tidak semua teman Bang Zarmi ganteng. Ada juga yang jelek, gendut dan bau mulutnya atau keteknya. Padahal aku paling benci bau ketek lelaki dan bau mulut! ( Kecuali lelaki yang benar-benar aku cintai! ) Semua lelaki Melayu di negeri jiran ini rambut ketiaknya lebat luar biasa dan banyak yang keteknya bau! Walaupun sering meminjamkan aku pada geng-nya, tapi Bang Zarmi baik kepadaku. Di Johor Bahru aku tinggal di rumah Bang Zarmi di kawasan elit. Oleh Bang Zarmi aku diperkenalkan sebagai supir kepada keluarganya. Di rumah kami hanya tinggal berdua, tetapi kerabatnya sering berkunjung ke rumah Bang Zarmi. Bang Zarmi sebetulnya tidak punya isteri, atau mungkin pura-pura punya isteri di KL tapi tidak pernah dientot. Karena Bang Zarmi gay 100% dan hanya bisa ngaceng kalau berhubungan dengan sesama jenis. "Aku nie hanya boleh setim kalau tengok konek" katanya (artinya : "Aku hanya bisa ngaceng kalau melihat kontol"). Pada suatu hari, Bang Zarmi jatuh sakit dan masuk rumah sakit. Aku disuruh mengelola rumah tangganya. Tapi rupanya sakitnya tidak akan tertolong. Oleh karena aku berstatus pendatang haram, maka harus ada yang melindungi aku. Maka jadilah aku terpaksa berpisah dengan Bang Zarmi yang aku sayangi dalam keadaan sakit berat dan sekarat itu. Kami sempat bertangisan waktu berpisah. Aku diserahkan kepada seorang temannya. Namanya Bang Rahman, yang adalah anggota polis di-raja. Bang Rahman orangnya rupawan tapi tidak berotot seperti Bang Zarmi walaupun sebetulnya tubuhnya lumayan atletis. Bang Rahman santun, halus dan penyayang. Selama aku jadi peliharaan Bang Rahman kami lebih sering berpelukan atau berciuman daripada entot-entotan. Paling-paling kami saling kocok, itupun dilakukan dengan halus dan romantis. Sekali-sekali aku mohon untuk diizinkan menghisap kontolnya yang besar dan bagus itu, karena kadang-kadang aku rindu menghirup dan menelan pejuh. Sebab, selama jadi budak dan peliharaan Bang Zarmi aku sudah dibentuk jadi peminum pejuh berat! Waktu Bang Rahman dipromosikan pada jabatan yang lebih tinggi agaknya dia terpaksa menikah, untuk menyamarkan ke-homoan-nya itu. Karena itu kembali aku harus berpisah dengan "suami" tercintaku itu. Bang Rahman menyerahkan aku ke tempat yang lebih aman bagiku, cenderung permanen dan cukup rahasia yaitu suatu resort rahasia yang dikelola sekumpulan jabatan (pejabat) dari polis di-raja. Resort resmi ini ditempatkan seolah-olah sebagai pos pengawas atau pos pengintai di hutan perbatasan. Tempat ini disebut "Kem Sempadan Polis Di-Raja". Ternyata pos ini adalah "gay nudist camp" atau "Kem Bogel Homoseks". Di lokasi ini bos-bos polis di-raja boleh bogel (telanjang bulat) sepanjang hari, pancut (mengeluarkan mani, ngecrot, eyakulasi), melancap (onani, ngeloco) dan "memakai" kami gigolo yang berstatus budak belian, kapan saja, dimana saja, sesuka hati, dan sepuas-puasnya. Kami budak-budak "Kem Bogel" diangkut dengan helikopter waktu tiba dari ibu kerajaan negeri. Karena tidak boleh dibicarakan, aku tidak tahu bagaimana cara pengunjung atau tamu-tamu menjangkau "Kem Bogel" ini. Karena letaknya jauh dari kota besar. Tujuan dibukanya pos ini oleh "kerajaan negeri" bersama "kerajaan persekutuan" lebih banyak untuk memberi peluang melampiaskan hasrat homoseksual bos-bos maupun dari jabatan rendah