Ini bukan kisah sejarah perjuangan Pak Harto dalam masa Revolusi, meski judulnya sama tapi ini sejarah tidur dan bergulat dengan seorang Pakistan di atas kasur. Sama-sama seru ! Pak Harto berjuang mengandalkan pestol, cerita yang ini berjuang mengandalkan kontol.
Begini ceritanya : Sebuah hotel baru akan diresmikan di daerah Losari, dekat Magelang, gerombolan kami turut di undang. Para Vipiawan dan Vipiawati dari Jakarta sebagian berangkat barengan dengan pesawat Garuda ke Jogja, sebagian lagi menyusul kemudian. Aku termasuk rombongan pertama yang, sambil menunggu teman-teman lain datang, kami check-in di Hyatt Regency Jogjakarta.Saat itu masih jam 11 pagi, Iwan Tirta, pemimpin rombongan kami, memberi pilihan, ikut bersamanya jalan-jalan atau mau tetap di hotel. Aku memilih yang kedua, sementara mereka pergi ke downtown, aku mandi dan memilih pakaian yang akan kukenakan. Kutelpon bagian binatu meminta pakaianku disetrika, lama kutunggu petugasnya tidak datang juga.
Akhirnya aku turun dari kamar dan mencari laundry room, di tengah lorong menuju laundry room aku berpapasan dengan seorang lelaki muda memakai setelan olahraga, jenggotnya rapi, kumisnya rapi, meski berkeringat ia tercium harum semerbak. Aku menyuruh petugas menyetrika pakaianku dan mengantarnya ke kamar, setelah itu aku menuju coffee shop di bawah. Hyatt Regency Jogja tidak sementereng namanya, bangunannya biasa bahkan sederhana. Sambil duduk memesan hidangan mataku memandang ke luar, agak jauh terdapat lapangan golf. Tiba-tiba mataku terpaku pada lelaki muda yang berpapasan denganku di lorong, ia sedang jalan dari taman ke bangunan hotel. Aku mengamati wajahnya, hidungnya bangir, matanya dalam dan aku menebak, lelaki ini pasti dari Timur Tengah “……..hhhhhmmmmm……siapa takut ?”
Lelaki itu mendorong pintu kaca dan masuk coffee shop, peluhnya berleleran, ia menyapu pandang mencari tempat duduk rupanya. Coffee shop sepi, hanya ada 3 meja terisi. Dengan penuh percaya diri kulambaikan tangan, lelaki itu mendekat dan berdiri di depanku “ada apa ?” ia bertanya dengan galak, aku menjawab :”silahkan duduk di sini, temani saya sambil menunggu teman yang lain datang” Ia ragu sejenak, tapi kemudian ia menarik kursi “kamu asal dari mana ?” ia bertanya lagi, aku menjawab : “saya orang Indonesia, kamu dari mana ?” ia hanya mengangguk-ngangguk. Pelayan datang dan ia pesan orange juice, lantas lelaki muda ini berkata :”ya, kelihatan caramu berpakaian tidak seperti orang di sini” Kami berbicara masih kaku, aku tahu dia ragu karena baru mengenalku, aku mengamati wajahnya yang tidak terlalu maskulin, tetapi memang tampan. Tubuhnya semampai agak kurus, tapi kelihatan bersih dan orang baik-baik.
