Gay Erotic Stories

MenOnTheNet.com

Jam Berapa Sekarang

by Adjie


"Jam berapa mbak Pur pulang ?" tanya Remi setelah beberapa saat hening. "Katanya habis magrib baru akan sampai. Naik kereta jam 2. Kenapa?" Pram balik bertanya. "Jam berapa sekarang?" Tanya Remi lagi tanpa menggubris pertanyaan Pram. Disusupkannya kepalanya di sela2 ketiak Pram. "Masih jam 10. Kamu nggak ada acara kan?, di sini saja temani aku" Di usapnya lembut rambut Remi. Ikal dan tebal rambut anak ini, pikirnya. Waktu umurnya belasan tahun dulu, sudah berbagai macam obat, ramuan dicobanya. Bahkan digunduli-pun pernah. Orang bilang dengan dilumuri tumbukan daun seledri, setelah digunduli tentu, akan tumbuh rambut baru yang lebih tebal dan hitam. Nyatanya… "Sudah lama aku tunggu saat-saat seperti ini." Masih dimainkannya rambut Remi. Bibir Remi hangat menyentuh kulit dadanya. Rasanya masih belum hilang terasa dahsyatnya pagutan bibir tipis itu melahap habis bibir Pram malam tadi. "Nanti Mbok Pah curiga …" "Pintu sudah aku kunci, jarang dia naik ke atas, kalau nggak dipanggil. Dia juga nggak berani bangunkan aku kalau nggak dipesan sebelumnya" ."Mungkin saat ini dia nggak sadar kamu ada di sini. Kalaupun dia tahu, sepertinya nggak akan dia punya pikiran macam-macam". Apa salahnya laki2 tidur dengan laki2?" Kalau ada perempuan asing keluar dari kamar ini, mungkin dia akan pingsan." "Ha….ha…ha….memang edan…Kamu memang edan. Apa sih kurangnya mbak Pur. Cantik, baik…Kalau mau iseng kenapa nggak cari perempuan lain saja sih Pram ….Kenapa malah aku yang kamu pacari…." Dimainkannya puting dada Pram dengan ujung jari. Di sekitarnya, masih kelihatan memar merah bekas hujaman-hujaman giginya. Mungkin sebentar lagi baru Pram baru akan merasa perihnya. Hehehe….biar tahu rasa dia, batin Remi. Dia sendiri tadi malam yang minta. Saat semakin dipilinnya puting mungil berwarna pink itu dengan lidahnya, makin gelinjang Pram menjadi-jadi. Kalaupun akhirnya giginya ikut beraksi, itupun karena Pram yang memberikan instruksi. Dia tahu puting payudara merupakan salah satu titik rangsang pada tubuh peerempuan. Tapi betul-betul tak disangkanya Pram juga bisa berkelejotan begitu saat Remi memilin dan menggigiti puting dadanya. "Karena kamu juga edan, kamu ganteng dan edan. Kalo nggak ganteng aku nggak akan mau sama kamu. Kalo nggak edan ngapain kamu pacaran sama orang yang sudah punya isteri…" "Aku senang kamu usap-usap rambutku begitu Pram." "Aku juga senang kamu usap-usap penisku seperti itu…" "Ha…ha…ha…dasar gatel….bener Pram, aku suka membayangkan kepalaku diusap-usap papaku yang sosoknyapun aku nggak pernah tahu seperti apa." Pram merasa ada kegetiran pada suara Remi. Didekapnya Remi dengan hangat. Dikecupnya kelopak mata yang nanar memandang langit-langit. Anak malang….pikirnya. Pram ikut larut merasakan bagaimana getirnya terlahir tanpa mengenal sosok seorang ayah. Mungkin di bawah sadarnya Remi selalu mencari-cari figur seorang ayah. Mungkin itu pula sebabnya dia mau aku pacari pikir Pram. Mungkin dia mencari figur ayah padaku. Tapi mana ada anak pacaran sama bapaknya, mana ada anak yang mau menyodomi ayahnya pikirnya lagi. Sinting!. Anusnya masih berdenyut denyut sedikit nyeri merasakan bekas gesekan-gesekan batang penis anak muda yang masih tergolek disampingnya itu. Pram hampir menjerit saat Remi menyodokkan kepala penisnya memasuki lubang bagian bawah tubuhnya yang selama ini cuma dipakainya untuk membuang limbah makanan yang habis diolah di lambungnya. Tapi saat Remi menghentikan gerakan pinggulnya, Pram malah mengangkat pinggulnya dan tumit kakinya mendorong pantat yang bertengger di atas selangkangannya agar menanamkan lebih dalam lagi batang penis yang sudah separuh terbenam dalam tubuhnya. Kepalanya serasa melayang-layang saat bonggol itu terbenam seluruhnya. Mereka berdua terdiam beberapa saat merasakan bersatunya kedua tubuh yang bermandikan peluh. "Sakit?" Tanya Remi "Enak…" Dikecupnya bibir ranum itu. Kedua