Gay Erotic Stories

MenOnTheNet.com

Misteri Siluman Terbang, Bag 2

by Fred Batavia


Part 5: Rahasia Lukisan. Satu jam kemudian Kapten Polisi Jose Gomez mengetuk kamar mereka. “Selamat malam Pak, saya mendapat surat perintah (ia memberikan surat itu pada Jon-jon) untuk membawa Saudara Ben Figeroa ke kantor kami malam ini” “Lho… lho kenapa Pak?” “Pasalnya pemilik perkebunan sudah memberi tahu kepada yang bersangkutan untuk tidak memasuki wilayah ini dan tidak dituruti… dan sekarang beberapa pencurian telah terjadi. Harap kerjasamanya dengan pihak kami untuk diinterogasi” “Lho gimana sih Pak? Memangnya mentang-mentang begitu anda bisa menuduh saya pencuri?” tanya Ben dengan kesal. “Maka dari itu kami akan mengadakan penyelidikan lebih lanjut terlebih dahulu… apalagi menilai kasus yang hampir sempurna ini… maka dari itu saudara Ben menjadi salah satu tersangka utama.” Dengan paksa mereka menyeret Ben keluar dari ruangan itu. DEG. “Kasus yang hampir sempurna… apa maksudnya?” Kamar itu masih terkunci rapat ketika mereka akan memasukinya. Lubang pintupun tak dirusak. Semuanya bekerja dengan baik. Satu-satunya clue yang tersisa hanyalah pecahan kaca pada balkoni itu yang menunjukkan cara penjahat itu masuk ke perpustakaan. Siluman terbang. “Siluman terbang pengejar lukisan. Kedua lukisan ditempat yang berbeda menghilang dalam waktu yang sama. Tapi… Kok ada yang aneh ya?” ia membuka balkoni itu sekali lagi. (Garis Pembatas Jeda…..) Keesokan harinya, “Has, sori nih ada berita buruk ya…” Jon-jon menceritakan semuanya pada Hastomo tentang pencurian dan tertuduhnya Ben dalam kasus tersebut. “Lima menit lagi aku telpon kamu deh…” “Knapa?” “Aku mo ngurus tiket buat ke sana nanti sore… “Yang bener?” KLIK. (Garis Pembatas Jeda…..) Di lobby, Jon-jon mendudukkan dirinya pada sebuah sofa kecil yang berhadapan langsung dengan lukisan karya Nyonya Finchley satu-satunya yang tersisa. “Selamat pagi, silakan duduk Pastur…” “Mungkin saat ini saya orang satu-satunya yang pernah melihat kelima lukisan itu sebelum semuanya terpisah-pisah.” “Lukisan yang lain itu tentang apa sih Pastur Titus?” “Semuanya menggambarkan keramaian kota kuno. Diperkirakan lukisan-lukisan itu bayangan Nyonya Finchley atas keadaan Roma pada masa kejayaannya dahulu.” “Lho kan lukisan-lukisan itu tidak diberi judul… taunya itu kira-kira pemandangan kota Roma dari mana Pastur?” “Di setiap lukisannya ia selalu menuliskan urutan huruf-huruf SPQR di lokasi-lokasi yang berbeda-beda…” “Senatorus Populus Que Romanus…” Jon-jon berkata. “Hanya ibukota kerajaan saja yang berhak menampangkan tulisan itu!” “Iya bener… kalo gitu memang gambar-gambar itu mencerminkan kota Roma kira-kira duaribu tahun yang lalu ya Pastur? Obyek dari lukisan itu sama tidak?” “Semuanya beda-beda, pokoknya kira-kira tentang pemandangan di dalam kota saja” “Pastur… ada yang janggal pada lukisan ini... Masak di Eropa ada pohon kelapanya?” DEG. “Oh iya, memang selalu diselipkan tanaman-tanaman tropik-subtropik pada lukisan Nyonya. Mungkin ia mulai mencintai Tual ini dan menambahkan kekayaan alam daerah sini pada imajinasinya. Dan satu lagi… Ini kayaknya hanya saya yang sadar….” “Sadar tentang apa Pastur?” “Nyonya Finchley memakai figura yang sama jenisnya untuk setiap lukisannya” Mereka berdua hanya duduk di