polis, askar dan imigresyen. Sebab, kalau tidak ada penyaluran, dikhawatirkan kebiasaan mereka memperkosa imigran ilegal atau pendatang haram akan meluas dan bisa jadi isu internasional dan pelanggaran hak asasi manusia. Pekerjaanku di "Kem Bogel" ini adalah sebagai penyelia dari room boys dan sekaligus aku berfungsi gigolo atau budak pemuas nafsu (slave). Resort ini punya penginapan yang dikelola seperti hotel. Begitu check ini semua pakaian tamu harus diserahkan dan disimpan di reception desk. Kami semua staf di "kem Bogel" juga tidak diberi pakaian apa-apa. Jadi Sepanjang hari dan mungkin seumur hidup kami dipaksa telanjang bulat. Sepotong supporter hanya boleh dipakai waktu jogging, latihan beban dan fitness, supaya biji peler kami tidak kondor (hernia). Tapi di luar waktu olahraga kami mutlak harus bogel (bugil) telanjang bulat!. Bahkan, kami tidak bisa kemana-mana karena gerbang terkunci dan dijaga polis bersenjata dan "Kem Bogel" dikelilingi pagar tembok, berlapis kawat dan kawat berduri. Kami tidak tahu pakaian kami disimpan di mana setelah dirampas, ketika kami tiba dulu. Kami juga tidak dibayar sepeser pun. Jadi benar-benar kami semua staff di "Kem Bogel" ini adalah budak-belian. Semua staff atau budak di "Kem Bogel Sabah" ini adalah pendatang haram yang berasal dari negeri asalku. Mereka berumur antara 18 sampai 30 tahun dan sudah menetap di negara jiran sialan ini antara 2 sampai 10 tahun. Beruntung, sebagai budak atau orang yang tersandera, karena terpercaya, aku masih boleh main internet (staf lainnya tidak boleh). Tapi di bawah pengawasan ketat, jangan sampai rahasia "Kem Bogel" terbongkar. Aku juga tidak tahu apakah ceritaku ini bisa tembus ke MOTN. Kalau ketahuan tentu akan diblok dan sebagai hukuman aku pasti dihajar setengah mati. Di "Kem Bogel" juga ada torture chamber atau kamar siksa yang biasanya dipakai untuk menyiksa kami budak-budak kalau ada tamu yang hanya bisa ngaceng setelah menghajar sesama lelaki. Sebetulya, aku malahan aku rindu dihajar, karena aku doyan sado-masochist.Sudah lama aku tidak "dihidangkan" pada tamu yang doyan menghajar budak! Dulu di JB, Bang Zarmi kadang-kadang menghajar aku dengan cemeti sebelum main seks. Malahan pernah kebablasan karena Bang Zarmi asyik menyiksa aku, aku disundut dengan penyengat listrik sampai pingsan. Kemudian aku demam tinggi karena luka-luka hasil lecutan dan sundutan rokok Bang Zarmi ke tubuhku kemudian kena infeksi. Aku sendiri sudah pasrah, karena kalau aku bisa bebas juga mau kerja apa di negeri asalku. Mungkin aku akan tinggal sampai mati di "Kem Bogel". Mungkin aku mati karena AIDS atau penyakit lain (di sini juga banyak penyakit Malaria). Atau aku mati dibunuh di "Kem Bogel" oleh polis atau askar yang doyan sadisme waktu berhubungan seksual. Bisa juga kami staf di sini,kapan-kapan dibunuh semua untuk menutupi rahasia "Kem Bogel" gila ini. Pembaca yang budiman, demikianlah nasibku anak petani miskin yang mengadu nasib baik-baik di negeri jiran sialan kemudian tersungkur jadi pendatang haram dan berakhir jadi budak belian di "Kem Bogel". Seperti nasib kami, semua pendatang haram yang tidak ada yang memperdulikan, aku juga sama sekali tidak berharap ada yang memperhatikan nasib kami 20 gigolo dan budak belian yang tersandera di "Kem Bogel" ini.

