Gay Erotic Stories

MenOnTheNet.com

Pak Pratman, Sam dan Karel

by Ario Pramono


Namaku Samuel, biasa dipanggil Sam. Umurku 22 tahun. Aku bekerja di sebuah perusahaan operator telekomunikasi di Bandung. Dengan posisi sebagai Marketing Leader.

November, 11 2013 "Selamat Pagi semua.. Seperti biasa hari ini kita akan meeting marketing mingguan" Seperti biasa, setiap hari senin aku melaksanakan meeting bersama tim marketing. "Tok..tok...tok!" terengar suara ketukan pintu. "Ya, silahkan masuk" ucapku.Ternyata Bu Fenny, kepala HRD masuk. Dibelakangnya seorang pria mengikuti. "Silahkan kamu perkenalkan diri," "Selamat Pagi semua, nama saya adalah Karel. Saya baru ditugaskan di sini mulai hari ini. Dan saya diminta untuk belajar di tim marketing Bandung. Karena..."kata-katanya terputus. "Ya, dia akan belajar di cabang kita selama 3 bulan kedepan. Terutama dia akan belajar disini, karena menurut orang pusat, selama setahun terakhir tim marketing cabang kita merupakan yang terbaik. Bukan begitu Sam?" Bu Fenny melirikku, dan aku hanya tertawa terkekeh. "Karel, mulai hari ini, kamu akan dibimbing langsung oleh Sam. Dia adalah Kepala tim marketing." Aku memberikan ekspresi heran kepada Bu Fenny. Lalu, dia berbisik, "Nanti kuceritakan". "Baiklah, Karel silahkan duduk di kursi yang masih kosong. Ok, kita lanjutkan lagi meeting kita" Selama meeting berlangsung. Kuperhatikan pria yang baru dibawa Bu Fenny. Perawakannya lumayan. Cukup bersih, dari mukanya sepertinya dia ada keturunan arab-cina . Badannya pun cukup atletis. Dari penampilannya dapat kusimpulkan dia bukan mengejar gaji di perusahaan ini. Karena dari pakaian yang dia kenakan hampir 90% merk ternama. Dan dapat kujamin asli. Yah, soal fashion, meskipun pria. Aku cukup peka dengan barang-barang branded. Kalau teman-teman kuliahku saat di Perancis sudah hafal dengan kelakuanku yang satu ini. Menarik kesimpulan dari brand yang dikenakan seseorang. Yah aku hanya tertawa saat mereka menjulukiku seperti itu. Aku memperhatikan dia sepanjang meeting, saat tim ku berdiskusi. Aku lihat dia tampak agak kebingungan dan lurang mengerti tentang apa yang kami diskusikan. Lalu, aku mencoba mengetesnya. "Karel, bagaimana menurutmu, apakah sebaiknya kita menggunakan offset 5% atau 10%." tanyaku "5% Pak" ujarnya "Tapi, Pak" salah satu tim ku mencoba untuk menyela. Ku berikan isyrat kepadanya untuk diam. "Ok, baiklah apa pertimbanganmu untuk memakai 5%" tanyaku lagi kepada Karel. "Ehmm... Karena kita akan rugi jika memakai 10%". Beberapa detik kemudian, seluruh tim ku langsung tertawa. Dan aku pun mencoba menahan tawaku. Kulihat dari wajah Karel dia malu dan merasa bersalah karena dia telah memberika jawaban yang salah. "Baiklah kita sudahi rapat untuk hari ini, dan ingat tugas-tugas kalian. Deadline kita 3 hari lagi" Aku pun menutup rapat hari itu. Semua tim marketing keluar dari ruanganku, kecuali karel. Dia masih duduk terdiam di meja rapat. Dengan cuek, aku pun kembali ke mejaku. Kuangkat telepon dan langsung kuhubungi Bu Fenny. "Bu, ini Sam. Apakah ibu telah menunjukkan meja kerja si anak baru itu?" "Oh iya Sam, aku lupa memberi tahu mu. Untuk 3 bulan ini sepertinya dia akan berada diruanganmu.""Loh, apa maksudnya ini Bu?" "Jadi begini Sam, dia adalah anak bungsu dari CEO operator ini. Dia baru saja menyelesaikan studinya di jurusan Manajemen di salah satu universitas di Bandung." "Oh, pantas saja." "Ada apa Sam?""Ya, aku tadi mencoba test dia saat meeting. Dari jawabannya, terlihat sekali dia hanya berpikir main aman, hanya untung-rugi yang dia pikirkan." "Ya, itukan tugasmu Sam untuk mengajari dia. Yah itung-itung aja kamu dapat asisten" "Maksudnya, Ibu menyerahkan dia sebagai tanggungjawabku?" "Betul sekali anak cerdas, aku menyerahkan dia sebagai tanggungjawab penuh mu." Aku pun menutup telepon dengan Bu Fenny. Aku melihat Karel, sepertinya sepanjang percakapanku dengan Bu Fenny di telepon, nampaknya dia memperhatikan aku. Lagi-lagi aku berpura-pura tidak peduli. Saat jam kerja telah usai. Aku yang baru selesai meeting dengan kepala bidang lain masuk kedalam ruanganku. Kulihat Karel sedang tertidur pulas di meja rapat. "Wah... wah.. wah.. mengasyikkan sekali sepertinya tidur sampai jam kerja berakhir." Dia pun langsung terbangun, dan kulihat mukanya memerah ketika melihatku berdiri di depannya. Aku kemudian menuju dispenser, dan kuambilkan air minum untuknya. "Ma-Ma-af Pak, saya hanya merasa bosan karena dari pagi tadi, tidak ada satupun pekerjaan yang bisa saya lakukan"Karel kemudian menenggak air yang kuberikan tadi. "Hahaha... Tidak apa-apa, aku sudah terbiasa melihat kelakuan anak manja sepertimu" Aku sambil berjalan menuju lemari disebelah mejaku. Aku keluarkan setumpuk berkas. Dan kutaruh di depan dia. "Ini konsekuensi karena kamu tidur di jam kerja. Pelajari berkas- berkas ini dalam semalam. Dan besok kau sudah harus mengerti. Kalau tidak, akan ada konsekuensi menyusul." ujarku."Ta-ta-pi" "Tadi ayahmu langsung meneleponku, dia bilang aku sekarang menjadi mentormu. Dan dia memintaku untuk meperlakukan kamu tanpa perlu memikirkan kamu anak siapa." Kulihat ekspresi dimukanya yang cukup kesal. "Oh ya, pastikan tidak ada satupun berkas yang hilang atau rusak ya. Dan sekarang kamu boleh keluar dari ruangan ini, karena ruangan ini segera akan kukunci" Ya, aku memang memegang sendiri kunci ruanganku. Aku pun segera menuju lift. Baru dilantai tujuh saat pintu lift terbuka aku mendengar suara ramai di lift sebelah. Aku pun keluar dari lift, dan kudapati Karel sedang merapikan berkas-berkas yang kuberikan tadi. "Aduh.. belum 15 menit kuberikan berkas itu, eh sekarang udah jatuh aja" Dia punlangsung berdiri dan membalikkan badannya. "Ma-ma-af Pak" Belum selesai dia berkata, aku pun masuk lift kembali dan langsung menuju area parkir. Kukeluarkan kunci vespa gtv250 milikku dan langsung meluncur pergi meninggalkan kantorku.