sana mempelajari sebuah lukisan pada kanvas di depan mereka. Jawaban dari teka-teki apa yang dicari oleh sang siluman pencuri lukisan ini? (Garis Pembatas Jeda…..) Siang itu Jon-jon menghabiskan waktunya di perpustakaan Nyonya Finchley untuk mencari clue lebih lanjut tentang teka-teki ini. “Gile, seluruh koleksi bukunya hanya berisi tentang flora dan fauna saja. Ada yang berisi gambar-gambar… keterangan… cara bertani dan memelihara tanaman… sampai-sampai novel tentang flora dan fauna juga. First printing…. First edition… Audubon…. Audubon… Frateli… Ck..Ck…. Finchley… Finchley… mungkin kalo dijual mahal ya…” “Ahhhh, SPQR…. SPQR…. SPQR…… apa sih maksudnya ……. Coba lukisan itu masih ada di sini… saya harus cepat menyelesaikan kasus ini agar Mas Ben dapat keluar segera!” Ia memandang tembok kosong dalam figura yang lukisannya telah hilang itu. Figura yang sama untuk membingkai tiap lukisan Nyonya Finchley. Jika diperhatikan keempat sudut figura itu tidak sama seratus persen. Pada sudut kanan atas sudutnya melancip sedikit. “Hmm, mungkin maksudnya ini sebagai tanda panah yang menunjukkan sebuah lokasi…” Ia menginjak lemari pendek dibawah figura tersebut agar dapat memeriksa langit-langit ruangan pada posisi yang ditunjukkan oleh sudut yang aneh itu… “Waduh… ini plafonnya ngga ada yang bisa kebuka gini… masak sih beneran? Paling pikiran saya saja.” Limabelas menit berlalu ia tak menemukan lokasi rahasia tempat persembunyian. (Garis Pembatas Jeda…..) Berkali-kali ia mendatangi ruangan-ruangan yang pernah ditempati lukisan-lukisan lainnya. Tak satupun ia menemukan jawaban atas teka-teki ini. Akhirnya ia putus asa dan hanya duduk sembari menyantap makan siangnya di ruang makan konservatori. Ia memandang figura kosong yang warna cat temboknya dibalik bekas lukisan itu lebih cerah daripada warna cat tembok di sekelilingnya. “Mungkin karena tertutup oleh lukisan dalam waktu yang lama, cahaya tidak memudarkan warna cat tembok di belakang lukisan ya? Tapi…” Ia bergegas menuju kamarnya… “Nah benar kan? Warna wallpapernya tidak pudar dibelakang figura itu!! Berarti… lukisan ini pernah dipindahkan!!!” Segera ia berlari lagi… “Mbak Rini… Lukisan yang hilang di kamar saya itu, tadinya dipajang di mana sih?” “Eh, kok tau, kita mindahin? Iya, dulunya ada di kamar mandi di kamar Bapak, karena tingkat kelembaban yang tinggi, kami takut akan lebih memudarkan warna cat dalam lukisan. Maka dari itu mulai tahun yang lalu kita pindahkan ke perpustakaan saja. Lho mo kemana Pak? Iya… tadi ada orang yang mencari Bapak……” Jon-jon tak menggubrisnya. Ia segera berlari ke ruang tidurnya. “Hey…hey… kok lari-lari Jon?” “Eh, Hastomo kok udah dateng, kirain ntar sore?” “Iya aku udah pusing mikirin masalah ini… mana Mas Ben di penjara pula. Tadi malem saya sudah telpon mamahnya, mungkin dua hari lagi beliau baru sampai di sini…” “Aduh…, kita cuman punya dua hari sebelum semuanya bertambah runyam…..” Ia membuka pintu kamar tersebut. Kemudian ia bergegas ke kamar mandi. “Has sini!!” “Lho kebelet kok ngajak-ngajak……” “Kalo saya duduk di pundak kamu, kuat kan gotong saya?” “Mau ngapain?” “Di atas sana ada potongan plafon yang dapat dibuka!!!” Lokasi bukaan plafon itu terdapat di langit-langit sebelah kanan atas dari tembok yang cat-nya berwarna lebih cerah dari