Gay Erotic Stories

MenOnTheNet.com

Sopir Papaku, 1

by Calvin Mulya


Sore itu sepulang dari bandara mengantarkan kedua orang tuaku ke Jakarta, aku merasa sangat lapar sekali. Kulirik jam yang ada di dashboard mobil menunjukkan pukul 19.30. Pantas saja perutku terasa keroncongan.

“Pak Mat, kita makan di Restaurant Kemuning dulu ya. Saya kelaparan nih.”

“Baik mas, mau di tempat yang baru atau yang lama?”

“Yang baru aja Pak, dingin, ada AC nya.“

Pak Mat adalah sopir papaku yang sudah cukup lama ikut keluarga kami. Umurnya sekitar 50 tahunan. Tubuhnya tidak terlalu tinggi, kira-kira 170 cm dan gemuk tapi gempal. Kulitnya agak hitam dengan bekas cukuran di wajahnya. Rambutnya ikal dan sudah mulai ada uban disana sini. Satu hal yang paling aku sukai dari dirinya adalah tubuhnya yang penuh dengan bulu, baik di kakinya, tangannya, ketiaknya apalagi dadanya. Pokoknya tongkrongannya macho sekali deh. Kalo pas lagi mencuci mobil sambil bertelanjang dada, woouuww penampilannya sangat menggairahkan apalagi ditambah dengan kilatan di tubuhnya karena keringat dan cipratan dari air selang. Kadang aku suka mengamatinya dari balik jendela kamarku yang ada di lantai dua sambil melakukan onani. Tapi walaupun berpenampilan seperti itu, dia sangat sopan dan sabar sekali. Bertolak belakang dari penampilannya yang garang.

“Pak, kita makan sama-sama yuk. Pak Mat belum makan kan?”

“Baik Mas. Mas Denny turun duluan ya, saya parkir mobil dulu.“

Suasana di rumah makan saat itu tidaklah terlalu ramai, mungkin karena sudah lewat dari jam makan. Aku langsung memilih tempat di pojok ruangan. Begitu Pak Mat masuk ke dalam ruangan, aku langsung melambaikan tangan ke arahnya dan mengajaknya duduk sama-sama. Setelah pesanan kami berdua datang, kami segera melahapnya sambil mengobrol kesana kemari untuk mencairkan suasana,

“Pak Mat, sudah berapa lama ya ikut dengan papa?“

“Wah sudah lama sekali Mas, kalo ndak salah sudah 20 tahunan. Iya bener, waktu itu Mas Denny masih baru berumur 2 tahun sedangkan Non Sinta belum lahir.“

“Wah sudah lama sekali ya Pak. Patut diberi piagam kesetiaan nih.“

“Ah, Mas Denny ini ada-ada saja. Saya sudah betah bekerja di keluarga Mas Denny. Papa orangnya sangat baik, temen-temen saya pada ngiri semua melihat saya punya majikan sebaik Pak Anton.“

“Kalau begitu Pak Mat tahu dong gimana saya waktu masih kecil dulu?”

“Wah tahu sekali Mas. Mas Denny ini kemauannya sangat keras, kalo sudah minta sesuatu harus dituruti, kalo ndak pasti bakal merengek terus sampe dikabulkan. Kalo disuruh mandi, sulitnya minta ampun. Kadang-kadang harus kejar-kejaran dulu dengan Mbok Nah walaupun bajunya sudah dilepas semua.“

“Haaahhh....masa sih Pak. Waduh...gawat dong, berarti sudah banyak orang yang sudah melihat tititku. Waahhh....sudah nggak perjaka lagi nih saya.“

“Ah Mas Denny ini ada-ada saja, masa orang dilihat tititnya saja bisa nggak perjaka. Saya setiap hari kalo kencing sama sopir-sopir yang lain juga sering saling melihat punya masing-masing kok.”

“Masa sih.... Pak Mat nggak malu tuh dilihat sama orang lain?”

“Ndak lah Mas, lha wong sama-sama punya, ngapain malu. Kalo dilihat sama perempuan baru saya malu.”

“Tapi kalo sama istri sendiri nggak malu kan, Pak.“

“Ya ndak toh Mas, kalo saya malu gimana punya anaknya?”