November, 12 2013 Jam di tanganku telah menunjukkan pukul 8.05 wib. Karel belum juga terlihat di ruanganku. 15 menit kemudian dia datang. "Maaf Pak, saya terlambat" "Ah, kamu baru hari kedua sudah berani telat" Aku menyodorkan berkas-berkas yang telah kupersiapkan sebagai konsekuensi keterlambatan dia. "Loh kok nambah lagi Pak?" "Kamu ini banyak mengeluh ya. Kamu disini itu sebagai bawahan saya. Apa yang saya perintahkan sudah seharusnya kamu turuti" Nada suaraku pun meninggi. Kulihat wajahnya sedikit takut. "Dan sebagai konsekuensinya hari ini kamu harus menginap di kantor agar besok kamu tidak terlambat. Tidak ada komentar. Mengerti?" Karel hanya mengangguk-angguk saja. Kulihat dari pagi dia sibuk mempelajari berkas-berkas tersebut. Saat jam makan siang, aku meninggalkannya di ruang kerjaku. Sehabisnya aku dari kantin di lantai dasar, kulihat dia masih di ruang kerjaku. Aku duduk di kursi kerja. “Kamu sudah makan, Karel?” “Belum Pak, nanti saja masih naggung.” “Kamu jangan lupa makan ya.” Dia hanya mengangguk pelan. Dua jam kemudian, jam di tanganku telah menunjukkan pukul empat sore. Aku menanyakan kembali padanya. Dan dapat kupastikan dia belum makan. Aku kemudian menelepon OB, dan meminta dia membelikan makanan. “Ini kubelikan dua bungkus. Kau dari tadi belum makan kan? Saya jamin malam ini sepertinya juga kau tidak ada waktu untuk turun mencari makan.” Dia menatapku dengan senyuman. Aku membuang muka ke tempat lain. Selepasnya jam kerja, aku menyuruhnya untuk meneruskan pekerjaannya di ruangan luar. Karena seperti biasa ruanganku aku kunci.

November, 13 2013 Hari ini aku datang lebih pagi, ketika aku sampai dikantor jam di tanganku menunjukkan pukul 7.15. Aku sengaja datang lebih pagi untuk memastikan Karel. Ketika aku lihat dia, dia sedang tertidur pulas dengan pakaian kemarin di ruangan luar. Karena kasihan, akupun turun ke kantin bawah, membelikannya sandwich dan kopi dari vending mechine. "Hei bangun, ini sarapanmu" Dia pun membuka matanya, mengucek-ngucek matanya dan sangat kaget melihatku duduk diatas mejanya. "Nih ambil, sarapan buat kamu" "Wah, terima kasih banyak, Pak." Aku melihatnya memakan sandwich yang kuberikan dengan sangat lahap. Aku pun tertawa geli melihatnya. Aku mulai membuka pembicaraan. "Kamu anak bungsu Pak Harris ya?" "Iya, saya anaknya dari istri yang ke-8." "Oh begitu, saya dengar kamu baru lulus kuliah ya?" "Iya, baru dua bulan yang lalu." "Biasanya, anak bungsu sepertimu sangat malas untuk bekerja." "Sebenarnya, bisnis bukan lah cita-cita saya, Pak. Saya pun kuliah karena keinginan papah. Dan saya bekerja pun, karena papah mengancam akan menstop uang jajan saya kalau saya tidak langsung bekerja." "Lantas, apa sebenarnya keinginan kamu?" "Saya sebenarnya ingin menjadi chef, tetapi papah tidak setuju. Pak, boleh saya bertanya sesuatu?" "Ya, ada apa." "Saya perhatikan Bapak jauh lebih muda daripada pimpinan-pimpinan yang lainnya, bahkan Bapak terlihat lebih muda dari saya." Aku pun tertawa kecil. "Ya, saya memang lebih muda dari kamu, usia saya baru menginjak 23, kurang lebih 2 tahun lebih muda dari kamu." "Loh kok bisa Pak?" "Panjang kalo saya ceritakan. Lagian 15 menit lagi akan masuk jam kerja. Mending kamu ke toilet untuk membersihkan muka. Setelahnya langsung ke masuk saja ke ruangan saya. Biar OB yang membawakan berkas-berkasmu."

November, 14 2013 Hari ini aku pun melihat ada yang berbeda dari Karel. Dia tidak lagi mengeluh setiap kuberikan tugas. Bahkan aku iseng menyuruhnya membeli rokok di supermarket depan kantor, dengan cekatan dia melakukannya. "Karel, siang ini temani saya makan siang ya." "Siap Pak," Jam makan siang pun tiba. "Ayo turun, makan siang sama saya" ujarku. Dia pun langsung mengikutiku. Ketika di lift, saat aku menekan lantai area parkir, dia bertanya, "Pak, bukannya kantin ada di lantai dasar ya Pak?" "Saya lagi bosan makan dikantin, sudah kamu ikut saja." Sesampainya di area parkir, aku memberikan helm kepadanya. Ketika dia melihat motorku, lagi-lagi dia beromentar, "Wah, Bapak suka vespa ya?" "Sudah jangan banyak berkomentar, apa kamu mau saya berikan konsekuensi lagi karena terlalu banyak berkomentar." Dia pun mengikuti dan hanya diam, ketika di perjalanan, dia memelukku erat-erat. Aneh aku merasakan jantungku berdegup lebih kencang. Semakin ku pacu vespaku, semakin erat dia melingkarkan tangannya diperutku. Dan sesampainya di restaurant dia langsung berkata, "Sebetulnya, ini pertama kali pengalaman saya naik motor. Dari kecil sampai kuliah, saya selalu diantar jemput dengan mobil. Baru setahun belakangan saya diizinkan membawa mobil sendiri." "Sudah, hayo kita masuk." Sesampainya didalam restauran dan setelah menghabiskan hidangan yang kami pesan, aku pun membuka percakapan. "Saya mengajakmu kesini, selain untuk mengapresiasi kinerja kamu hari ini, ada hal lain yang ingin saya tanyakan." "Oh silahkan saja Pak," "Kalau diluar seperti ini, panggil nama saja. Cukup aneh kalo dilihat orang kamu memanggil saya, yang lebih muda dari kamu, dengan sebutan Pak." "Baiklah Pak, maksud saya Sam" "Apakah kamu keberatan untuk menceritakan kehidupan dan keluarga kamu?" Dia menggeleng. "Saya sejak kecil hidup dengan Ibu dan Pak Pratman, ayah hanya datang sebulan sekali ke rumah saya. Sehari-hari sampai saya dewasa Pak Pratman, sopir saya yang selalu menemani saya. Ibu saya selalu sibuk belanja keluar negeri. Matanya terlalu silau dengan harta. Ketika saya beranjak SMP, saya sadar Ayah hanya datang ke rumah, untuk melampiaskan nafsunya kepada ibu. Dan tidak pernah dia mengajakku bermain. Bahkan ketika saya berkelahi dengan teman saat SMA, Pak Pratman lah yang datang sebagai wali saya." Aku hanya mendengarkan Karel bercerita. Jelas sekali saat dia bercerita, tampaknya sampai saat ini, hanya Pak Pratman lah yang sangat dekat dengannya. "Lantas bagaimana dengan Bapak, maksud saya kamu, Sam? Bukankah kamu berjanji untuk bercerita tentang pengalaman kariermu?" "Oh ya. Saya menyelesaikan SMA saya saat saya berusia 15 tahun. Saya langsung mengambil program fast-track di salah universitas di Paris. Saat saya berusia 20 tahun, saya telah menyandang gelar S2 program bisnis dan manajemen. Saya tertarik dengan marketing telekomunikasi. Ketika saya meng- apply disini. Dan saya langsung ditempatkan di Marketing." "Bagaimana pendapat orang-orang kantor mengenai umurmu, Sam?" "Awalnya, mereka sulit menerima saya. Bahkan mereka sering mengucilkan saya. Hingga 2 tahun yang lalu, saya membuat gebrakan untuk mengubah sistem marketing perusahaan ini. Di bulan ini, profit cabang kita meningkat hampir 150% dari bulan sebelumnya. Dan terus meningkat sampai sekarang." "Lantas orang-orang itu?" "Mereka langsung merubah cara pandang mereka terhadap saya. Mereka mulai menghormati saya bahkan 1 tahun yang lalu, saya diangkat sebagai leader tim marketing." "Wah luar biasa sekali cerita kamu, Sam" Aku lihat ekspresi Karel begitu terkagum- kagum dengan ceritaku. "Oh ya, 20 menit lagi jam istirahat selesai. Sebaiknya kita segera kembali ke kantor." ujarku

November, 15 2013 Hari ini aku dikejutkan saat aku hendak membuka ruanganku. Aku melihat Karel telah berdiri di depan ruanganku. "Pagi, Pak" "Pagi" jawabku dingin sambil membuka pintu ruangan. Hari ini aku mengevaluasi Karel, materi-materi dan tugas-tugas yang telah aku berikan sebelumnya, aku coba tanyakan kepada dia. Aku kira dia anak pemalas, ternyata tidak. Dia sebenarnya cukup mudah untuk belajar dan mengingat. Aku sedikit tersenyum saat akhir evaluasi. "Ada apa, Pak?" tanyanya. "Kamu sebenarnya memiliki potensi. Dan kalau kamu serius. Kamu akan cepat mengerti sistem marketing di sini." "Wah, terimakasih, Pak." Seperti hari sebelumnya, dia cekatan dan semangat melakukan tugas-tugas yang aku perintahkan.