sekelilingnya. Jon-jon kemudian membuka dan menurunkan tutup plafon tersebut. Ia menjulurkan lehernya ke dalam lubang di langit-langit itu. “Waduh Has… ngga ada apa-apa tuh di sini…” “Ya udah kamu turun dulu deh… berat nih… EH!!!” “Jon, cepetan turun…i…ini ada peta kuno yang di rekatkan pada belakang tutup plafon tadi!!!!” DEG. Peta kuno yang digambar tangan tersebut berjudul The Most Wonderful Treasure in the World: Phalaenopsis Arcadia Negrita. “Nah, ini dia yang dicari-cari Darwin!!” ujar Jon-jon. Ia pun melanjutkan keterangan yang juga sepertinya ditulis tangan oleh Nyonya Finchley: “Phalaenopsis Arcadia Negrita is one of the world’s rarest….” “Ayo Jon, kita pelajari petanya… Itu di atas lemari kecil itu aja… Oh ini ya figura kosong dari lukisan yang dicuri kemaren itu?” “Iya benar…” Jon-jon melebarkan peta kuno tersebut di atas lemari pendek itu. “Mendingan kita tarik dikit lemari ini menjauh dari tembok supaya lebih gampang mempelajarinya…” kata Hastomo. GRRRETTT. GRRETTTT. “Jon… ini mainan kamu bukan? Jatuh dari belakang lemari…” Abing. DEG. (Garis Pembatas Jeda…..) “Sekarang saya tahu semua jawaban dari teka-teki ini!!! Has, kamu pengen Mas Ben bebas dengan cepat kan?” “Iya dong…” “Sebentar ya… saya mau nulis surat keterangan ini untuk Kapten Kepala Polisi Tual. Langsung saja kamu serahkan kepada beliau… tapi barang bukti ini saya bawa dulu yah… Hanya dia seorang yang dapat melakukan pencurian ini!” Bersambung… (Garis Pembatas Jeda…..) Part 6: Eksplorasi. KRING. “Selamat pagi Suster Clara!” “Selamat pagi… eh, Jon-jon, kamu di mana sih?” “Suster lagi sibuk ngga?” “Memang kenapa Jon?” “Saya minta tolong di cariin data dong di Lexis/ Nexis komputer perpustakaan sekolah…” “Data tentang apa?” “…” “Kalau sudah ketemu gimana Jon, kamu di luar kota gini…” “Bisa tolong Suster fax-kan untuk saya? Ini nomernya….” “Oh iya, Pastur Titus titip salam buat semua di sana ya! Makasih Suster!” KLIK. (Garis Pembatas Jeda…..) “Mbak Rini, bisa tolong hubungi keluarga Finchley yang barusan datang ke tempat ini sebelum saya? Ada hal yang ingin saya bicarakan…” “Wah mungkin mereka sudah tidak berada di Indonesia lagi lho…” “Saya yakin mereka pasti masih ada di sini, karena misteri ini pun belum dapat mereka pecahkan sendiri!” “Has… kamu bawa ini aja buat Kapten Kepala Polisi” Jon-jon menyerahkan secarik laporan singkat kepada Hastomo. “Lalu?” “Bilang sama semuanya supaya bertemu lagi di lobby hotel besok pagi jam sepuluh. Termasuk Tante Marini dan Paman Pedro-nya Ben.” (Garis Pembatas Jeda…..) Tak lama kemudian Jon-jon-pun memisahkan diri dan bersiap-siap mengisi tas punggungnya dengan peralatan-peralatan kemping. “Wah, untung saja pembangunan di daerah ini tidak sepesat pembangunan di pulau-pulau lainnya. Gambar-gambar ini masih cocok dengan keadaan alaminya…” Ia melewati jalan setapak di samping perkebunan tembakau raksasa itu. Pemandangannya sangat indah. Ratusan bukit saling kejar mengejar dengan gradasi warna yang spektakuler. “Ini harus melewati jalan ditengah dua tiang raksasa… mana ya? Hmm… mungkin diantara kedua pohon kayu putih raksasa ini… Iya benar… oke lanjut lagi….” Kakinya mulai membawanya ke daerah hutan yang cukup lebat. Aroma alami yang sangat segar merasuki indra penciumannya. Banyak tanaman-tanaman indah yang tak pernah ia