bibir bertautan, saling mengulum menjilat, menghisap, menyedot. Air liur bercampur. Aneh, cairan yang menjijikan saat diludahkan orang ke tanah itu, menjadi sangat nikmat pada saat dua orang diburu nafsu. Entah berapa teguk sudah Pram menelan manisnya cairan yang keluar dari rongga-rongga mulut Remi. Dengan perlahan Remi mengangkat pantatnya. Pram merasaka gesekan Penis di dinding anusnya yang secara refleks mengencangkan otot-otot di permukaannya seolah tidak rela kalau penis itu akan keluar dari cengkeramannya. Sebelum seluruhnya tercabut, Remi kembali membenamkan batang penisnya saat dirasakannya otot anus Pram agak melonggar. Kembali keduanya mendesah dan mengejang. Kuku-kuku jari Pram kencang mencengkeram kulit punggung Remi saat tubuh basah itu jatuh menimpa tubuhnya seiring dengan tenggelamnya batang penis yang kencang menegang di dasar anusnya. Saat-saat berikutnya tatkala nafsu kedua manusia itu sudah tak terbendungkan lagi, hujaman-hujaman menjadi semakin kerap dan kasar. Semakin mendekati klimaks, gerakan naik-turun pantat Remi semakin cepat. Keduanya sudah tidak merasakan apa-apa lagi selain kenikmatan luar biasa yang menyelimuti seluruh sel-sel otak mereka. Baru sekarang Pram merasakan anusnya agak nyeri akibat gesekan-gesekan yang tidak terkendali itu. "Aku merasa berdosa sama mbak Pur pram. Tega-teganya aku menggangu suaminya. Juga anak-anakmu. Kamu nggak kasian sama mereka Pram…" Dimainkannya bulu-bulu ikal yang teratur membentuk segitiga di atas bongkahan penis yang entah berapa kali sudah dilumatnya semalam. "Aku juga bingung…Kadang aku benci pada diriku sendiri. Apa sih yang aku cari. Bagaimana kalau mereka tahu. Di mana tangung jawabku pada anak-anak. Aku takut karmaku akan datang suatu saat nanti atas penghianatan ini." Pikiran Pram bercampur aduk dipenuhi pertanyaan-pertanyaan tolol yang seharusnya dia tahu jawabnya. Kulit jemari Remi dirasakannya lembut mempermainkan kepala penisnya. "Apa yang kita cari Pram…sampai kapan kita akan begini terus…" Remi melepaskan tubuhnya dari pelukan Pram. Perlahan ditindihnya tubuh yang tergolek di atas ranjang di mana pemiliknya biasa menggumuli isterinya. "Aku bingung Pram, aku cinta kamu…" Dipagutnya bibir Pram. Pram menyambut hangat sapuan kedua bibir ranum itu dengan kecupan yang dalam dan tidak terlepaskan. Kembali kedua pasang bibir saling melumat. Kedua lidah saling memilin dan menjelajah. Penis Remi menegang, mengganjal di antara selangkangannya dan perut Pram. "Aku ingin mengisap penismu Rem, aku ingin menelan spermamu seperti engkau menelan spermaku semalam." "Spermaku sudah ada dalam tubuhmu…" "Ya kamu semprotkan semuanya di dalam anusku. Aku masih merasakan hantamannya menembus lambungku. Aku masih merasakan tegangnya seluruh otot tubuh kamu waktu kamu tembakkan benihmu ke dalam rahimku. Bagaimana kalau aku hamil Rem…" "Hahaha edan…Andaikan kamu bisa hamil Pram…" Remi kembali bergeser. Didekatkannya selangkangannya menuju bibir Pram yang siap melahap kembali penisnya yang semakin menegang. Lembut tangan Pram terasa di kulit pantatnya yang padat membola. Ah aku juga ingin merasakan pancaran sperma-mu di dalam anusku Pram pikirnya. Biarlah sebagian sel-sel tubuhmu tertanam di rongga-rongga tubuhku. Hangat mulut Pram yang lembab menghisap-hisap batang penisnya membangkitkan sensasi yang luar biasa menjalar menekan-nekan saraf kenikmatan di sekujur tubuhnya. Lidah Pram menyapukan air liurnya ke setiap milimeter kulit ari batang kejantanannya. Sesekali lidah itu menegang tepat di lubang biasa ia mengeluarkan kencingnya seolah ingin menyelinap dan membelahnya. Kegelian yang sangat menggelinjangkan seluruh otot tubuh Remi. Ingin rasanya disodokannya segenap penisnya ke dalam kerongkongan Pram. Tapi ditahannya, khawatir kekasih hatinya tersedak, dibiarkannya jari-jemari Pram yang menghujam dipantatnya mengatur irama gerakan pinggulnya. Hanya perlu beberapa saat Irama gerakan tubuh mereka sudah melebur, menyatu. Gerakan