Semenjak hari itu, Karel semakin menunjukkan peningkatan.Bahkan saat senin, ketika aku mengadakan meeting dengan tim, dia mencatat dan bertanya menegenai hal-hal yang belum dimengertinya. Hubungan aku dan dia pun semakin intens. Dia selalu mengikutiku jika aku minta.

November, 22 2013 "Sam, ini aku Fenny. Aku dengar Karel mengalami peningkatan cukup pesat. Luar biasa kamu. Baru seminggu saja, anak orang udah kamu ubah kayak apa." "Ah, Ibu tidak perlu terlalu berlebihan." "Ini, aku mau bertanya, sudah ada meja kerja yang kosong. Bagaimana menurutmu, apakah Karel perlu pindah ruangan atau tetap di ruanganmu saja?" "Ehm, sepertinya dia disini saja, lagian benar kata Ibu. Saya seperti punya asisten dengan kehadiran dia." Ibu Fenny pun tertawa kecil. "Oh ya sebelum saya lupa, dari Minggu sampai Kamis, minggu depan kamu diminta untuk datang ke cabang kita di Bali, katanya ada masalah marketing disana. Mendadak sih mereka bilangnya." "Ya, mau bagaimana lagi Bu, saya mau gak mau harus datang kesana. Sekalian pesankan tiket pulang pergi untuk Karel juga ya." "Kalo tiket sih masalah gampang, tapi disana dia gak dapet duit jajan loh" "Gampang, ntar itu pake uang jajan saya aja bu." "Dan kamar hotel kalian cuma dapet satu tapi ya" "No Problem Bu," "Hati-hati loh, kalo terlalu sering ntar lama-lama dia suka lagi sama kamu" sambil diikuti tawa kecil dari Bu Fenny. "Ah, Ibu nakut-nakutin saya aja. Ga mungkin lah Bu." Selesai pembicaraanku dengan Bu Fenny, saat makan siang, aku pun menyampaikan kepada Karel. "Ke bali? Serius Pak?" dengan kegirangan Karel langsung merespon saat aku memberitahu dia. "Ssstt.. kecilkan suaramu rel," "Oh ya maaf, Pak. Baru kali ini saya pergi ke luar kota tanpa ditemani Pak Pratman ataupun Ibu." "Kamu persiapkan apa saja yang dibutuhkan ya, dan hari Minggu kita berangkat dengan pesawat paling pagi. Nanti kita langsung ketemuan di bandara aja, Ok?" Sepertinya Karel benar-benar tidak sabar menunggu hari Minggu. Selama hari Sabtu, ponselku tak henti-hentinya berbunyi. Semua pesan yang kuterima, adalah sms dari Karel. Mulai dari materi yang perlu dia pelajari sampai barang apa saja yang perlu dia bawa, dia tanyakan semua padaku.

November, 24 2013 Aku baru saja melangkahkan kakiku keluar dari taksi di Bandara. Tiba-tiba ada suara yang memnggilku dari belakang. "Hey, Sam. Aku disini!" Ternyata itu adalah Karel. Aku tersenyum tipis sambil melambaikan tangan. Dia pun menghampiri aku bersama seorang pria paruh baya dibelakangnya. "Saya kira kamu akan datang terlambat, Rel." "Ah, semenjak saat itu, saya tidak pernah mau lagi datang terlambat ketika itu adalah perintah darimu. Saya tidak ingin terkena konsekuensi lagi. Oh ya, perkenalkan ini adalah Pak Pratman." Saya pun menyalami pria itu. Meskipun sudah berumur diatas 50 tahun, pria tersebut masih memiliki tubuh yang atletis dan tegap bahkan hampir sama seperti tubuhku dan Karel. Wajahnya juga masih terlihat tampan. "Tolong jaga Karel, dia... sudah seperti anak saya sendiri." ujar pria itu. Aku pun mengangguk. Saat memasukkan barang ke bagasi pesawat. Aku melihat Karel ribet luar biasa. Aku sendiri hanya membawa 1 koper kecil dan tas punggung. Sementara dia, sampai membawa 2 koper besar. Aku pun hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan dia saat itu. Saat di pesawat, aku mencoba membuka percakapan. "Sepertinya, Pak Pratman lebih gagah dari yang saya bayangkan, Rel." "Tentu, bahkan dalam seminggu, lima kali dia melatih kebugaran di gym." "Pantes aja, tubuhnya saingan ama saya. Saya aja kalo ke gym, paling kuat tiga kali seminggu." "Iya, gara-gara tubuhnya, mama.." Tiba-tiba percakapan kami terhenti. "Kamu juga sering ke gym ya, tidak heran badan kamu lebih atletis dari saya Sam." Aneh, sepertinya ada yang diesmbunyikan Karel, pikirku dalam hati. "Mama kamu tidak masalah dengan perjalanan ini, Rel?" "Ya, awalnya dia keberatan. Tapi Pak Pratman mencoba meyakinkan mama." Akhirnya kami sampai juga di bandara Ngurah Rai. "Selamat Siang, Pak." Ada seseorang pria yang menyapaku, lalu aku menoleh. Ternyata pria itu adalah salah satu HRD cabang Bali namanya Gede umurnya 27 tahun, perawakannya seperti model pria habis berjemur, dengan kepala botak plontos. "Dengan tampang dan tubuh yang kamu miliki, sepertinya menjadi model bukan pilihan yang buruk."ujarku ketika kami bertiga telah di dalam mobil. Gede hanya tersenyum tipis mendengar perkataanku. Lalu sesaat suasana menjadi hening. Siang itu, perjalanan dari bandara menuju hotel lumayan jauh, Gede yang mengemudikan mobil, aku duduk di kursi depan, sementara Karel di kursi belakang. Karena teriknya matahari, kami bertiga tidak henti-hentinya akan mandi keringat. Kemeja tipis yang aku kenakan sekejap langsung basah, dan tubuhku langsung dapat diterawang dari luar, saat itu aku tidak memakai kaos dalam. "Bali memang biasa sepanas ini ya, Gede?" "Tidak kok, ini memang lagi terik-teriknya, kebetulan sudah tiga hari belum hujan." Kuperhatikan sekilas, pandangan mata Gede yang semula lurus kedepan, mencoba melirik ke arahku. "Saya baru sadar setelah kemeja Bapak basah oleh keringat, tubuh Bapak lebih atletis dari saya. Sepertinya bukan cuma saya yang seharusnya jadi model." Aku dan Gede pun sontak langsung tertawa memecah suasana siang itu. Akhirnya sampai juga kami di lobby hotel, Gede mengantar kami sampai di lobby. Awalnya dia ingin membawakan barang-barang kami sampai ke kamar. Namun, Karel bersuara "Terimakasih Mas, tapi saya masih bisa membawa barang-barang saya dan Pak Sam." "Oh, baiklah kalo begitu, kalo Bapak membutuhkan apa-apa atau butuh akomodasi, ini nomor saya,Pak" tangannya menyodorkan secarik kertas bertuliskan digit angka. Akhirnya aku dan Karel menuju kamar kami. Karel yang membawa barang-barang kami, sementara aku yang menngambil kunci dari reservasi.Ternyata kamar yang dipesankan oleh Bu Fenny adalah kamar dengan single bed berukuran besar. "Wah Rel, Bu Fenny pasti lupa meminta kamar dengan double bed. Kamu tidak masalah kan jika tidur satu bed dengan saya. Apa perlu reservasi kamar lain. Bentar saya telepon Gede dulu." "Ti-tidak perlu ditelepon, Sam. Saya tidak masalah kok, Sam." "Hah, baiklah" Aku pun merebahkan tubuhku langsung ke kasur. Sementara Karel duduk di sofa. Hotel yang kami singgahi memang tidak begitu besar,namun kalo menurutku ini adalah hotel sejenis resort. Ketika masuk ke kamar, view dari jendela langsung mengarah ke pantai. Aku pun melepas pandanganku ke arah pantai, rasanya cukup tenang. "Hotel ini dapat menjadi referensi bagi pasangan honeymoon"ujarku. "Sayang, kamu malah membawa saya, bukannya pacar kamu Sam." Tiba-tiba terdengar suara Karel. "Kata siapa saya sudah punya pacar?" "Entahlah, mana mungkin sih tidak ada perempuan yang tertarik denganmu, Sam." Karel menjawabnya dengan sedikit ketus. Aku pun tertawa kecil sambil merubah posisi menjadi duduk. Aku amati ekpresi Karel, dia membuang muka ke arah pantai, namun matanya sesekali melirikku. "Kenapa sejak kita keluar dari bandara, sepertinya kamu berubah, Rel?" "Tidak, biasa saja kok." "Aku perhatikan pagi tadi kamu begitu ceria, tapi sesampainya kita di sini, aku lihat kamu malah sedikit murung." "Tidak, Sam" "Apa kamu ada masalah,Rel? " Aku pun sambil berdiri mendekatinya. Dia masih membuang muka dariku lalu menggeleng. "Ayolah, cerita saja pada saya, Rel. Mungkin akan dapat membantumu." "Maaf Pak, untuk kali ini saya tidak dapat mematuhi perintah Bapak." Aku cukup kaget mendengar pernyataan dari Karel. Dari cara bicaranya dan sikapnya yang tidak mau memandangku, sepertinya aku telah berbuat salah padanya. Tetapi aku tidak tahu kesalahan apa yang telah kulakukan padanya. Aku memutar otak, bagaimana caranya mencairkan suasana seperti ini. Aku menurunkan badanku. "Jika kamu marah pada saya, tolong beritahu saya." Namun dia tidak merespon. Secara reflek aku menggeliti perutnya. Awalnya dia tidak merespon. Namun lama-kelamaan sepertinya dia tidak dapat menahan dan akhirnya ekspresinya yang murung telah kembali seperti pagi tadi. Dia memintaku untuk berhenti menggelitikinya. Namun aku tidak hiraukan. Akhirnya dia bangkit berdiri dan membalas gelitikanku. Sekarang aku yang merasa kegelian. Kami saling membalas gelitik sampai tidak sadar tubuhnya mendorong tubuhku jatuh dikasur. Tubuhnya menimpa tubuhku sekarang. Selama lima detik kami saling menatap mata satu sama lain. Jantung berdegup sangat cepat saat itu. Lalu aku pun berkata, "Maaf Rel, bisa kau berpindah sejenak, karena aku mau mandi." Aku pun mengambil handuk dan masuk kedalam kamar mandi. Kuhidupkan shower, saat sedang mandi tiba-tiba aku teringat kata-kata Ibu Fenny. Apakah tindakan yang dilakukan oleh Karel siang ini adalah bentuk cemburu? Mengapa kami tadi cukup lama menatap mata satu sama lain saat dia jatuh menimpaku? Mengapa jantungku berdegup lebih cepat saat dia memelukku? Apa maksudnya semua ini. Aku pun segera menyelesaikan mandi ku, langsung kulingkarkan handuk di pinggangku dan keluar dari kamar mandi. Saat aku habis membuka koper untuk mengambil pakaian, handuk yang kukenakan terlepas. Awalnya aku tidak peduli, lalu aku perhatikan, Karel terdiam untuk beberapa menit sambil menatap tubuhku yang saat itu telanjang bulat. "Kenapa, belum pernah liat pria lain telanjang bulat ya? Atau belum pernah liat penis segede ini?" Aku berdiri menghadapnya sambil mengenakan celana dalamku. Lalu dia berusaha menjawab sambil sedikit terbata-bata, "A-a-nu, i-i-ya sa-saya belum pernah lihat kamu telanjang seperti ini. Ternyata badan kamu bagus ya, Sam." Dengan muka yang mulai memerah, dia segera mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. Malam ini, aku baru masuk kamar sekitar pukul 23.30. Setelah makan malam bersama Karel. Aku memutuskan untuk turun ke Club di dekat hotel. Karel menolak dengan alasan ingin mempersiapkan materi besok.