Setelah selesai membayar di kasir, aku langsung saja mengajak Pak Mat segera balik ke rumah. Jam waktu itu sudah menunjukkan pukul 21.00. Suasana rumah sudah sangat sepi, maklum yang tinggal dalam rumah kami hanya tinggal aku dan kedua orang tuaku, serta Mbok Nah, pengasuhku sejak kecil dulu. Adik perempuanku saat ini sedang bersekolah di Australia, jadi praktis kalau saat-saat seperti ini, tinggal aku dan Mbok Nah saja yang ada di rumah.

“Pak Mat, jangan pulang dulu ya, kita nonton tv sama-sama yuk? Temani saya ngobrol Pak, saya masih belum ngantuk nih.”

“Boleh Mas, saya juga malas kalo pulang ke kost jam segini. Soalnya disana sepi nggak ada hiburan apa-apa. Mendingan saya nonton tv disini dulu. Tapi saya bersihkan mobil dulu ya, Mas.”

“Baik, Pak. Saya juga mau mandi dulu. Nanti Pak Mat lihat di ruang tengah saja ya, soalnya kalo lihat di ruang belakang, Mbok Nah nanti terbangun, kasihan, dia sekarang pasti sudah tidur. Kan besok harus bangun pagi-pagi.”

“Baik, Mas.“

Aku segera naik ke kamarku untuk segera mandi. Aku melepas bajuku satu persatu sambil mengamati aktivitas Pak Mat dari balik jendela kamarku yang sedang membersihkan mobil sambil bertelanjang dada dan melipat celananya sampai ke lutut. Tubuhnya yang hitam dan berbulu lebat terlihat basah kuyub karena keringat dan cipratan air selang. Suatu pemandangan yang langsung membangkitkan nafsu gilaku. Seperti kata Pak Mat kalo aku ini kemauannya sangat keras, maka aku segera memutar otakku, bagaimana caranya agar malam ini aku dapat menikmati tubuh jantan milik Pak Mat. Di dalam kamar mandi, aku mengatur strategi tentang rencana busukku ini. Setelah selesai mandi, aku memilih untuk mengenakan celana kolor yang agak longgar tanpa celana dalam, sehingga kalo aku duduk agak terbuka, pasti orang lain sudah dapat melihat ujung kontolku beserta dengan buah pelernya yang menggantung. Sedangkan untuk atasannya aku mengenakan kaos singlet yang sudah agak tipis, sehingga puting susuku tercetak dengan jelas walaupun dilihat dari kejauhan.

Aku langsung saja turun ke ruang tengah dan menyetel tv sambil tiduran di atas sofa panjang. Aku sudah tidak sabar menunggu datangnya Pak Mat untuk bergabung denganku. Aku memejamkan mataku sambil membayangkan hal-hal yang akan aku rasakan sebentar lagi. Tiba-tiba terdengar suara,

“Mas Denny...sudah tidur ya? Sedang mikirin apa Mas? Kok burungnya berdiri gitu?“

“Haa..Eh..ah..ehhmm.. nggak...nggak ada apa-apa kok“, aku gelagapan karena tiba-tiba Pak Mat sudah duduk di lantai di dekat kakiku. Aku langsung saja memperbaiki posisi celanaku, tapi tetap saja tidak dapat menyembunyikan kontolku yang sedang ngaceng berat akibat khayalan jorokku tadi. Dia masih bertelanjang dada karena tubuhnya masih basah oleh keringat, spontan saja ruangan tengah itu dipenuhi oleh bau menyengat Pak Mat yang keluar dari tubuh dan ketiaknya, bau khas laki-laki yang sangat jantan dan menggairahkan.

“Nggak usah malu Mas, wajar kok kalo laki-laki seumuran Mas Denny masih menggebu-gebu nafsu seksnya, lha wong orang seusia Pak Mat aja masih ngejoss.”

“Aduh jadi malu nih saya, masa sih Pak Mat masih ngejoss? Terus penyalurannya bagaimana, kan istri Pak Mat berada di kampung? Apa Pak Mat nyewa perek?”

“Nggak lah Mas, saya takut sama penyakitnya. Lagian mendingan uangnya dibuat keperluan anak saya di kampung. Paling-paling saya ngocok sendiri kalo lagi pengen, dan baru disalurkan kalo saya pulang ke kampung sebulan sekali.”

“Ooohhh begitu ya….Waahhh nggak fair dong, Pak. Masa Pak Mat sudah melihat kontolku berkali-kali sejak kecil dulu ditambah sekarang saat lagi ngaceng, sedangkan saya sama sekali belum pernah liat punyanya Pak Mat. Gantian dong Pak Mat.”

