Gay Erotic Stories

MenOnTheNet.com

Sosok Seorang Polisi Idaman

by Neoleo


Sosok Seorang Polisi Idaman

Cerita ini adalah fiktif belaka, cuma berdasarkan imajinasiku sebagai seseorang yang mendambakan seorang lelaki idaman.

Aku tinggal di sebuah kota kecil, berinisial P. Pekerjaanku sehari-hari sebagai (sebut saja) seorang sopir sekaligus sebagai buruh bongkar muat juga, membuat tubuhku menjadi sehat, tidak perlu lagi pergi ke fitness centre.

Pada suatu hari, aku disuruh oleh bosku untuk mengantarkan barang pesanan, karena barang yang diantar tidak terlalu banyak, maka aku berangkat seorang diri. Alamat yang dituju tidak terlalu jauh, sebuah kompleks perumahan sederhana yang cukup nyaman untuk ditempati.

Aku berhenti di depan sebuah rumah yang ditunjukan sesuai dengan alamatnya. Terlihat sebuah sosok laki2 berseragam polisi datang menyambutku. Umurnya sekitar 35 tahunan, dengan seragamnya yg ketat, terlihat sekali kalau dia rajin berolah raga, tubuhnya tidak terlalu kurus maupun gemuk, tidak terlihat sedikitpun adanya tonjolan lemak di sekitar pinggangnya, benar2 tubuh yang ideal yang kudambakan selama ini. Terlebih lagi, kulitnya yang berwarna sawo matang agak gelap, benar2 membuat jantungku berdebar tidak karuan.

Dia menyapaku, "Ngantarin barang ya mas? Taruh aja di ruang tamu". Suaranya terdengar tegas di telingaku, bagaikan sedang menyapa seorang bawahan. Dalam hatiku berkata "Yah, maklumlah aku ini kan hanya supir". Saat kami saling bertatapan mata, aku melihat sorot matanya yg tajam seakan2 memendam suatu kebencian. Aku tidak berani menatap matanya lagi. Segera kuangkat barang yg kubawa satu per satu. Kuamati rumahnya sepi sekali, mungkin dia tinggal sendiri kali. Sesekali aku tergiur untuk melihat lagi sekilas tubuhnya yg aduhai. Dia agaknya tahu kalau aku terkadang curi pandang. Tetapi entah kenapa aku juga merasa kalau dia juga memperhatikan aku. Apa mungkin dia tahu kalau aku ini gay? Apakah gerak-gerikku terlalu mencurigakan? Pdahal selama ini aku berusaha untuk menutup2i identitasku. Setelah selesai aku segera berpamitan.

Selama beberapa hari, wajah & bentuk tubuhnya itu terekam jelas dalam ingatanku. Jujur saja, aku selalu membayangkan dia saat aku beronani. Aku tidak bisa melupakannya, aku berharap kalau2 dia gay, seandainya dia itu mau menjadi pacarku, alangkah bahagianya, serasa tidak sia2 aku menjalani hidup.

Seminggu setelah itu, menjelang sore aku disuruh bosku untuk mengantar barang ke tempat Bp. Budi (nama samaran) ke kompleks perumahan yg sama tapi tanpa alamat yg jelas. Kutanyakan alamat pastinya kepada bosku, dan bosku menjawab "Kata Pak Budi, kamu dulu sudah pernah kirim ke tempat dia, dia sendiri yg bilang kalau kamu pasti masih ingat rumahnya". Dalam hatiku, aku bertanya2 apakah mungkin pak polisi yg dulu itu? Walau aku masih belum pasti, aku langsung nekad saja ke rumah pak polisi itu.

Kuketuk pintu rumahnya, selang beberapa saat dia membukakan pintu. Kali ini, dia lain, dia duluan yg tersenyum padaku. Dengan nada ragu2 aku menanyakan apakah benar dia yg bernama pak Budi. Dan dengan sopan pula dia mengiyakan pertanyaanku, tidak salah alamat pikirku. Dia masih mengenakan seragam polisinya yg ketat itu, dan ikut membantuku mengangkat barang bawaanku. Selesai sudah kerjaanku hari ini, aku berencana langsung berpamitan, tapi tak disangka, dia menawariku secangkir kopi. Aku pikir tidak ada salahnya kalau santai sebentar setelah hari kerja, lagipula kantorku sudah tutup. Aku duduk di ruang tamu sambil melihat2 perabotan. Tak lama kemudian, Pak Budi keluar dengan membawa 2 cangkir kopi.