November, 25 2013 Aku pun membuka mata, kulihat jam di tanganku menunjukkan pukul 06.15. Aku melihat Karel, dia masih tertidur dengan pulas di kasur. Semalam saat aku masuk ke kamar hotel, aku melihat dia telah tidur terlebih dahulu, karena aku tidak ingin dia terganggu kuputuskan untuk tidur di sofa. Tak lama kemudian, kuputuskan untuk bersiap-siap terlebih dahulu. Karel kemudian kubangunkan, kami pun turun dari hotel untuk sarapan. Saat kami sedang sarapan, "Sam, semalam kamu tidur dimana? Kamu tidak pulang semalam." "Eh, nggak kok Rel. Kebetulan saya masuk kamar sudah hampir pukul 01.00. Karena saya lihat kamu sudah tidur sangat pulas, saya nggak enak kalo tidur di kasur. Ntar, kamu terganggu" "Kamu jangan seperti itu, Rel. Justru sekarang saya gak enak, gara- gara semalam saya tidur di kasur sementara kamu tidur di sofa. Kalo kamu merasa terganggu tidur di kasur bersama saya, setidaknya biar saya saja yang tidur di sofa. Bagaimanapun juga kamu kan atasan saya, Sam." "Udah.. nggak usah dipikirin. Saya nggak masalah kok. Iya-iya nanti malam saya akan tidur di kasur." Percakapan yang cukup aneh. Menurutku hal seperti ini bukanlah hal besar dan harus diperbincangkan, tapi ternyata Karel merasa hal seperti ini membuatnya merasa bersalah. Saat kami keluar dari hotel, mobil yang menjemput kami kemarin telah menunggu kami. Ketika kami masuk kedalam mobil, aku kira Gede yang menyetir. Ternyata orang lain. "Loh, Gede kemana?" tanyaku. Hari ini saya yang bertugas menjemput Bapak, perkenalkan nama saya Mario. Mario berkulit putih, namun badannya sangat tidak atletis, bahkan bisa dibilang buncit. Dan entah mengapa perjalanku menuju kantor terasa sangat membosankan, selain rutenya yang cukup panjang, Mario tidak seperti Gede, dia tidak bisa bercanda sama sekali. Akhirnya saat sampai dikantor, kami segera diminta untuk masuk ke ruang meeting. Ternyata, hasil dari pertemuan meeting tersebut adalah cabang perusahaan di Bali ini sedang terkena masalah. Penjualan terjun bebas dari level target. Dan saya diminta bantuan untuk menganalisis permasalahan ini. Ternyata Gede ditunjuk oleh Head Manager disini untuk menjadi asisten saya disini. Selesai meeting, Gede langsung mengajakku dan Karel makan siang. "Bagaiman Pak perjalanan dari hotel ke sini?" "Membosankan" jawabku. "Loh ada apa Pak?" "Mario gak seru kayak kamu," jawabku sambil tertawa kecil. Gede pun ikut tertawa . Lagi-lagi aku melihat ada yang aneh. Ternyata baru aku sadari, saat aku bersama Gede, Karel pasti menjadi pendiam dan sifatnya agak berubah. Namun aku pikir, belum saatnya untuk membahas sekarang. "Oh ya Gede, malam ini kamu bisa menemani kita lembur tidak. Saya inginnya menyelesaikan masalah cabang ini hari ini juga. Lumayankan dua Selasa-Rabu bisa jadi liburan." "Memangnya bisa hanya sehari, Pak?" "Ya kita lihat saja nanti." Selesai makan siang, kami bertiga langsung menuju ruangan yang telah disediakan. Aku meminta Gde mengumpulkan data-data yang diperlukan. Sementara Karel kuminta untuk mencari catatan kasus serupa pada perusahaan kami. Sementara aku mencoba membaca permasalahan yang ada. Baru satu jam kami mengerjakan, aku mengatakan kepada Gede dan Karel. "Sepertinya dua hari kedepan akan menjadi hari liburan bagi kita." "Maksud Bapak?" Gede menyela. "Benang kusutnya sudah aku temukan, dan menurut perhitunganku, sebelum jam 11 malam , laporan sudah bisa selesai." Ternyata benar saja, pukul 22.49 laporan sudah selesai. Dan seperti yang dibicarakan saat meeting, saat laporan yang berisi analisa masalah telah selesai, maka tugasku telah selesai juga. Karena, masalahnya telah selesai, aku mengajak mereka untuk menikmati malam yang tersisa di club favoritku di daerah Kuta. Awalnya, Karel menolak, namun aku paksa dan akhirnya dia mau ikut. Sementara Gede dengan senang hati menerima tawaranku. Di club itu, kebetulan ada meja billiard, tiba-tiba terpikir di otakku, "Bagaimana kalo malam ini kita main billiard, dan yang kalah di setiap gamenya harus minum tiga gelas beer sekaligus." Mereka tidak bisa berkata apa- apa. Setelah lima game, Karel selalu saja kalah. Dan dihitung-hitung dia telah minum sampai 15 gelas. Kulihat dia sudah sangat sempoyongan. Karena kasihan, kuputuskan untuk menyudahi malam itu, aku meminta Gede mengantarkan kami. Sesampainya dikamar, kurebahkan tubuh Karel di kasur. Setelah kulepaskan pakaian kerjanya. Aku juga melepaskan pakaian kerjaku dan karena kebiasaan, aku tidur bertelanjang dada. Saat tidur tanpa sadar aku tidur sambil memeluk Karel.