lihat sebelumnya, begitu juga berbagai spesies kupu-kupu, burung-burung dan hewan mamalia lainnya yang tak pernah ia lihat di Jawa. “Oke saya sudah menemukan batu besar bujur sangkar ini… Perintah selanjutnya… berjalan-lah sekitar setengah jam ke arah utara sampai menemukan sebuah danau kecil yang airnya berasal dari air terjun…” Iapun segera membongkar tas punggungnya untuk mencari sebuah kompas. “Waduh, kompasnya ngga kebawa… gimana nih? Aku ngga tau mau jalan ke arah mana nih….” Siang itu, terik mataharipun tak ia rasakan karena ia berada dalam perlindungan kanopi dedaunan dari pohon-pohon yang tinggi. Ia pun memutuskan untuk beristirahat sejenak menyantap roti yang telah ia bawa. “Ahh, duduk dulu… capek nih…” Ia mengeluarkan sebuah botol minum dan roti berisi telur dadar itu. “Aduh, ini kok basah sih batang pohonnya… waduh, lumutan pula…. Ntar tambah kotor pakaian saya... EH!!!!” Ia memperhatikan pohon-pohon yang ada disekitarnya, bagian pepohonan yang berlumut itu hanya menghadap ke satu arah… “Oh iya!!! Dulu waktu masih aktif di Pramuka pernah diberitahu teknik sederhana ini… lumut itu hanya akan tumbuh di tempat yang lembab pada bagian selatan batang pohon ini…. Kalau begitu….” Ia menggigit rotinya dan bergegas berjalan menuju arah utara… “Setengah jam lagi sampai ke danau kecil!” (Garis Pembatas Jeda…..) “Welcome to Nirvana…” Jon-jon membaca tulisan yang diukir pada sebuah batang pohon tua yang sudah mati. Ia melanjutkan perjalanannya ke arah utara sekitar limaratus meter lagi ke depan. CIRP. CIRP. CIRP. Cicitan burung-burung bernyanyi terdengar sangat ramai dan merdu, mereka saling beradu vokal dan berharmonisasi. Sinar mentari menyusup dari balik dedaunan memberikan siluet alami yang mengagumkan. “Wah…. Bagusnya…..” Pepohonan yang lebat dan tua itu dihiasi dengan berbagai macam pakis-pakisan alami yang tumbuh mendompleng pada induk tanaman. Ribuan jenis anggrek yang tumbuh dengan sendirinya mencapai kepanjangan tangkai luar biasa. Warna-warna cerah beradu dengan kesejukan warna dedaunan yang hijau. Tak lama kemudian tampaklah sebuah danau kecil. Di sekelilingnya ditumbuhi berjenis-jenis tanaman genus bromeliad yang sangat indah… pisang kipas raksasa, dan tentunya ratusan jenis anggrek yang tumbuh secara alami. “Tak heran orang tadi menuliskan kata Nirwana untuk menggambarkan daerah ini!” Air terjun itu cukup deras… suaranya air yang jatuh dari ketinggian sekitar duapuluh lima meter itu sangat membuai. Bahkan Adam dan Hawapun akan senang tinggal di sini. “Clue selanjutnya… Enter the enclosed walls… Tembok apa ya?” Ia mengitari daerah itu untuk mencari tembok yang dimaksud. “Hmm… mungkin maksud dari tembok ya sisi dari dasar tebing ini yang diujung atasnya menjadi awal air terjun…” “Bagaimana saya harus berhayal ya… untuk memasuki tembok ini? Ngga ada apa-apa gini… cuman batu-batuan tebing dan… AIR TERJUN!!!” Ia menyusuri pinggir danau yang berhimpitan dengan tembok dasar tebing tadi. Karena pijakan yang harus ia lalui sangat kecil, ia menjadi sangat berhati-hati. Air mulai mengguyur dari atas dengan hebatnya, ia mendekati air terjun tersebut. “Nah, benar juga, ada celah kecil dibelakang air terjun!!” Dengan susah payah ia menembus hantaman kejam air terjun itu dan akhirnya ia berhasil memijakkan kakinya pada gua