Aku berpikir-pikir mencari cara singkat membuatnya santai, lantas aku mengatakan : “temanku minta pijat, aku sudah tunggu lama dia tidak datang juga, untung ada kamu, bisa ngobrol tidak sendirian” Ia menatapku dan berkata seolah tak percaya :”apa ? kamu bisa mijat ? belajar dari mana ?” aku menunduk, menjawab sambil lalu : ”dari Thailand, aku kursus berijazah” Lelaki itu menepuk meja dengan telapak tangannya : “oh ya kita belum kenalan, saya Amir Chaudry, keluarga kami pedagang karpet dari Pakistan, namamu siapa tukang pijat ?” katanya sambil tertawa ramah, “Herman, saya kira kamu dari Arab sana” jawabku. “Baguslah Herman, saya sudah 2 hari ini mencari tukang pijat yang baik, tapi belum tahu cari dimana, di hotel ini terus terang terlalu mahal” katanya lagi. Aku buru-buru menjawab :”Saya memijat bukan karena cari uang, tapi karena persahabatan” Amir Chaudry sama seperti orang Pakistan lainnya, ketahuan pelit, senyumnya semakin lebar, giginya yang indah berkilau-kilauan. “Wah saya sangat tersanjung, sangat bahagia dibilang sahabat” cetusnya, kedua tangannya dikibarkan ke atas bahagia. Tanpa membuang waktu aku memanggil pelayan, membayar pesanan meja kami, karena aku yakin Amir tidak akan membayarnya. Lantas aku katakan kepada Amir :”saya ada waktu tidak banyak, kalau teman saya tiba-tiba datang, aku tidak bisa pijat kamu, jadi apakah mau dipijat sekarang ?” Amir membelalak seolah tak percaya, ia menegaskan kalau ia tidak akan membayar pijatanku, katanya :”sekarang ? sebagai sahabat ? tentu saja ! asal betul-betul tanda persahabatan ya !”
Aku berdiri dan berjalan duluan, Amir buru-buru mengikutiku. Sampai di kamar Amir duduk di pinggir tempat tidur menunggu isnstruksi. Aku membuka pintu kamar mandi dan menyalakan air dalam bathtub. “Amiiiiirrrrrr……….” Aku memanggilnya, ia melongok dan aku menyuruhnya mandi, Amir menurut, membuka baju dan celananya, aku mengamati dari kamar, ia ragu-ragu melepas kolornya. Busa badedas yang semerbak dan bergulung-gulung segera memenuhi bath-tub, aku menyuruh ia segera nyemplung dan membiarkan ia sendirian di kamar mandi. Lima menit kemudian aku masuk kamar mandi yang tak dikunci, Amir sedang berendam dengan asyik, ia menggosok-gosok lengan, perut dan pahanya.
Aku duduk di tepi bath-tub menyuruh ia memunggungi aku, lantas perlahan-lahan aku memijat punggungnya, hati-hati dengan tekanan penuh. Tengkuknya aku pijat, turun lagi ke bawah, demikian berulang-ulang. Amir merasa sangat nyaman, matanya tertutup merasakan pijatanku. Kemudian aku menyuruhnya meluruskan kaki, sehingga posisinya berbaring penuh di dasar bath-tub dengan kaki selonjor muncul ke atas. Pergelangan kakinya aku mulai pijat, cukup lama 5 menit, setelah itu naik ke betisnya dan sedikit pahanya, demikian berulang kali. Lantas aku berpura-pura minta ia menjulurkan sebelah kaki yang lain, aku tahu posisi itu tidak memungkinkan, jadi aku mengambilkan handuk “bilas badanmu, aku pijat di tempat tidur saja” kataku sambil berdiri dan meninggalkannya begitu saja.
Aku duduk merokok, membuka mini bar dan berusaha menenangkan jantungku yang berdetak sempoyongan. Kutuang vodka dan kutenggak, Amir masuk dan menegurku :”Astaga kamu minum alcohol ya ?” aku menjawab sambil menatap lilitan handuk dipinggangnya “ya, kadang-kadang saya minum, kamu mau ? demi persahabatan ?” mulanya Amir menolak, ia meringis “Tidak, tidak…tidak, saya hanya minum untuk acara yang sangat penting !” keberanianku mulai timbul setelah menenggak vodka, aku menyahut :”betul….kamu betul Mir, saya minum karena ini acara penting, tanda dimulainya persahabatan denganmu…” kataku sambil mengangkat gelas….Amir tak dapat menolak, ia meraih gelas dan menenggaknya :”aaaaahhhh….!” Ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Lantas ia melompat ke atas tempat tidur seperti penerjun payung, handuknya tetap melekat erat di pinggang.