###

7 Gay Erotic Stories from Sultan Pasha

Aku dientot dan dihajar Irvan sampai babak belur

Secara kebetulan aku membaca karangan Irvan di MOTN. Dia menggunakan nama "ITB Guy" dan karangannya ber-seri (2 nomor)dan menceritakan kisah tentang perbuatannya memperkosa seorang cowok ganteng keturunan Cina - bernama Christian yang ganteng,berotot dan tidak sunat - dan yang baru saja memperkosa seorang cewek. Ceritanya bagus dan membikin aku ngaceng berat. Oleh karena itu segera aku

Bergumul telanjang dengan pengawal penganten

Suatu kali aku menghadiri pesta pernikahan seorang teman. Mereka melaksanakan dengan adat Jawa. Seperti biasa pada awal pesta ada prosesi pengantin dan keluarganya. Di paling depan berjalan sambil menari seorang lelaki yang bertindak sebagai "pengawal penganten" atau disebut "cucuk lampah". Biasanya aku malu sendiri melihat lelaki menari seperti itu. Tapi malam itu aku menemukan

Di lokap imigresyen jembutku dicabuti paksa!

Aku sangat jengkel, marah, putus asa dan terhina dengan apa yang aku alami. Aku anak orang miskin yang coba mencari makan dan mengadu nasib di negeri jiran. Dengan menjual hampir semua yang keluargaku punyai, termasuk sebagian sawah orangtuaku, aku berangkat ke negeri jiran melalui jasa suatu perusahaan pengerah tenaga kerja sialan. Aku orang bodoh dan orang miskin tidak tahu jenis

Jadi pendatang haram dan jadi budakbelian (Part 1)

Keadaan ekonomi yang demikian buruk di desaku menyebabkan aku dan beberapa teman mencoba mengadu nasib di luarnegeri. Orang tuaku praktis sudah tidak punya apa-apa, karena sawah-ladang yang tergadai akhirnya harus diserahkan untuk bayar hutang. Sebagian sawah lainnya, yang warisan kakekku diambil paksa oleh orang bersenjata dan kami orang kecil tak berdaya. Seandainya rumah kami terletak

Jadi pendatang haram dan jadi budakbelian, Part 2

Dalam keadaan telanjang bulat kami digelandang ke bagian lain dari kompleks atau kamp itu ke suatu bangsal. Lelaki berseragam itu semuanya tinggi besar kekar. Mereka membawa senapan. Di pinggang mereka tergantung rotan dan cemeti. Ternyata bangsal itulah tempat tinggal kami selama jadi tahanan atau sandera di situ. Kamp itu sangat sepi dan agaknya dikelilingi hutan lebat. Bangsal

Pengalaman bekerja ilegal di negeri jiran

Seperti jutaan orang lainnya, karena didera kemiskinan di negeri sendiri, aku terpaksa mencoba mengadu nasib di negeri jiran. Datuk Seri Mahathir Muhamad dalam buku "The Malay Dilemma" menyatakan bahwa semua orang Melayu yang tinggal di negara Brunai, Indonesia, Malaysia, dan Singapura, tidak pernah menjadi tuan rumah di tanah leluhurnya. Pada kenyataannya semua orang Melayu di Asia

Pengalaman buruk jadi tahanan imigresyen

Setibanya di Nunukan tiba-tiba saja aku jumpa Warno."War", kataku, "Mas", katanya setengah berteriak. Kami langsung berpelukan erat sekali, air mataku tak terasa berlinang, kerongkonganku tersumbat, demikian juga Warno. Kami sama-sama jadi buruh bangunan di KL (Kuala Lumpur), ketika kemudian kami saling berpisah. Aku ikut Bang Zarmi dan Warno membawa nasibnya entah kemana. Kami ngobrol

###

Web-02: vampire_2.0.3.07
_stories_story