Tegukan kopi pertama benar2 melepaskan dahagaku, begitu pula dengan Pak Budi, dia langsung menghela napas untuk melepaskan rasa lelahnya. Dia lalu melepas seragamnya, bekas keringat yang membekas di sekitar punggung, dada dan ketiak masih terlihat basah melekat di pakaian dalamnya yang berwarna coklat. Rambut dan keningnyapun agak sedikit basah terkena keringat. Aroma keringat tubuhnya yg khas tapi tidak menyengat, sempat tercium olehku. Ahh, aku sudah tidak tahan lagi menghadapi semua ini, penisku sempat bereaksi, walau belum maksimal tapi kelihatan ada tonjolan di celanaku. Aku pura2 membersihkan kotoran yg menempel di celanaku untuk membuat penisku agak kendor sedikit. Pak Budi memperhatikan gerak-gerikku sambil tersenyum. Jadi malu aku dibuatnya.

Dia memandangku agak lama, aku jadi salah tingkah. Dia berkata "Dik, aku suka kamu". "Dari dulu aku suka sekali kalau melihat laki2 putih seperti kamu. Tak ada petir maupun badai, aku terkejut mendengarnya. "Saya sengaja memesan barang ini supaya bisa ketemu kamu," katanya. Dengan rasa deg2an juga, aku menjawab, "S...Saya juga pak". Dia mendekatiku, dan duduk di sampingku. Kami saling bertatap muka sebentar, perlahan2 dia mendekatkan bibirnya padaku. Kami saling berciuman dengan mesra, lepas seperti tanpa ada penghalang. Caranya mencium seperti melepaskan birahi yang terpendam sudah sejak lama. Benar2 sebuah ciuman yang nikmat sekali. Sambil sesekali dia gigit bibirku, dia serasa tidak mau melepaskan bibirnya yang melumat bibirku, sedikitpun. Aku sempat kehabisan napas.

Dia kecup keningku, lalu disambarnya telingaku. Geli rasanya, terlebih lagi terdengar suara yang keluar dari mulutnya yang membuat bulu kudukku berdiri. Kucium pipinya, lalu kusambar pula telinganya. Dia mendesah, kukecup lehernya beberapa kali, dengan susah payah tanganku berusaha membuka kaos coklatnya yg ketat & basah oleh keringat. Tapi susah sekali.

Akhirnya dia membuka kaosnya sendiri, dan spontanitas akupun berbuat hal yg sama. Terbelalak mataku melihat badannya yang kekar. Dadanya yang lebar & bidang, perutnya yg kotak, pinggang yg tak ada lemaknya. Otot bisep & trisepnya kelihatan besar, dengan sedikit kelihatan urat2 yg menonjol. Kulitnya yg sawo matang agak gelap membuatnya kelihatan lebih seksi & macho.

Dia menuntunku menuju ke kamarnya. Tanpa membuang waktu lagi, kucium bibirnya sekali lagi. Kujilati perlahan2 dadanya yang kecoklatan itu tak bersisa. Keringatnya yang sudah agak kering terasa agak asin di lidahku, tetapi aku tidak peduli, birahiku sudah tak tertahankan lagi. Pak Budi kembali mendesah saat putingnya kusedot. Dia berkata, "Gigit, gigit yang keras". Mendengar permintaan itu, aku langsung menggigit dan menyedot kulitnya persis di bawah puting. Bagaikan menggigit coklat sedikit demi sedikit. Dia mengelijang dan mendesah berulang kali sambil memegang kepalaku. Tak puas hanya dengan satu putingnya saja, aku beralih melakukan hal yang sama pada puting sebelahnya.