November, 26 2013 Saat membuka mata betapa terkejutnya aku mendapati diriku tidur sambil memeluk pria lain. Langsung kulepaskan pelukanku dan aku pun agak menjaga jarak dari Karel sambil terlentang. Belum selesai aku memikirkan apa yang telah kulakukan, tiba-tiba Karel berbalik badan. Ternyata dia telah menyadari sejak satu jam lalu bahwa aku tidur sambi memeluk dirinya. Dia kemudian turun dari kasur, megambil segalas air putih dan memberikannya kepadaku. "Kenapa kau tidak membangunkan saya ketika kamu menyadari bahwa tidur memeluk kamu, Rel?" "Saya tidak ingin mengganggu tidurmu, Sam." "Tapi saya tidak enak jadinya. Jujur saya minta maaf atas perlakuan saya, Rel." "Saya paham kok, Sam. Kamu mungkin tidak sadar karena kamu mabuk, dan mengira aku ini pasanganmu, makanya kamu memeluk saya. Dan saya gak masalah kok." "Ah, untunglah." "Sam, sebenarnya ada yang ingin saya katakan." Karel mulai duduk mendekatiku dan mengambil gelas dariku. "Aku rasa aneh, tapi aku harus jujur, aku mulai mencintaimu, Sam. Dan saya rasa, kamu juga merasakan hal yang sama, Sam." Untuk beberaapa detik saya terdiam. Dan anehnya saya tidak berani menepis kata-katanya. Tanpa saya sadari, tubuh Karel mulai mendekati tubuhku. Mukanya mulai mendekati mukaku. Dia ingin menciumku. Saat bibir kami benar-benar sudah dekat. Aku memegang bahu Karel. "Maaf Rel, mungkin ini salah paham. Aku memang mencintaimu, tapi sebagai teman." Muka Karel memerah, mungkin karena malu, sedih, takut, entahlah aku juga tidak tahu. Ada hal aneh yang aku rasakan, saat dia ingin menciumku tadi, aku rasakan penisku menegang dengan hebat. Tak berapa lama, terdengar bunyi bel kamar. Ternyata Gede yang datang. Seperti yang telah dibahas semalam, karena tugasku sudah selesai di Bali, dua hari tersisa aku meminta Gede untuk memandu kami menikmati Bali. Mulai dari surfing, climbing, sampai spa pun kami lakukan. Dua hari itu aku manfaatkan benar-benar sebagai media liburan. Dan tanpa kusadari, selama dua hari itu, aku menjaga jarak dari Karel. Dan setiap aku butuh bantuan aku langsung bericara pada Gede. Pernah beberapa kali Karel mengajakku berbicara, tapi aku langsung mengalihkan muka dan langsung mengajak Gede bicara. Hingga saatnya kami pulang pun, di pesawat aku berpura-pura tidur dan tidak mengatakan apapun.

November, 28 2013 Tidak seperti biasa, jam di tanganku sudah menunjukkan pukul 09.00. Tapi aku belum melihat Karel. Aku mencoba menghubunginya, tapi sepertinya ponselnya dimatikan. Aku tidak ambil pusing, aku kerjakan saja tugasku untuk hari itu.

November, 29 2013 Lagi-lagi hari ini dia tidak masuk kerja. Dan nomornya pun tidak bisa dihubungi. Aku mencoba menghubungi Bu Fenny untuk menanyakan nomor telepon dan alamat rumah Karel. Ternyata Bu Fenny hanya memiliki alamat rumahnya. Selesai dari bekerja, aku langsung memacu vespaku menuju rumahnya. Sesampainya aku di depan rumah. sesosok pria yang aku ingat sebagai Pak Pratman menghampiriku. "Permisi Pak, apakah.." "Kamu, Sam?"tanyanya. Aku hanya mengangguk. Dia mempersilahkanku untuk masuk. "Karel ada di dalam?" Dia mengangguk. aku diarahkan ke kamarnya. Kemudian ketika aku ingin memasuki kamarnya. Dia menghalangi pintu. "Ada yang ingin aku bicarakan padamu, ikut aku ke ruang kerja" Aku mengikutinya ke ruang kerja. Muncul pertanyaan di dalam otakku. Sejak kapan sopir memiliki ruang kerja. Belum sempat aku bertanya dia langsung menjawab. "Ini sebetulnya ruang kerja milik Pak Harris. Tapi karena dia tidak pernah menggunakannya, saya memakai ruang ini."

Aku tidak terlalu peduli dengan apa yang diucapkannya. Pandanganku tertuju kepada laci dibelakang kursi. Dari laci yang terbuka itu aku dapat melihat sebungkus kondom yang sudah terbuka dan celana dalam wanita. Dia menyadari hal tersebut, lalu memundurkan tubhnya dan menutup laci itu dengan kakinya. "Aku hanya ingin menyampaikan sesuatu," "Setelah pulang dari luar kota, Karel hanya mengurung diri di kamar. Dan kudapati ternyata suhu tubuhnya sangat tinggi. Dia sempat tidak sadarkan diri. Dan saat dia tidak sadarkan diri, dia hanya memanggil-manggil namamu. Awalnya saya tidak curiga. Namun setalah beberapa kali memanggil namamu, dia sempat menyebutkan bahwa dia mencintaimu lalu membencimu. Saya tahu mungkin kau tidak bisa menerima cintanya. Tapi tolong demi kebaikan Karel, jika kau datang kesini hanya untuk menyakitinya, lebih baik kau pulang. Saya prihatin dengan Karel"