“Jangan lah Mas, punya saya juga sama dengan punya Mas Denny. Nggak ada yang beda.”

“Kenapa…. Pak Mat malu ya sama saya. Tadi katanya kalo sama laki-laki nggak malu? Ayo sekarang tunjukkan ke saya dong kalo Pak Mat nggak malu.”

“Bener nih, Mas Denny mau liat punya saya? Jangan kaget ya Mas, soalnya dulu istri saya sempat menjerit waktu pertama kali melihat punya saya pada malam pertama dulu.”

Dia langsung berdiri di depanku, pelan-pelan dia membuka celana panjangnya, kemudian dengan agak ragu-ragu dia mulai menarik turun celana dalamnya. Perlahan-lahan sekali dia menarik cd-nya menuruni kakinya yang besar dan kokoh itu. Tanpa terasa dalam hitungan detik Pak Mat sudah berdiri polos, telanjang bulat di hadapanku. Benar-benar pemandangan yang sangat menakjubkan. Laki-laki setengah baya dengan bahu yang bidang dan berdada gempal serta dipenuhi bulu yang sangat lebat sedang berdiri di hadapanku dalam keadaan tanpa sehelai benang melekat di tubuhnya. Tampak putting susunya yang berwarna coklat kemerahan mencuat keluar dari dalam dadanya, menantang minta dihisap. Perutnya sudah mulai membesar tapi masih dalam batas normal dan dipenuhi juga oleh bulu-bulu hitam lebat yang terus menyambung turun sampai ke pangkal kontolnya. Jembutnya sagat lebat dan tidak beraturan bentuknya seperti semak belukar yang menutupi sampai ke buah pelernya. Kontolnya yang sedang dalam keadaan lemas tampak begitu indah menggantung pada tempatnya, panjangnya mungkin sekitar 15 cm dan berurat seperti akar pohon yang menjalar, dengan diameter yang cukup gemuk untuk ukuran kontol yang masih tidur. Kepala kontolnya sendiri seperti jamur mekar yang berwarna ungu kemerahan dan mengkilat, dengan belahan lubang kencingnya tepat ditengah-tengah. Sedangkan buah pelernya menggantung seperti dua buah telur ayam kampung yang enak untuk dikulum-kulum. Suatu pemandangan yang talah lama aku impikan, sekarang menjadi kenyataan di depan mata.

Karena nafsuku yang sudah sampai ke ubun-ubun, langsung saja aku berlutut di hadapannya. Pak Mat tampak terkejut dengan tindakanku yang nekad itu. Dia berusaha untuk menarik tubuhku untuk segera berdiri, tapi aku segera merangkul pinggangnya erat-erat sehingga tidak mungkin untuk ditarik ke atas. Otomatis mukaku terbenam di dalam jembutnya yang sangat lebat itu. Ah... harum sekali, tercium aroma kelaki-lakiannya yang khas menyengat bercampur dengan bau bekas air kencing dan keringat yang telah kering. Aku hirup sedalam-dalamnya bau harum itu, aku berusaha memenuhi seluruh paru-paruku dengan bau itu. Sementara batang kontolnya menggantung tepat di depan bibirku. Pelan-pelan aku berusaha untuk memasukkan seluruh kontol Pak Mat yang masih lemas itu, cm demi cm, terus, terus, masuk ke dalam mulutku sampai akhirnya menyentuh pangkal kerongkonganku, aku hampir saja keselek dan muntah kalo tidak menguasai diri. Pak Mat yang mulai merasa keenakan hanya bisa mendesah pelan.

“Ah...ah...ah...oh....Mas Denny..enak sekali Mas...enak sekali Mas....oh..oh..oh“ Dengan reflek dia tarik kontolnya keluar masuk dari mulutku sambil mencengkeram kepalaku, digerak-gerakan pantatnya maju mundur. Keluar, masuk, keluar, masuk, keluar, masuk dengan berirama. Pelan tapi pasti kontol Pak Mat mulai mengeras dan membesar. Berdiri tegak menantang membentuk sudut 45 derajat dengan panjang kurang lebih 20cm dan diameter sebesar mulutku. Hanya setengah dari panjangnya yang bisa aku telan. Pantas saja kalo istrinya menjerit saat pertama kali melihat kontolnya ini.