Dengan percaya diri, aku berdiri dan merenggut handuk itu, kututup melintang di atas pantatnya, dan mulailah aku memijati lagi punggungnya hingga ke pantat, tumit kaki, pergelangan betis hingga paha, pindah ke tengkuk, lengan dan jemarinya. Akhirnya jemari Amir aku pijat dengan sebelah tangan, sebelah tangan lagi aku memijat pahanya, terus naik-naik-naik merembet hingga menyentuh bijinya. Demikian berulang-ulang, sampai jemari Amir tiba-tiba mencengkeram jariku, ia membalikkan badan menatapku dengan penuh harap dan permintaan. Handuk tersibak dan perkakas Amir sudah berdiri melengkung seperti ketimun. Ia menarik tanganku dan meletakkan di atas perutnya, lantas digeser turun sampai ke jembutnya yang setengah dicukur. Aku terpana menatap dadanya yang rindang berbulu hingga ke pusar, disambung bulu halus sampai ke jembutnya. Amir meregangkan kakinya, tampak paha-pahanya yang mengapit biji salak kemerah-merahan.
Aku tersenyum, Amir tersenyum, ia menarik dan memelukku :”demi persahabatan……..lakukanlah…..lakukanlah sekarang” Ia mengelus pipiku dan mencium keningku, tangannya menarik celanaku dan meremas kedua pantatku. Aku melepas kaosku, Amir langsung menjentikkan jarinya ke putingku, aku menunjuk dan Amir langsung melahap putingku, menjilatnya mengulumnya sehingga aku bergidik kegelian. Amir menarik lagi tanganku, diarahkan ke alat vitalnya, kugenggam ……hangat….keras..berdenyut-denyut seperti jantungku !
Kami saling menindih, berciuman, memainkan lidah dan menggesek alat vital, rasanya indah, luar biasa, mesra !! Amir berbisik :”saya ingin sex yang indah, jangan buat saya kecewa…..!” aku mengulum kupingnya sambil balas berbisik : ”tentu…tentu…saya bikin kamu bahagia…saya janji….!” Amir mencium leherku, menggigit telingaku dan berbisik lagi :”janji…2 kali ya….sekali di mulut, sekali di lubang surga, ditambah bonus penutup….saya semprot didadamu…ok ?” Aku hanya mengangguk pasrah, 4 atau 5 kalipun aku ladeni, kataku dalam hati.
Puas kami bercipokan, Amir menggiring bibirku ke perutnya, segera kukulum bulu-bulu di dekat pusar, merambat turun dan terus turun, sambil kugenggam batang kontolnya kujilat kepala kemaluannya dengan lidah menari-nari perlahan dan makin cepat, akhirnya kontol itu kupakai seperti sikat gigi, kugosok lidahku di bagian yang paling sensitive. Amir meringkik kegelian, ia menutup mulutnya sendiri, ia tidak kuat menahan nikmat, menahan rasa geli dan rasa enak yang tak karuan. Sesaat ia menarik nafas kujejalkan kontol itu dalam-dalam ke mulutku, ia terpekik, aku biarkan saja, kumainkan lidah di dalam mulut sambil menarik dan mendorong kontol sepanjang sejengkal lebih sedikit itu. Amir memukul-mukul punggungku, sesekali ia mengelus kepalaku, sesekali ia menaikkan lututnya, lantas ia buru-buru menutup mulutnya lagi, kalau tidak ia pasti menjerit keenakan.
30 menit aku bermain dengan alat vital Pakistani itu, terasa cape juga, aku mengulum kontol Amir sambil mengocok batangnya. Rupanya Amir juga sudah tidak tahan, ia menyuruhku berbaring, ia duduk diatas dadaku, kemaluannya yang panjang dan melengkung dijejalkan ke dalam mulutku, tentu saja yang masuk hanya setengah, Amir menyuruh aku mengocok setengah batang sisanya, lantas ia bergoyang maju mundur, sesekali memutar-mutar pinggulnya. Ia memintaku mengocok lebih cepat dan lebih cepat, Amir menggoyang pantatnya maju mundur secepat-cepatnya, aku hampir terpekik karena batang kontolnya masuk begitu dalam……belum sempat aku mencabut kontol itu Amir memekik sambil melepaskan spermanya………crrrrrrooooooooooooootttttt……... crrroooooooooooooottt………… croooooooooootttttt, mulutku banjir oleh sperma, sudah kutelan berkali-kali sperma itu tidak habis juga, kulepas kontol Amir dari mulutku dan kukocok-kocok……….crrrroooooooooootttt …..!!!! ooooh kontol itu masih mampu menyemprotkan sperma lagi, kujilat dan kujilat kepala kontol yang berleleran sperma hingga ke batang dan biji-bijinya, Amir menjambak kepalaku dan mendorong ke selangkangannnya sambil mengeluh : ”oooooooohhh…..oooooohhhh……ooooohhhhhh……..!”