Untuk sejenak aku terdiam. Dari cara bicaranya, seperti seorang ayah yang mencemaskan anaknya. Dan semua yang diceritakan Karel serta kondom dan celana dalam itu, membawaku ke suatu kesimpulan. "Sebenarnya siapa Bapak ini, kenapa anda begitu khawatir kepada Karel. Apakah anda yang selama ini bercinta dengan ibunya. Atau jangan-jangan Karel adalah hasil hubungan kalian berdua? Dan apakah dia mengetahui hal ini" Pak Pratman berdiri lalu dengan cepat menampar mukaku. "Tolong jangan beritahu siapapun. Lebih baik sekarang kau pulang" ujarnya. Dia memegang tanganku lalu memaksa berdiri, namun aku menahannya. "Anda ini sungguh lucu sekali. Ada rahasia yang ingin saya beritahu kepadamu juga. Yah, agar kita sama-sama impas. Saya juga sebenarnya seorang pecinta sesama pria. Tapi tidak mudah bagi saya untuk mencitai Karel. Karena dia bukan tipeku. Tidak ada seorang pun semenjak aku lulus kuliah yang mengetahui bahwa saya seperti ini. Hanya anda yang tahu ini." Pak Pratman sedikit terkejut mendengar pernyataanku. Ketika aku sudah berada di depan pintu ruang kerja untuk keluar, tiba-tiba dia berkata. "Tolong, belajarlah untuk mencintainya. Dia belum pernah sama sekali merasakan cinta ataupun berpacaran." "Kalau saya menolong kalian, apa yang bisa saya dapatkan."ujarku "Saya akan melakukan apapun untukmu." Akupun melepaskan tanganku dari gagang pintu yang semula ingin kubuka. Kukunci kembali pintu tersebut. Dan membalikkan badanku. Aku berjalan mendekati dia. Tepat di telinga pria yang meski sudah tidak muda namun tetap tampan dan kekar itu, aku berbisik. "Apapun akan kau lakukan?" tanyaku. Pak Pratman hanya mengangguk. "Sebenarnya anda adalah tipeku, apakah anda mau untuk kali ini menuruti perintahku". Pak Pratman benar- benar terbelalak tak menyangka, namun akhirnya mengangguk. Kupegang kepalanya dan kuturunkan sampai dia berlutut didepanku. Kukeluarkan penisku yang sejak tadi sudang mengencang dari celanaku. Kupaksa penisku mengisi rongga mulutnya. Kumaju-mundurkan penisku. Pada awalnya dia tampak tidak nyaman, namun dia mulai menikmatinya. Untuk beberapa kali dia sempat menggigit penisku. Kukeluarkan ponselku dan pelan-pelan kuabadikan dirinya yang sedang melumat penisku. Ketika dia sedang didera kenikmatan, kucabut penisku dari mulutnya. Lalu kuangkat tubuhnya dan kubisikkan sesuatu. "Saya akan mencoba mencintai anakmu, tapi izinkan saya untuk mencoba dirimu. Turuti saja apa perintahku." Kubuka satu per satu pakaiannya. Dasi, kemeja, ikat pinggang, sampai terakhir celananya. Kulihat penisnya ternyata juga sudah mengeras. Aku pun juga sudah telanjang bulat. Kurebahkan tubuhnya di atas meja. kutindih tubuhnya dengan tubuhku. Kugesek-gesekan penisku dengan penisnya. Dari cara dia mencapai birahinya, sepertinya dia sudah terbiasa. Lalu aku berbisik padanya, "Apakah kau pernah berhubungan dengan pria sebelum saya?" Dia terdiam sejenak lalu mengangguk. "Buah memang tidak jatuh dari pohonnya. Pernah dientot?" ujarku sambil tersenyum. Dengan suara beratnya dia menjawab, "belum". "Bagus karena malam ini kau akan merasakannya" ujarku. Dia sempat menggeleng, tapi langsung kulumat bibirnya. Kususuri tubuhnya dengan lidahku sampai di lobang anusnya. Kucoba menusuk lubang anusnya dengan jari, masih kesat, "Wah ternyata kau tidak berbohong"ujarku. "Jangan, saya tidak mau" ujarnya sambil merintih. "Bukankah kamu sudah berjanji" Lalu dia hanya terdiam. Perlahan-lahan kumasukkkan penisku yang cukup besar. Awalnya dia meringis kesakitan. Namun aku tidak mempedulikannya. Semakin dia merintih, semakin kupercepat penisku. Lama-lama rintihan itu berubah menjadi lenguhan kenikmatan. "Apakah kau pernah menelan sperma?" Dia kemudian menggeleng. Kucabut penisku dari lubang anusnya. Dengan hitungan detik, kumasukkan ke rongga mulutnya. Dan kulepaskan semua cairan kenikmatan itu. Awalnya Pak Pratman ingin memuntahkannya, namun kupaksa dia untuk menelannya. Lalu kuambil kondom yang tadi ada di laci. Kupasangkan pada penisnya yang masih menegang. Tidak butuh waktu lama, ternyata dia gampang untuk ejakulasi. Kulepaskan kondom itu dari penisnya. Kupaksa rongga mulutnya terbuka, dan kutuangkan sperma yang jumlahnya tidak sedikit tersebut dari kondom ke rongga mulutnya. Dia sangat menikmati hal tersebut. Aku kembali menimpa dirinya. Kulumat dengan rakus bibirnya dengan sperma. "Bukankah kamu pernah berhubungan sesama jenis, tapi kenapa nampaknya ini baru pertama kali bagimu?"tanyaku "Saat itu saya hanya berciuman dan disepong, itu saja" "Oh, pantas"ujarku. Tidak lebih dari lima menit, penisku mengeras kembali. Aku masih melumat bibirnya. Lalu dia melepaskan bibirnya. "Saya sudah mulai mengerti permainan ini." Dia kemudian membalikkan badanku. Lalu memutar badannya, dan mulai mengemut penisku. Seperti singa yang sedang makan, dia menikmatinya dengan sangat liar. Sekitar 15 menit kemudian, penisku kembali memuntahkan sperma kemulutnya. Tidak seperti yang pertama, kali ini dia menghisap semua, bahkan menjilati semua yang tercecer. Kami pun merapikan pakaian masing-masing. Lalu ketika kami keluar dari ruang kerja, dia berbisik "Terima dan tolong tepati janjimu". Aku hanya tersenyum. Lalu kuhampiri kamar Karel. Saat aku akan membuka kamarnya seorang wanita, berumur sekita 40 tahun lebih, keluar dari kamarnya. “Karel sudah tidur. Datanglah esok hari. Kuharap kamu sudah mengerti apa yang disampaikan Pratman.” Aku pun menuruni tangga. Saat akan keluar rumah, aku menanyakan kepada Pak Pratman tentang wanita itu. Dia adalah istri Pak Harris dan berarti dia adalah ibu dari Karel sekaligus selingkuhan Pak Pratman. Dia telah tahu kondisi Karel dan dialah yang meminta Pak Pratman untuk berbicara kepadaku.

November, 30 2013 Hari ini aku kembali ke rumah Karel. Kali ini Pak Pratman tersenyum melihatku. Lalu dia memeluk tubuhku. “Ingat akan janjimu, anak muda.” Aku pun tersenyum kecil. “Anda pasti tidak dapat melupakan kejadian semalam kan?” Dia mengangkat jari telunjuk ke bibirnya. Isyarat bagiku untuk diam. “Saya perlu menemui Bu Lenny, ibunya Karel.” Saat bertemu dengan wanita itu, kusampaikan persyaratan dan kondisiku. Aku katakan bahwa aku tidak dapat mencintai Karel begitu mudah dan aku mempunyai persyaratan. Aku memintanya untuk mengizinkanku untuk membawa Karel tinggal di apartemenku jika mereka ingin aku serius dengan Karel. Awalnya Bu Lenny menolak. Namun Pak Pratman mencoba meyakinkannya. Ketika aku keluar dari kamar Bu Lenny, aku berbisik pada Pak Pratman. “Anda bisa jadi bebas dengan wanita itu bukan.” disertai tawa kecil dariku. Namun Pak Pratman hanya terdiam. Aku pun masuk kekamar Karel, kulihat dia membuang muka. “Hey, kau masih marah padaku?” Dia tidak menjawab. “Ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan padamu. Pertama, saya meminta maaf atas kejadian waktu itu. Kedua, saya ingin bertanya, apakah kamu benar-benar menyukaiku?” Karel lalu memutar pandangannya. “ Maksudmu, Sam? Apa yang saya sampaikan waktu itu belum menggambarkan perasaan saya?” Dia meluruskan kakinya. Aku pun mulai duduk disampingnya. “Saya bukan tipe orang yang suka bermain-main, apakah kamu siap serius dengan saya? Saya butuh bukti darimu.” “Saya semakin tidak mengerti, Sam.” “Mulai hari ini tinggallah bersama saya. Saya memang belum bisa menyatakan bahwa saya mencintaimu. Tapi melihatmu jatuh sakit seperti ini. Membuat saya semakin merasa bersalah. Saya telah meminta persetujuan ibumu.” “Bercanda kamu, Sam.” “Ini alamat apartemenku. Jika kamu tidak mau tinggal dengan saya. Maka saya anggap perasaanmu terhadap saya adalah semu.” Aku pun meninggalkannya. Saat aku hendak menuju pintu, Karel memanggil namaku. Dia berlari kecil dari belakangku dan langsung memelukku. “Terima Kasih”. Aku pun membalik badanku lalu kukecup bibirnya yang masih tampak pucat.