“Mas lebih cepat lagi, Mas.. lebih cepat lagi, oh..oh..oh.. yes Mas.. yes Mas...“, Pak Mat terengah-engah keenakan. Poook…poook….poook….dia menggerak-gerakkan pantatnya maju mundur semakin lama semakin cepat dalam mulutku sambil merem melek. Aku mulai merasakan pre-cumnya yang asin-asin gurih itu keluar dari lubang kencingnya. Gerakan Pak Mat makin lama semakin liar dan desah nafasnya semakin lama semakin tidak beraturan dan kontolnya berdenyut-denyut di dalam mulutku,

“Oh…oh…oh… terus Mas….terus Mas…telan kontol Pak Mat!!…telan kontol Pak Mat!!”, oh my goodness keliatannya tidak lama lagi Pak Mat bakal orgasme nih dan akhirnya aku bisa merasakan kehangatan cairan sari milik Pak Mat yang sudah berhasil menghasilkan tiga orang anak itu.

Dalam satu dorongan terakhir, Pak Mat menghentakkan seluruh kontolnya melesat masuk ke dalam mulutku, sambil menarik kepalaku ke arahnya. Crooot…. Crooot…. Crooot…. Crooot…. Crooot….pejuh Pak Mat menyemprot dalam mulutku langsung masuk ke dalam kerongkonganku. “Aaahhh….. Aaahhh….. Aaahhh….. Aaahhh….. Aaaahhhh…..telan!!!!.... telan pejuh Pak Maaat....“, Pak Mat menjerit keenakan, pejuhnya yang hangat serta terasa asin dan gurih itu berkali-kali muncrat di dalam mulutku. Tiap kali muncrat, Pak Mat selalu menyodokkan kontolnya dalam-dalam, aku terpaksa berulang kali menelan air maninya agar tidak ada yang tumpah keluar. Namun tetap saja ada yang mengalir keluar lewat sela-sela bibirku. Setelah sekitar 8 kali semprotan, akhirnya sodokan Pak Mat mulai melemah dan perlahan-lahan berhenti. Nafasnya masih tersengal-sengal tapi berangsur-angsur kembali normal. Kontolnya masih berada di dalam mulutku dan terdapat sisa-sisa pejuhnya yang mengalir keluar dari bibirku. Segera saja Pak Mat menarik kontolnya keluar dari mulutku, ploookk..... kemudian jongkok di depanku. Wajah kami berhadap-hadapan dekat sekali, mata Pak Mat menatap tajam ke arah mataku dengan pandangan yang sangat mesra.

“Terima kasih ya Mas... terima kasih... Pak Mat sangat menikmatinya“ kemudian dia mengusap sisa-sisa mani yang ada di bibirku dengan ujung jarinya kemudian dimasukkan ke dalam mulutnya. Dijilatnya sisa-sisa mani yang ada di ujung jarinya dengan lidahnya sambil terus menatap mataku dengan mesra. Tiba-tiba dia merebahkan badanku ke atas karpet dan segera menindihku. Wajahnya tepat berada di atas wajahku, terasa hembusan nafasnya yang harum dan masih agak tersengal-sengal. Kemudian dia langsung mencium bibirku dengan lembut. Dia telusuri setiap inci dari bibirku bergantian yang atas dan bawah sambil mengigit-gigit lembut secara perlahan-lahan. Sensasi yang belum pernah aku rasakah selama ini. Setelah beberapa saat, aku balas ciumannya dengan sangat agresif, aku masukkan lidahku ke dalam mulutnya melesak ke dalam rongga mulutnya mencari bibirnya dan akhirnya kutemukan lidahnya itu, lidah kami bertaut menjadi satu.

“Mmm...mmm....sluurrpp....sluurrpp....sluurrpp.... Kami berciuman sangat hebat dan agresif, mungkin itu yang dinamakan french kiss. Entah sudah berapa banyak cairan ludah kami yang bertukar tempat. Aku merangkul pundaknya dengan mesra, sambil melingkarkan kakiku di pinggangnya.