Amir membanting dirinya ke kasur, menarik tubuhku dan meremas-remas dadaku, pantatku dan mengilik-ngilik lubangnya sehingga aku meronta-ronta kegelian. Lidahnya menari-nari di atas putingku, leherku, pipiku dan akhirnya bibirku dikulumnya, ia menjilati sisa sperma dan memasukan dengan lidahnya kemulutku. Ia berbisik :”hebat…hebat….sangat hebat…memuaskan…..hebat” tangannya mengusap-ngusap tubuhku dan jemarinya memainkan putingku lagi. Ia menyedot pentilku sambil memainkan alat vitalku yang ngaceng kendor ngaceng kendor, kali ini aku ngaceng abis-abisan dikocok tangannya yang perkasa, entah ia belajar dimana tapi ia bisa mengocok sekaligus memainkan bijiku. Aku megap-megap kegelian dan keenakan. Amir menyedot-nyedot puserku dan menjilati jembutku, tapi ia tak mau mengulum kontolku, ia hanya mau menjilati pahaku dan……..lubang anusku, oooh rasanya seperti melayang di angkasa !
Amir pandai sekali membuat orang mengelijang, aku mendesis-desis keenakan, kontolku sudah hampir muncrat, Amir mengocok sambil menjilati lubang anusku…persis di lubangnya…….aku mengelepar tak kuasa menahan diri….akhirnya, creeeeeeeeeeeeeeeeettt……creeeeettttttttttt……cccreeeeett… air maniku meletus…..melayang tinggi…..dan berjatuhan ke atas pundak dan punggung Amir. Aku buru-buru menarik wajahnya menciumnya, Amir menindihku sehingga rasa nikmat semakin menjadi, ia menindih sambil melebarkan ke dua pahaku, ia menyelipkan alat vitalnya persis di bawah bijiku. Aku sudah tidak peduli, karena rangsangan yang Amir lakukan membuat aku pasrah sumarah. Aku hanya sempat mengintip, kontol Amir sudah tegang lagi, ketika kugenggam terasa hangat.
Amir membasahi kontolnya dengan ludah, dengan sisa-sisa sperma, lubang pantatku yang sudah basah oleh liurnya segera merasakan sebuah benda kenyal, tegang, berdenyut-denyut. Kepala kontol Amir masuk dengan mudah, ia mendorong sedikit-demi sedikit, ia melihatku yang melotot kesakitan. Amir menahan diri sebentar, lantas ia menatapku penuh kasih sambil mendorong lagi kontolnya, aku menganga menahan rasa sakit, Amir menunduk, ia mencium bibirku, menjilati jakunku, lantas sekali lagi ia mendorong perlahan. Memang sakit, nyeri, aku mencoba menyesuaikan diri, rasa sakit perlahan hilang, Amir mulai menarik kontolnya perlahan, mendorongnya pelan, menarik lagi dan mendorong lagi. Amir mulai merasa nikmat, matanya terkatup, bibirnya setengah terbuka, gerakannya penuh konsentrasi, aku hanya dapat mengelus pundak dan mencubit punggungnya. Amir merasa khusuk dan syahdu dengan persetubuhan ini, gerakannya konstan, ia takut membuatku kesakitan.