Kemudian aku meminta Pak Budi untuk tidur terlentang dengan kepala beralaskan kedua tangannya. Dalam posisi seperti itu, kelihatan sekali bentuk tubuhnya V-Shaped. Bulu ketiaknya yang tipis, aroma deodorant yang ia pakai, membuatku bertambah nafsu. Tanpa disuruh lagi, kugigit mesra kedua ketiaknya, sambil sesekali kujilat dengan lidahku.

Setelah puas dengan ketiaknya, aku bermain2 di daerah perutnya. Kotak demi kotak dari otot perutnya menjadi sasaran empuk lidahku. Rambut2 tipis yang ada di bawah pusarnya, kutarik2. Aku sudah tidak sabar lagi untuk melihat penis Pak Budi. Segera kulepaskan sabuknya yg besar dan kubuka resleting celananya. Aroma kejantannannya tercium olehku. Penisnya sudah membesar dengan kepala sudah menonjol ke luar. Celana dalamnya sudah tidak kuat lagi menahannya. Kulihat cairan precum sudah menetes bagaikan embun di pagi hari.

Kutarik celana panjang dan celana dalamnya dengan paksa. Kini sudah tidak ada sehelai benangpun yg menempel di tubuhnya. Penisnya berwarna coklat, lebih gelap sedikit dari warna tubuhnya. Terlihat ada urat2 yang menonjol di bagian batang. Diameternya cukup besar, panjangnya +/- 15 cm. Bulu2 jembutnya dicukur rapi. Kujilat cairan precum yg keluar dari lubang kencingnya. Pak Budi mendesah. Lalu kumasukan batang penisnya ke dalam mulutku sampai habis. Dia mengelijang sambil menjambak rambutku, "Terus dik, jangan berhenti," katanya. Kunikmati penis pak Budi itu di mulutku. Benar2 nikmat sekali rasanya. Aku tidak mau melewatkan kesempatan ini begitu saja. Tidak gampang mencari orang yang benar2 sesuai kriteriaku, seperti pak Budi ini, makanya aku harus puas2 menikmatinya. Tingkah laku pak Budi yang mengelijang bagai orang kerasukan tidak membuatku melepaskan kulumanku. Kemudian kusedot buah pelirnya yang hitam itu secara bergantian. Kumainkan lubang kencingnya dengan ujung lidahku. Pak Budi kembali mendesah,"Dik, aku sudah tidak tahan". Dan "Ahh....." crot... crot... Air maninya membasahi mukaku. Napas Pak Budi tersengal2 " Ahh...Ahh...". Pak Budi kemudian bangun dan menjilati air maninya yang menempel di mukaku sambil sesekali kali menciumku.

"Belum pernah aku merasakan yang seperti ini," katanya. Dan akupun menjawab, "Aku juga pak, belum pernah aku bertemu dengan orang yang seganteng Pak Budi, bapak adalah pria idamanku". Dia tersenyum padaku. "Ayolah, panggil saja aku mas, aku belum setua itu kan?" katanya mengeledek.

Walaupun mas Budi sudah ejakulasi, tapi rasanya aku masih belum puas menikmati tubuhnya. Aku meminta mas Budi untuk tidur telungkup. Dia agak terkejut mendengar permintaanku, tapi dia menurut saja. Mungkin dia masih ketagihan J. Kutindih punggungnya dengan badanku, kurasakan panas tubuhnya sedikit demi sedikit menyatu dengan panas tubuhku. Kukecup telinganya dari belakang. Kembali lidahku menari2 menjelajahi bagian punggungnya, sesekali kukecup dan kugigit kulit coklatnya sampai memerah. Tak ada bagian yang luput. Punggungnya benar2 seksi. Lekuk2 ototnya benar2 membuatku kembali bergairah. Pak Budi tidak bisa berbuat banyak selain menghela napas dan mendesah.

Setelah itu keremas2 pantatnya dengan gemas. Kugigit pantatnya dengan penuh napsu, pak Budi mengelijang kesetanan. Aku bermain2 dengan pantatnya cukup lama, gesekan ujung lidahku membuat kulitnya merinding. Melihat reaksi seperti itu, kugigit lebih keras lagi. Dan "Ahh...." suara desahan makin terdengar jelas.