pantat Remi semakin menggila seiring hisapan mulut Pram yang seolah tak pernah rela sedetikpun Penis Remi keluar dari rongga mulutnya. "Beep..beep….beep…"Telpon di atas meja, di samping ranjang di mana kedua lelaki itu sudah kehilangan kendali berbunyi. "Telpon Pram…" Desah Remi. Sesaat tak ada reaksi dari Pram yang masih mengulum penis yang sebenarnya sudah siap memuncratkan laharnya ke segenap kerongkongannya. "Beep…beep…beep…." Kembali telpon menjerit. Dengan enggan Remi menarik tubuhnya melepaskan penisnya dari cengkeraman bibir Pram. "Kau jawab dulu Pram………" "Sial……." Umpat Pram sambil beringsut menjangkau gagang telpon. "Hallo, selamat siang…" Sapa Pram dengan enggan. "Eh Bal…tumben nih, gimana kabar?" Datar Pram berbasa-basi. "Aku sendiri alhamdulillah sehat. Istriku lagi ke Bandung, baru sore nanti datang" Dibimbingnya tangan Remi menggenggam penis yang tergantung lembut di sela-sela bulu selangkangannya. "Hari ini aku nggak ada acara sih, tapi lagi males ke mana-mana. Lain kali aja Bal" Di elusnya rambut ikal Remi yang tahu-tahu sudah mempermainkan lidahnya di ujung Penis Pram yang sudah mulai mengeras. Ditahannya agar mulutnya tidak mendesah mengingat Iqbal masih berada di ujung telpon. "OK Bal, lain kali aku pasti ikut. Kali ini kamu duluan lah…" Dijambaknya rambut kepala Remi yang sudah mulai naik turun seirama hisapan mulutnya di sekujur batang kemaluan Pram. Tanpa disadarinya secara reflek pantatnya ikut bergerak mengikuti irama hisapan-hisapan yang semakin ganas menyedot seolah ingin mencerabut penis itu dari selangkangannya. "OK Pasti…Iya….Ciau" Pram membanting gagang telpon dengan tidak sabar. "Ohhhhhhh ohhhhhh…yessss…yessss," pekik Pram "gila kamu, setengah mati aku tahan desahan mulutku. Gimana kalau Iqbal tahu apa yang terjadi di sini…eggggghhhhh" Entah mendengar omelan Pram atau tidak Remi terus memainkan lidahnya, menyodok-nyodok batang yang sudah tegang penuh itu ke dinding-dinding rongga mulutnya. Habis sudah pertahanan Pram. Tak kuasa lagi tubuhnya membendung gejolak birahi yang kian mendidih laksana gunung berapi yang siap menyemburkan laharnya. "Keluarkan Pram…semprotkan spermamu dalam mulutku…timbunkan spermamu di dalam perutku dalam dadaku….dalam jiwaku……" "Rem…oooohhhhhhhh…"Tubuh Pram meregang. Dibenamkannya wajah Remi disela pahanya, seiring menyemburnya cairan pekat deras memenuhi mulut lelaki muda yang selalu haus cinta itu. Entah berapa banyak sudah direguknya cairan kelelakian Pram, ketika Remi melepaskan batang Penis yang masih menegang itu keluar dari cengkeraman mulutnya. Pram terhempas tak berdaya. Lidah Remi masih dirasakannya geli menyapu kepala penisnya, menjilati setiap tetes sperma yang masih tersisa di sana. Manakala sudah tak ada lagi yang tersisa, Remipun ikut terhempas di samping tubuh Pram yang sudah lemas dan basah bermandikan keringat. Diusapnya butir-butir keringat di dada bidang Pram yang bening seperti embun pagi di atas daun yang tatkala dipandang selalu menyelipkan kesejukan di hatinya. "Jam berapa sekarang Pram?…" (Bersambung)


###

2 Gay Erotic Stories from Adjie

Jam Berapa Sekarang

"Jam berapa mbak Pur pulang ?" tanya Remi setelah beberapa saat hening. "Katanya habis magrib baru akan sampai. Naik kereta jam 2. Kenapa?" Pram balik bertanya. "Jam berapa sekarang?" Tanya Remi lagi tanpa menggubris pertanyaan Pram. Disusupkannya kepalanya di sela2 ketiak Pram. "Masih jam 10. Kamu nggak ada acara kan?, di sini saja temani aku" Di usapnya lembut rambut Remi. Ikal

Jam Berapa Sekarang, Bag 2

"Jam satu…kamu lapar?" "Aku haus Pram, aku haus kasih sayang kamu. Peluk aku Pram, cium aku" Pram mengumpulkan kembali tenaganya yang hampir terkuras habis, membalikkan tubuhnya, menindih tubuh Remi yang tergolek di sampingnya. Di kecupnya lembut bibir Remi yang tipis seperti bibir ibunya. Bibir yang selalu membuatnya tenang ketika menghiburnya disaat hatinya gundah. Bibir yang lalu

###

Web-02: vampire_2.1.0.01
_stories_story