Kira-kira 20 menit aku mengangkang dan Amir memintaku ganti posisi, berdiri menghadap cermin, ia menyetubuhiku dari belakang sambil menatapnya dari cermin, aku juga jadi lebih terangsang. Gerakan Amir kini lebih cepat, sesekali ia mencium atau menjilat bagian-bagian tubuhku. Rasanya indah….indah sekali….! Rupanya sodokan Amir kali ini menimbulkan suara yang agak nyaring….tetapi itu menimbulkan sensasi lebih besar, Amir semakin ngaceng dan tak kuat menahan diri, ia meraba-raba alat vitalku, meremas dan menggenggamnya, gerakan kontolnya juga makin cepat, sekali dua kali dia plintir membuatku perutku terasa berputar-putar. Amir menggerakkan pantatnya maju mundur makin cepat, tengkukku digigit, ia menggeram-menahan ejakulasi…cccccrrrrrooooooooottttttt. ...........ccrrroooooooooooooooooottttttt………cccrrrrrrrrrrrrrrrroooootttt.......... Amir melepas spermanya dalam anusku, ia masih menggenjot beberapa kali, tiba-tiba ia mencabut kontolnya dan menyuruhku jongkok. Amir mengocok kontolnya yang masih tegang kuat-kuat, aku heran kontol sudah nyemprot seperti itu masih tegang juga, Amir sibuk mengocok kontol sambil mendengus-dengus, aku menjilati bijinya dan memain-mainkan lubang anusnya. Semenit, dua menit, tiga menit Amir masih mengocok kontol dengan aku jongkok di hadapannya. Tiba-tiba Amir mendengus lebih keras, ia menarik wajahku dan menggosok-gosok kontol segede timun itu seperti mengelap mobil dan kontol itu terus saja dikocoknya sampai kepalanya kelihatan merah mengkilap, sesaat kemudian Amir meletupkan air pejunya di wajahku, preeetttttttt…….preeeettttt ….crrreeetttt….cccrrrrrrrrooooooottttttt……..cccrrroooottt, air peju Amir menyemprot sesuka hati ……..wajahku penuh peju, berleleran, Amir langsung jongkok dan mencium bibirku yang penuh sperma, ia menjilati pipiku, dengan tangannya ia mendorong pejunya masuk ke mulutku. Ia lantas mengajakku berbaring, memelukku dan tak henti-hentinya ia menciumi wajahku yang belepotan sisa peju.
Sejam lebih kami berbaring, saling meremas jemari, saling memandang, akhirnya Amir tertidur. Aku melihat jam di handphone, sudah jam 2 lewat seperempat. Aku membiarkan Amir lelap, jam 3 tepat aku berdiri menuju kamar mandi, Amir terbangun, kami mandi berdua. Aku agak cemas, takut teman-temanku pulang. Aku mandi dan menyabuni Amir, kemaluan Amir tegang lagi, aku menjentiknya, ia tersenyum dan meminta aku mengulumnya. Aku mengocoknya sebentar, lantas kubilas dan kukulum, Amir menyeringai, kedua tangannya menutup mulut, kujilat semauku kasar lembut kasar pelan cepat dan akhirnya Amir ejakulasi lagi dalam mulutku sambil mendengus panjaaaaaang……..air maninya masih banyak juga ! Kutelan air mani Amir sambil memeluk pahanya kuat-kuat, Amir lantas menciumku lamaaaaa sekali.
Aku mengajaknya berbilas dan berkata :”temanku bisa datang dan muncul sewaktu-waktu” Kami bergegas berpakaian dan aku buru-buru mengajaknya turun ke lobby, Amir kelihatan lesu dan kurang senang melihat sikapku seperti itu sambil menyusuri lobby ia berkata :”kamu luar biasa nikmat, saya menyukai kamu, saya harap persahabatan kita tidak sampai di sini saja” Aku menatap jam di dinding, jam 4.14, kami duduk di lobby Amir menatapku :”sekali lagi saya harus katakan, saya ingin tetap bersahabat denganmu……kapan saya bisa menemuimu lagi” Amir memohon, aku memberi kartu namaku sambil menjawab :”kapan saja kamu boleh telpon saya dan kita janjian untuk bertemu, tapi hari ini dan besok sudah pasti tidak bisa bertemu”
Amir memasukkan kartu namaku dan memberi kartu namanya, ia masih juga memohon :”jadi kapan lagi kita bertemu….kapan ? tolong jawab…..saya bersumpah belum pernah merasakan kenikmatan seperti ini sebelumnya……sungguh……ooh Herman berjanjilah mau bertemu lagi dan melanjutkan persahabatan kita…..ayolah…!”