Desember, 1 2013 Pintu apartemenku diketuk. Ternyata Pak Pratman datang. “Aku kesini untuk membawa barang-barang Karel. Dia akan datang nanti sore, karena dia masih harus check up siang ini.” Aku hanya diam. Kubantu dia memasukkan barang- barang Karel. Setelah semua barang Karel sudah dipindahkan, kuajak Pak Pratman untuk berbicara santai ditemani beberapa bir. Dia tampak selalu mencuri-curi pandang kepadaku. Lalu aku membuka pembicaraan. “Sepertinya ada yang ingin anda sampaikan?” “Sam, semenjak malam itu. Saya tidak bisa melupakan kejadian itu. Semalam saya bertengkar hebat dengan Lenny. Ketika saya berhubungan dengan Lenny, saya tidak bisa melupakanmu dari benakku. Bahkan semalam rasanya sangat sulit untuk ereksi.” Aku mengambil rokok dari atas meja, kuhisap beberapa kali. “Lalu bagaimana dengan sekarang. Apakah lebih mudah bagi anda ereksi ketika melihat saya.” Pak Pratman hanya terdiam untuk sejenak. “Lebih baik jujur pada saya, Pak” Lalu dia mengangguk perlahan. Aku berdiri, merangkulnya dari belakang. Perlahan tanganku menggerayangi tubuhnya dan turun kebawah. Kuremas penis dari luar celana, ternyata dia benar-benar terangsang. Aku menarik tubuhnya menuju kasur. Kubiarkan dia menimpaku. Nafasnya berubah menjadi sangat cepat. Lalu aku berbisik, “Itu yang namanya sensai baru dalam percintaan. Ketika Anda bosan dengan Lenny, Anda bisa menemui saya.” Ucapku sambil tertawa kecil. Kubiarkan Pak Pratman mulai membuka pakaianku. Kali ini, tidak seperti pertama kali. Dia mengambil alih permainan ranjang. Aku membiarkan dia melakukan itu. Dia membuka pakaianku. Dan benar-benar mengeksploitasi setiap inci bagian tubuhku. Kali ini dia yang berinisiatif untuk memasukkan penisku ke anusnya. Kami bermain tiga ronde saat itu, dan ronde terakhir ketika di kamar mandi. Saat di bawah shower, aku memeluknya dari belakang, kuciumi tubuhnya. Lalu aku berkata, “Aku akan mencoba mencintai, Sam. Demi dirimu.” Lalu dia membalikkan badan dan langsung melumat bibirku. “Terima Kasih.” Ternyata benar saja, sore hari Karel menghampiri apartemenku. Aku menarik badannya ke dalam apartemen. Kulimat bibir manisnya. “Ini yang waktu itu, kamu harapkan.” Dia hanya bis aterdiam pasrah. Kami menghabiskan malam bersama. Aku memasakkannya makan malam. Dan setelah makan malam, dia menemaniku menonton televisi ditemani dengan bir. Dia merebahkan kepalanya kepadaku. Saat menjelang tidur. Aku melepaskan bajuku sehingga aku telanjang dada. “Saya lebih nyaman tidur seperti ini.” Kami lalu tidur bersama. Dia mulai memelukku dan merebahkan kepalanya. Di tengah malam, kurasakan bibirku dilumat, akupun membalas ciumannya. Ketika tangannya mulai meremas penisku dari balik celana, aku menahannya. “Aku belum siap, Rel.” Dia cukup kesal. Namun dia akhirnya mengalah.

Desember, 2 2013 Aku membuka mata, aku melihat Karel masih tertidur nyenyak di pundakku. Ak melepaskan pelukannya dan kusiapkan sarapan. Lalu aku mandi, saat kuhidupkan shower, tiba-tiba Karel masuk dan langsung memelukku dari belakang. “Aku ingin mandi bersamamu”ujarnya. “Tidak untuk sekarang” aku melepaskan pelukannya, dan segera mengambil handuk lalu keluar dari kamar mandi. Saat sarapan kami tidak saling berbicara. Saat sampai dikantor, tiba-tiba Karel menggandeng tanganku. Namun, aku segera melepaskannya. “Disini, aku adalah atasanmu. Dan aku sangat tidak ingin ada yang tahu tentang hubungan kita.” “Maaf,Sam.” Seperti biasa, hari ini aku memulai rapat mingguan. Selama rapat, pandangan Karel tidak henti-hentinya menatapku. Saat makan siang dia mencoba mengajakku makan siang. Tapi aku menolaknya karena aku memang sedang sibuk. Dia kemudian menunggu aku selesai bekerja. Namun aku turun ke area parkir terlebih dahulu. Kukirim pesan kepadanya. “Saya tunggu di cafe sebelah” Saat tengah malam, aku masih sibuk bermain billiard di apartemen. Lalu Karel membuka pembicaraan. “Saya tidak mengerti sebenarnya dengan caramu, Sam. ” Aku melihat dia berbicara sambil menenggak alcohol yang cukup berat. “Cara saya seperti ini, Rel.” “Apa? Mengajak saya ke apartemenmu, lalu membiarkan saya seperti ini. Aku terlalu berharap banyak saat kamu mengajakku tinggal bersamamu, Sam.” Aku membalikkan badanku. “Saya sedang belajar, Rel. Belajar untuk mencintaimu. Bukankah kamu bilang ingin serius dengan saya.” “Belajar apa, Sam. Setiap kali saya minta berhubungan badan, kamu selalu menolak. Setiap kali saya menggandeng tanganmu, kamu selalu melepaskannya.” Aku hanya diam, melanjutkan permainan billiardku. “Kamu salah, Rel. Jika kamu hanya ingin berhubungan badan dengan saya. Kamu tidak perlu menyatakan mencintai saya.” “Ya, memang saya yang salah. Saya tidak pernah benar dimatamu, Sam.” “Rel, tolong mengerti saya. Tidak mudah bagi saya mencintaimu. Dan sekarang semakin tidak mudah bagi saya untuk memberikan tubuh saya padamu.” Nada suaraku sedikit naik. Aku mengambil jaket kulit dan kunci motor. Lalu pergi meninggalkannya malam ini.

Desember, 3 2013 Pagi ini aku terbangun di club yang selalu buka 24 jam. Kepalaku menjadi sangat berat. Tiba-tiba ponselku berbunyi. Kucoba angkat telepon itu, ternyata Pak Pratman. “Kamu dimana? Saya ingin menemuimu” ujarnya. Aku memberikan lokasiku. Ketika dia datang, dia telah berpakain dengan sangat rapi seperti biasanya. “Kenapa kamu mabuk seperti ini, Sam? Ada masalah dengan Karel?” “Saya tidak tahu ini salah siapa. Saya tidak bisa mencintainya, Pak. Bahkan untuk mencium bibir dan berhubungan badan dengannya menjadi sulit bagi saya.” “Mungkin ini berat bagimu, Sam. Tapi cobalah bahagiakan dia. Dia terlalu sering mengalami penderitaan dan tekanan selama ini. Saya mohon padamu, Sam.” Aku kemudian melirik pria itu. “Bisa anda mengantarkan saya ke kantor saya?”. Sesampainya di mobil, aku kembali melihat wajah tampan Pak Pratman, benar-benar membuat gairahku meningkat. “Sebenarnya apa yang membuat Anda, pagi-pagi seperti ini menemui saya, Pak?” “Anu.. sebenarnya seperti ini. Tapi saya rasa tidak tepat untuk sekarang. Setelah berhubungan badan denganmu, saya tidak bisa lagi berhungan dengan Lenny. Dan kamu selalu membuat saya bergairah, Sam.” Aku mendekati mukanya, bibir kami hampir bersentuhan, tapi kutahan. “Apakah sekarang anda juga sedang bergairah?” Dia mengangguk kecil lalu langsung melumat bibirku dengan rakusnya. Pagi ini, kami bermain liar di mobil SUV itu. Dia mengambil penisku dan menghisapnya dengan sangat liar, begitu pula dengan biuah zakarku, tidak henti- hentinya diemut. Tidak kusangaka pria setua ini, menghisap penis dan buah zakarku seperti pria berumur 20 tahun. Aku memuntahkan sperma di mulutnya sampai empat kali. Dan anusnya terus menerus kumasuki. Dia menikmati permainan kami. Begitu juga aku. Kami bercinta benar-benar tanpa batas. Peluh dan pejuh kami bercampur membasahi tubuh kami. Meskipun sudah berumur, Pak Pratman masih memiliki badan dan gairah yang sangat bagus. Selesai berhubungan badan, dia pun membisikkan sesuatu, “Lakukan seperti ini, jika kamu bersama Karel, Sam.” Tangannya memasukkan sesuatu ke saku celanaku. Dan ternyata itu sebuah pil. Hari ini aku sangat tidak fokus bekerja. Kata-kata Pak Pratman terus memenuhi otakku. Aku mencoba mencari cara yang tepat agar aku dapat mencintai Karel. Perlakuanku kepada Karel akhir-akhir ini memang keterlaluan. Sebenarnya ini semua bukan salah dia. Tapi aku selalu saja melemparkan kesalahan padanya. Dia terlalu berharap banyak kepadaku. Dan mungkin karena perlakuanku, dia telah kecewa.