Perlahan2 lipatan diantara kedua pantanya itu kubuka dengan kedua tanganku. Terlihat anusnya yang berwarna merah gelap dengan kerutan2 yang ada di seputar lubangnya. Kujilat pelan2 dengan ujung lidahku, sedikit demi sedikit. "Ahh..... Ssss....Ahh.... Dik.... Terus.... Dik....." pintanya. Aku tidak peduli, aku sedang asik menikmati anus mas Budi. Lalu kusedot dengan mulutku, pak Budi tersentak kaget " Ahh.....".

Rasanya aku ingin lebih lama lagi bermain2 dengan anusnya itu, tapi pak Budi kemudian membalikkan badannya dengan paksa. Aku tercengang ketika kulihat penis mas Budi sudah dalam keadaan tegak kembali. Dia lalu bangun dari ranjangnya dan mengambil sesuatu dari laci lemarinya. Ternyata adalah gel pelicin. Dia berkata, "Boleh aku mengentot kamu?". Aku menjawab, "Mas, aku belum pernah digituin". "Ayolah, pasti enak rasanya" katanya, setelah itu dia mengecup keningku.

Aku pikir, sudah kepalang basah kenapa tidak mandi sekalian. "Tapi pelan2 ya mas," pintaku. Aku kemudian membalikkan badanku. Mas Budi segera beraksi. Lubang anusku dijilatnya. Aku mengelijang keenakan. Sekarang aku baru tahu kenapa mas Budi tadi mendesah kesetanan. Ternyata sensasi seperti itu memang tak tertandingi. Begitu nikmat sekali.

Setelah lubang anusku basah oleh ludahnya, mas Budi mulai berusaha memasukkan penisnya ke dalam anusku. Aku yang tidak terbiasa dengan perlakukan seperti ini, hanya bisa meringis kesakitan. Anusku terasa panas sekali. Setelah batang penis mas Budi masuk semuanya, dia menjilat telingaku dari belakang sambil berkata, "Tenang saja sayang". Rangsangannya pada telingaku sedikit membuatku rileks. Kemudian mas Budi menarik penisnya dan memasukannya lagi, berulang2. Setelah beberapa saat, dalam kesakitan yang kurasakan di sekitar lubang anusku, aku merasakan ada kenikmatan tersendiri yang tidak bisa kujelaskan. Aku pun mulai menikmatinya.

Gerakan mas Budi makin lama makin cepat, napasnya tersengal2. Aku bisa merasakan keringatnya yang menetes di punggungku. Dan tak lama kemudian, pak Budi menarik penisnya dan "Ahh...Ahh....Ahh....". Kurasakan cairan mani yang masih hangat menetes di sekitar pantatku. Anusku serasa lega, perlahan2 panas yang kurasakan mulai memudar.

Pak Budi jatuh menindih punggungku. Napasnya masih tersengal2 tidak beraturan. "Kamu memang benar2 gila dik," katanya. "Aku suka sekali sama kamu" sambungnya. Keringatnya membasahi punggungku. Dan aku benar2 bisa merasakan kehangatan tubuhnya. Sensasi seperti inilah yang benar2 nikmat, tidak bisa digambarkan dengan kata2.

Hari sudah menjelang gelap, setelah kami mandi bersama, aku segera berpamitan dengan mas Budi dengan janji akan kembali lagi. Dalam hatiku, aku berteriak kegirangan.

(neoleo242002@yahoo.com)

###

1 Gay Erotic Stories from Neoleo

Sosok Seorang Polisi Idaman

Sosok Seorang Polisi Idaman Cerita ini adalah fiktif belaka, cuma berdasarkan imajinasiku sebagai seseorang yang mendambakan seorang lelaki idaman. Aku tinggal di sebuah kota kecil, berinisial P. Pekerjaanku sehari-hari sebagai (sebut saja) seorang sopir sekaligus sebagai buruh bongkar muat juga, membuat tubuhku menjadi sehat, tidak perlu lagi pergi ke fitness centre. Pada suatu hari,

###

Web-04: vampire_2.0.3.07
_stories_story