Aku tersenyum, memegang tangannya, menggenggamnya dan berkata :”tentu Amir, kamu juga sangat memuaskan bagi saya, saya juga bahagia, bagaimana mungkin saya melupakanmu, percayalah kita pasti bertemu lagi, pasti ada waktunya, besok saya pasti telpon kamu, saya janji..ok ?”
Jam 4.40 rombongan jalan-jalan muncul, suara mereka terdengar dari jauh, rupanya rombongan Vipiawan Vipiawati yang kedua sudah tiba di Jogja, mereka sudah di mobil. Kedua rombongan akan berkonvoi menuju Losari. Teman-temanku, naik ke kamar mengambil barang, Iwan Tirta dan Ardianto memandangku “bagaimana ? jadi ikut atau tinggal di sini ?” mereka menggoda, aku hanya tersenyum. Aku berpamitan pada Amir, mengambil barangku di kamar, Iwan Tirta menyusul, di dalam lift ia mencubit pantatku sambil tertawa.
Sebentar saja di atas kami segera turun, berkumpul dan check-out. Amir menungguku di lobby, ia kelihatan sedih harus berpisah denganku. Aku menyalaminya dan sekali lagi berbisik :”pasti besok aku telpon…aku janji…!” lantas aku berlari menyusul teman-temanku. Rombongan kami berangkat menuju Losari, acara makan malam siap menanti.
Enam jam di Jogja memberi kenangan luar biasa, sebuah kebahagiaan memang harus diraih dengan keringat, perjuangan dan kemenangan. Amir dan aku mendapat kebahagiaan setelah berpacu saling menindih, bergulat sampai keringatan, saling menggigit, berjuang mencapai ejakulasi seolah memenangkan pertarungan dan pertempuran sengit di atas ranjang.
Amir dan aku berhubungan dan terus berhubungan, awalnya persahabatan, akhirnya menjadi semacam percintaan. Sex yang kami nikmati memang istimewa, Amir menyukai tubuhku dan caraku melayaninya, aku menyukai alat vitalnya, besar, panjang dan bisa muncrat berkali-kali.
Tinggal di Arab merupakan sebuah kenikmatan, berbagai macam barang ada, harganya murah, bahan makanan dan minuman juga lengkap! dan hampir semua orang di sana yang kutemui baik-baik, terlebih para lelakinya selalu menawarkan kemaluannya dengan penuh keramahan.Setiap saat aku mau, selalu dapat kontol, pagi subuh nemu kontol, sarapan pagi….juga kontol ! jam sepuluh ada kontol, siang bolong
Enam Jam Di JogjaIni bukan kisah sejarah perjuangan Pak Harto dalam masa Revolusi, meski judulnya sama tapi ini sejarah tidur dan bergulat dengan seorang Pakistan di atas kasur. Sama-sama seru ! Pak Harto berjuang mengandalkan pestol, cerita yang ini berjuang mengandalkan kontol.Begini ceritanya : Sebuah hotel baru akan diresmikan di daerah Losari, dekat Magelang, gerombolan kami turut di
A Tale From ArabiaSelama sebulan lebih aku harus bolak-balik Mecca-Medinah, tamu-tamuku bertebaran di kedua kota tersebut. Ada 36 orang di Mecca dan 54 orang di Medinah. Terus terang lebih banyak tamu-tamu menghabiskan waktu di Medinah, karena suasananya lebih damai dan sejuk. Begitu juga orang di sana jauh lebih ramah. Kotanyapun lebih rapih dan menyenangkan.Jarak Mecca -Medinah kutempuh
AKWANG Bulan September 2004 team kami harus mengunjungi tempat pengungsian minoritas Cina, mereka korban Gerakan Aceh Merdeka, letaknya di daerah perindustrian, kota di mana kami tinggal. Kami siap-siap dengan berbagai kebutuhan pendidikan dan obat-obatan. Hari yang ditentukan tiba, kami datang dan disambut ramah panitia pengungsi, kami langsung membagi diri sesuai tugas masing-masing.