Tiba-tiba, “Crreeckk...“ Pak Mat merobek kaos singletku yang memang sudah tipis itu dengan sekali hentakan tanpa melepaskan ciumannya, maka segera terlepaslah kaos itu dari tubuhku. Selanjutnya dia memelorotkan celana kolorku dengan menggunakan tangan kanannya. Akhirnya kami berdua dalam keadaan telanjang bulat dan saling berpelukan erat. Aku merasakan kehangatan tubuh Pak Mat yang menindihku menjalar ke dalam tubuhku, sementara tangannya membelai-belai rambutku sambil terus menciumi bibirku dengan ganasnya. Aku semakin erat merangkulnya seakan-akan tak akan pernah melepaskannya lagi. Dia menggesek-gesekkan kontolnya yang kembali tegang itu dengan kontolku. Tiba-tiba Pak Mat menghentikan kegiatannya dan memandang ke arah mataku dengan mesra,

“Mas Denny, apa Pak Mat boleh bermalam di sini malam ini?“

Aku bahagia sekali mendengar pertanyaannya itu dan langsung saja menganggukan kepalaku sambil tersenyum kepadanya. Lalu dia berjongkok di sampingku dan menarik kepalaku ke dalam pelukannya. Aku segera melingkarkan tanganku ke lehernya dan dia mulai mengangkat tubuhku. Aku sempat melirik ke arah cermin yang ada di situ dan melihat pemandangan yang sangat erotis, dua tubuh telanjang anak manusia yang berbeda usia dengan perbedaan warna kulit yang sangat kontras, hitam dan putih, ya.... tubuh gempal Pak Mat sedang membopong tubuhku yang putih bersih di dalam pelukannya. Benar-benar karya seni yang amat indah.

“Kita masuk ke kamar Mas Denny ya?“

Oh my goodness, sensasi apalagi yang bakal aku rasakan malam ini.

Bersambung………..

Any comment, send email to: Calvin_sby@yahoo.com

###

6 Gay Erotic Stories from Calvin Mulya

A Love Story, Part 1

Perkenalkan, namaku Calvin, umur 27 tahun, orang Surabaya asli. Sebagai anak pertama dalam keluarga keturunan, aku dituntut untuk segera meneruskan garis keturunan ayahku. Untuk melimpahkan kewajiban tersebut kepada adikku satu-satunya tidak memungkinkan karena dia adalah seorang cewek. Dalam tradisi kami, hanya anak laki-laki saja yang dapat meneruskan garis keturunan keluarga. Itulah sebabnya

A Love Story, Part 2

Suasana jalanan di kota Surabaya malam itu terasa sepi dan lengang, di beberapa jalan tertentu terlihat sedikit genangan air akibat hujan yang baru saja turun mengguyur kota. Jam sudah menunjukkan angka 21.30. Michael menyandarkan kepalanya di pundakku, sementara aku masih mendekap erat tangan kanannya di dalam dadaku, sesekali kucium rambutnya yang menyentuh pipiku, rambut yang sangat indah,

A Love Story, Part 3

Malam itu kami berdua tidur nyenyak sekali, entah pukul berapa kami terlelap setelah saling memuaskan. Keesokan paginya, tiba-tiba mataku terasa silau. Segera kubuka mataku dengan agak malas dan kulihat sinar matahari masuk dari jendela langsung menyinari tempat tidur kami berdua. Ternyata aku lupa menutup tirai jendela kamarku semalaman. Jam meja yang ada di samping tempat tidurku menunjukkan

A Love Story, Part 4

Suasana malam itu terasa begitu hangat dan nyaman. Kami tidur sambil berpelukan di bawah selimut, sementara di luar sana hujan sedang mengguyur dengan lebatnya yang sesekali diiringi dengan suara kilat yang menggelegar bersahutan. Aku rasakan kehangatan tubuh Michael mengalir masuk kedalam dan menyatu dengan kehangatan tubuhku. Hembusan nafasnya menerpa dadaku dengan lembut secara berirama. Kami

Sopir Papaku, 1

Sore itu sepulang dari bandara mengantarkan kedua orang tuaku ke Jakarta, aku merasa sangat lapar sekali. Kulirik jam yang ada di dashboard mobil menunjukkan pukul 19.30. Pantas saja perutku terasa keroncongan. “Pak Mat, kita makan di Restaurant Kemuning dulu ya. Saya kelaparan nih.” “Baik mas, mau di tempat yang baru atau yang lama?” “Yang baru aja Pak, dingin, ada AC nya.“ Pak Mat

The Love

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memberikan kebahagian kepada pasangan yang, mungkin, sedang mengalami masalah, atau mungkin juga kepada pasangan yang baru yang ingin menikmati dan menjaga kehidupan bahagia anda. Jika memang benar masalah itu ada atau anda ingin menikmati kehidupan yang lebih bahagia lagi, berikut ini adalah beberapa saran yang terbaik yang bisa saya berikan: 1.

###

Web-02: vampire_2.0.3.07
_stories_story