Desember, 4 2013 Pagi ini Karel telah bangun terlebih dahulu. Tanpa sepengetahuanku dia telah mempersiapkan sarapan. Aku cukup pusing pagi ini. Karena perkataan Pak Pratman kemarin, semalam aku hanya baru bisa tidur pukul 4 pagi. Dan sekarang menunjukkan pukul 6 pagi. Aku melangkahkan kakiku ke lemari pendingin. Mencoba mencari sebotol bir yang mungkin dapat menenangkan otakku. Baru aku meminumnya, perhatianku tertuju ke kamar mandi yang tidak rapat. Aku tahu, Karel pasti lupa menguncinya. Aku dengar suara shower telah hidup. Kupikir inilah saat yang tepat. Kutaruh botol birku. Kubuka kancing bajuku. Begitu juga dengan celanaku. Sehingga yang tersisa hanya celana dalam ketat berwarna hitam. Aku ambil lagi bir yang kutaruh tadi. Kulangkahkan kaki pelan-pelan menuju kamar mandi. Sebelum aku sempat menggeser pintu kamar mandi, aku teringat sesuatu. Aku kembali membalikkan badan untuk mengambil celanaku. Kurogoh salah satu saku celana. Kuambil sebuah pil pemberian Pak Pratman kemarin. Baru dua menit meminumnya, aku merasakan ada yang aneh. Tiba-tiba jantungku berdetang lebih cepat. Gairahku meningkat. Kubuka pintu kamar mandi yang setengah tertutup dengan perlahan. Kulangkahkan kakiku dengan sangat hati-hati. Kulihat Karel sedang membalikkan badan mengahadap pancuran shower. Dia benar-benar telanjang bulat. Tubuhnya putih bersih tanpa ada cacat. Dan benar saja, jantungku semakin berdetak kencang. Libidoku benar-benar meningkat. Langsung kupeluk Karel dari belakang. Kurasakan ada sedikit rambut-rambut halus disekitar dadanya. Awalnya dia menolak, ingin melepaskan pelukanku. Namun aku benar-benar bergairah pagi ini. Kupeluk dia erat-erat. “Sam, ada apa dengamu pagi ini.”ujarnya. “Ssstt.. lebih baik kamu diam dan nikmati saja”. Kuambil sabun dan kusabuni dia dari belakang. Dia hanya diam pasrah. Beberapa detik kemudian tanganku telah sampai diputingnya. Kupuntir putingnya perlahan. Karel mengerang halus, tanda kenikmatan. Kuturuni tanganku hingga samapai dipenisnya. Ternyata dia baru saja mencukur jembut. Dan kemaluannya sudah setengah menegang. Kurasakan ukuran penisnya yang tidak terlalu besar dan belum disunat. Kuciumi lehernya dengan penuh nafsu. Penisku mulai menegang. Kugesekkan penisku yang masih tertutupi oleh celana dalam diantara belahan pantatnya. Tangan kiriku memuntir putingnya dan tangan kananku sibuk meremas penisnya. Kuhidupkan shower, air hangat mengguyur tubuh kami berdua. Dengan sambil menciumi dan menjilat lehernya. Sementara tangan kiriku yang kini memilin putingnya. Sekarang tangan kiriku membuka celana dalamku. Kutempelkan tubuhnya ke dinding. Penisku yang sudah benar-benar menegang kumasukkan diantara belahan pantatnya. Kugesek-gesekkan untuk beberapa saat. Desahan Karel semakin menjadi. Kumasukkan penisku ke lubang anusnya. Desahan yang keluar dari mulutnya perlahan berubah menjadi erangan kesakitan. Semakin kupercepat gerakan penisku. Semakin dia mengerang hebat. Beberapa menit kemudian Karel berbisik, “Aku ingin muncrat nih.” Langsung kucabut penisku dari anusnya. Kubalikkan badannya. Dan kumasukkan penisnya ke dalam mulutku. Kumainkan lidahku, dan beberapa saat sperma hangat keluar dari penisnya. Kutahan semua sperma itu di rongga mulutku. Aku pun berdiri berbisik kepadanya. “Kamu harus mencoba menelan sperma.” Kupaksa membuka bibirnya. Dan mulutku yang masih penuh dengan spermanya kusatukan dengan mulutnya. Lidahku kujalarkan, mencoba memberikan seluruh spermanya yang ada di rongga mulutku kepadanya. Awalnya dia sempat menolak. Namun, pelukan kencangku tidak dapat ditolaknya. Awalnya dia agak terkejut. Mungkin ini baru pertama kalinya dia menelan sperma. Tetapi beberapa detik kemudian, dia dengan lahap meluat bibirku, berusaha mengahabiskan spermanya yang tersisa dimulutku. “Mulutmu benar-benar terasa seperti bir.” Aku hanya tertawa kecil. Kuambil botol birku. Kuisyaratkan tubuhny untuk berlutut. Kumasukkan penisku kemulutnya. Awalnya dia tidak mengerti, Kumaju-mundurkan kepalanya. Tidak butuh lama baginya untuk belajar. Beberapa menit kemudian dia telah mahir mengulum penisku. Buah zakarku juga tidak luput dari jilatannya. Aku sambil mendesah untuk memancing gairahnya. Beberap kali kuteteskan bir yang baru kuminum ke mukanya. Dana beberapa kali kutuangkan bir ke penisku. Meskipun hanya 2/3 penisku yang mampu masuk ke rongga mulutnya. Dia sangat bergairah dan semakin bernafsu mengemut penisku. Beberapa kali dia tersedak, tetapi dia tidak menyerah. Dia benaar-benar memanfaatkan momen ini. Limabelas menit kemudian, aku pun sampai pada klimaks. Kutekan kepalanya kuat-kuat. Dan kumuntahkan semua sperma dari penisku ke mulutnya. Tanpa ragu, dia menelan semua spermaku. Aku pun menyandarkan tubuh ke dinding dan duduk disampingnya. Kutatap mukanya. “Sam, terimakasih. Kau membalas cintaku.” Dia mengatakan hal itu dengan sangat manis. Tapi aku hanya terdiam. Tanpa pil yang diberikan Pak Pratman, tidak bisa aku melakukannya. Dan sekarang aku seperti mengkhianati Karel.


###

3 Gay Erotic Stories from Ario Pramono

Gairah Rumah Polisi

Tiga bulan yang lalu aku baru keluar dari penjara . Biografi singkat mengenaiku, tinggi 178cm, berat 69kg. Tubuhku proporsional dan atletis. Memiliki perut six pack dan kulit berwarna putih. Hidung mancung , mata tajam, rambut botak tipis, memiliki kumis dan brewok tipis serta sedikit bulu dada. Aku keturunan Timur Tengah dan Amerika Latin. Penisku ukurannya sekitar 8 inci dan cukup

Menjalin Cinta Baru

Sudah seminggu ini aku tidak mencuci pakaianku. Sebagai mahasiswa yang merantau di luar negeri, laundry menjadi satu-satunya solusi untuk menyelesaikan masalah ini. Aku mengemasi pakaian kotorku. Aku menuruni tangga apartemenku. Tidak seperti apartemen-apartemen mewah, apartemenku ini lebih mirip seperti rumah susun jika di Indonesia. Hanya saja dinding disini sudah dilapisi cat dan

Pak Pratman, Sam dan Karel

Namaku Samuel, biasa dipanggil Sam. Umurku 22 tahun. Aku bekerja di sebuah perusahaan operator telekomunikasi di Bandung. Dengan posisi sebagai Marketing Leader.November, 11 2013

###

Web-01: vampire_2.1.0.01
_stories_story