Sore itu aku baru saja mendarat di Ngurah Rai International Airport, segera check-in di Grand Bali Beach Hotel yang jauh dari hiruk pikuk, terlebih karena setumpuk pekerjaan yang harus kulakukan berada di daerah Renon, dekat dengan Sanur. Belum sempat beristirahat telponku berdering, rekan bisnisku mengajak makan malam di Jimbaran, segera kami meluncur ke sana. Waktu baru saja menunjukkan pukul 7
Pagi-pagi Tante Ida menelpon dari Jakarta :”Man, anak lelaki sahabat Tante di Denver nanti mendarat jam 11 siang, mau liburan di Bali, maaf ya ! dadakan ! Tante sibuk, lupa kasih tau, nanti sekalian ke kantor, Tante transfer ke rekening BCA kamu buat uang pegangan…...” dan seterusnya…..ia memborong bicara, padahal aku masih ngantuk ! bayangkan aku baru tidur jam 2 dan jam 6 pagi Tante saya
Blitzkrieg !Halo-halo pencinta cerita homo ! Ini laporan pandangan mata, fresh report dari Dili, “kota sejuta kontol” Sore tadi bersama teman-teman saya pergi ngopi ke Area Branca, atau Pasir Putih, daerah tepi pantai dengan pasir yang warnanya putih. Areanya tidak besar, paling-paling hanya sepanjang 1 km, tapi di sore hari kota Dili tampak cantik dari sana, bukit-bukitnya terlihat biru dan
Pernah suatu kali Iwan Tirta mengatakan kepadaku “relations & sex” ibaratnya seperti bread & butter, tak terpisahkan seperti roti yang harus diolesi mentega. Hmmm….. coba pikirkan ! kata-katanya benar ! Pada pengalamanku, bila seks antara aku dan pasanganku cocok maka hubungan kami menjadi lancar, hal-hal kecil yang bisa menjadi biang keributan akan terselesaikan di atas ranjang. Atau
Dili 2008Pertama kali aku melihatnya bulan Agustus 2008, di sebuah restoran bagi kalangan menengah di kota Dili, Timor Leste. Aku dan teman-teman sedang makan malam, tidak jauh dari tempat kami duduk rupanya ada perayaan ulang tahun. Sepotong kue taart besar di pasangi lilin digiring ke meja rombongan itu. Suasana penuh senda tawa dan bahagia, tiup lilin dan jepret-jepret mereka berfoto. Yang
Goyang DombretAda sebuah kantor di sebelah ruko aku tinggal. Kalau hari Sabtu, kantor itu setengah hari, setiap Sabtu selewat jam 2 siang selalu kedengaran music dangdut di stel dengan sangat keras dari kantor tersebut, dan baru berhenti Senin pagi saat kantor buka lagi. Bayangkan dari Sabtu siang sampai Senin pagi semua tetangga harus menderita dengan music kampungan yang disetel dengan volume
Jakarta-Bandung-JakartaHari Jumat jam 15.15 KA Parahyangan melaju dari Stasiun Gambir menuju Bandung, di atas kereta aku berkenalan dengan seorang pemuda ganteng, alis matanya tebal, bibirnya sexy, kesannya seperti Brad Pitt, tapi Melayu punya. Kami saling memperkenalkan diri, namanya Bagyo, lulusan Universitas Parahyangan, Bandung. Ia sendiri tinggal di Jakarta, tapi karena ada keperluan
Bagyo menyumpah-nyumpah kegelian “gue udah nggak tahan lagi nikh…..” ia mulai mempercepat goyangannya, maju mundur dengan cepat, gerakannya membuat aku kelabakan, aku mulai mengimbangi dengan menggenggam kontol itu, setengah masuk mulut setengah kujilat sambil kukocok dengan tangan. Bagyo semakin buas, tangannya menjambak rambutku menekannya sekaligus ke selangkangannya “niiiiiiiiikh… rasain
Kenangan Di Masa Lalu (I)Hingga aku SMA, aku tinggal bersama orangtuaku di jantung kota Jakarta. Di sebuah rumah lama, peninggalan jaman colonial, rumah itu bagiku sangat besar, luas tanahnya saja 2000 meter. Rumah induk tempat keluarga kami tinggal membuat pembantu ngos-ngosan, karena sehari ia harus menyapu dan mengepel 2 kali. Karena terlalu besar, pavilion di sayap kanan disewakan
Mungkin aku pacaran sudah lebih dari 19 kali, maksudku pacaran yang serius, bukan sekedar hubungan badan biasa. Kadang menjelang tidur aku membuka-buka buku catatanku dan mengenang pacar-pacarku dulu. Salah satu diantaranya bernama Gandhi, karena ia paling romantic dan paling berbakti. Gandhi adalah salah satu pacar yang paling tidak akan kulupakan.Aku berkenalan dengannya tahun 1996, ketika
Kontol di MuseumKalau kita pergi ke Museum Pusaka Nias, di Gunung Sitoli, kita akan terpesona melihat patung-patung batu berserakan di halaman Museum, di depan, ditengah, di belakang. Rata-rata semua punya gaya yang sama, seorang lelaki dengan kostum traditional berdiri tegap dengan buah dada besar dan alat kelamin berdiri tegak, semua terbuat dari batu.Sudah dua kali aku kesana, hari Sabtu
Magnum ForceDi ujung Jalan Kajeng sedang dibuat Bale Banjar yang baru, tukang-tukangnya sebagian besar dari Jawa. Agak lebih jauh sedikit di teras sawah, tinggal temanku Yoko, seorang perempuan Jepang yang sedang belajar menari di Peliatan. Pondok Yoko bergaya Jepang dikelilingi kolam Lotus…romantis sekali, kalau bulan purnama aku selalu ke sana, mendengarkan music, minum brem atau arak atau
MandreheMandrehe adalah sebuah desa kecil, di tengah Pulau Nias. Saya menyukai desa tersebut, letaknya tinggi di perbukitan, cuacanya sejuk, dari sebuah tempat di sana kita bisa memandang Pulau Sirombu dan birunya Samudra Hindia yang seolah tak berbatas. Indah !Pertama kali ke sana, saya tercengang melihat tempat saya harus menginap, sebuah kamar di Seminari yang tidak terurus. Perlu 3 jam
Nias - Pulau Seribu Kontol Jilid IIBetul saja, jam 8 lebih sedikit Fasi datang naik sepeda, wajahnya cerah sumringah, ia menyandarkan sepedanya di tiang rumahku. “Bang perutku sakit, habis makan aku langsung ngebut naik sepeda” katanya manja, ia langsung menghempaskan pantatnya ke kursi rotan. Celana pendeknya sudah robek sebelah depan dekat selangkangan, aku perhatikan kakinya panjang dan
Singing In The RainPerumahan Taman Setiabudi Indah di Medan sedang banyak membangun rumah mewah, bangunan setengah jadi ataupun tahap finishing gentayangan sepanjang jalan. Beberapa bangunan hanya dipagari seng, atau terbuka sama sekali, pemiliknya belum punya cukup dana untuk menyelesaikan rumah tersebut. Di bangunan-bangunan seperti itulah tukang-tukang jualan makanan bergerobak beristirahat
WayanSebulan sudah aku menetap di daerah Petitenget, Seminyak. Duapuluh tahun lalu tempat ini begitu sepi dan mungkin sebagian besar orang tidak tertarik berkunjung kesini. Tapi Petitenget kini berubah menjadi surga kaum pelancong bule kelas atas. Coba saja lihat Potato Head, W Hotel, Metish, Sardin, Bali Bakery dan semua tempat yang terbilang mahal ada di lokasi ini.Banyak hotel dan
© 1995-2024 FREYA Communications, Inc.
ALL RIGHTS RESERVED.