dibalik air terjun tadi. Bayangan sinar matahari yang tersaring oleh air terjun itu menari-nari pada tembok gua. “Take only memories… Leave only footprints…” “Sajaknya bagus juga yah? Memangnya harta itu benar-benar ada di sini kok sampai ditulisi sedemikian rupa?” pikir Jon-jon. Ia menyusuri gua itu menuju ke arah yang mendalam. Lama-kelamaan cahaya mentaripun berangsur-angsur pudar karena lika-liku dalam gua tersebut yang sangat kompleks. “Duh gelap nih… nyalain senter dulu ah….” CTEK. “Aaaaaaaahhhhhhhhhh!!!!” Bersambung… (Garis Pembatas Jeda…..) Part 7: Take Only Memories. “Take only memories… Leave only footprints…” “Sajaknya bagus juga yah? Memangnya harta itu benar-benar ada di sini kok sampai ditulisi sedemikian rupa?” pikir Jon-jon. Ia menyusuri gua itu menuju ke arah yang mendalam. Lama-kelamaan cahaya mentaripun berangsur-angsur pudar karena lika-liku dalam gua tersebut yang sangat kompleks. “Duh gelap nih… nyalain senter dulu ah….” CTEK. “Aaaaaaaahhhhhhhhhh!!!!” Di hadapannya ada sesosok tulang belulang manusia yang sedang terduduk lengkap dengan tengkoraknya. “Aduh… ngagetin aja… siapa ini ya??” Jari-jemari sosok yang berpakaian wanita itu kebanyakan telah hilang. Mungkin termakan oleh tikus dan sebangsanya. Di sekitar jari-jemari itupula Jon-jon menemukan sebuah cincin kawin sederhana yang hanya terbuat dari emas berbentuk lingkaran. “Fuhh…” Jon-jon meniup debu pada cincin itu. Dibagian dalam itu tertulis ukiran kecil sederhana, “For Anya, my sunshine. From Arthur” “Wah, ini jenazah Nyonya Finchley yang dikira terculik itu!!! Mengapa ya, beliau dengan niatnya hingga rela tewas demi menjaga hartanya itu?” Tak lama kemudian sinar mentari mulai merebak kembali di dalam gua. Suara deburan air terjun tadi hanya terdengar sayup-sayup. Ia memasuki nirwananya yang kedua. Berjenis-jenis kupu-kupu dan kicauan burung menghiasi daerah itu. Totol-totol berwarna kehitaman memenuhi ruangan tak beratap itu. “Ya ampun!!! Anggrek hitam!!!!!!!” Tiba-tiba seseorang mendorongnya dari belakang. “Saya telah membuntuti kamu dari tadi… ayo sekarang baca tulisan terakhir yang akan menyebutkan dimana letak harta itu…” “Hah!! Sudah saya tebak bahwa kamu akan mengikuti saya…” “Sudah jangan banyak bicara!!! Cepat baca… atau saya tembak!” sosok itu mengeluarkan sebuah pistol genggam. “Ayo baca sekarang!!” “Itulah clue yang terakhir… tidak ada pesan apapun juga setelah air terjun!!” “Ah kamu bohong!” Click. Pistol tadi telah terisi peluru, siap dipergunakan. DUBRAK. Seseorang lain dibelakang pria tadi memukul sosok misterius itu dengan batu besar. “Aduh Jon… lama banget sih baca misterinya… aku udah nungguin dari dua hari yang lalu!!!” “Darwin!!!!!!!!! Aku tau kamu pasti disini!” ia menghampiri kekasihnya dan memeluknya erat-erat. “Ini gimana?” “Kita iket aja dulu, tadi saya bawa tambang” “Aduh bagus sekali ya di sini… tapi kamu ngga bener-bener pengen oleh-oleh ini kan?” “Kok tau?” “Ya, anggrek hitam ini hanya bisa tumbuh dengan kelembaban tertentu dan suhu tertentu, makanya dibiarkan di sini juga tumbuh dan berkembang biak sendiri…dan lagi…” “Take only memories… Leave only footprints…” “Bener… bener… Eh, kita makan siang di sini aja ya… sambil potret-potret…” “Ayo dong… untung kamu bawa Polaroid, biar langsung jadi.” JEBRET. JEBRET. FLASH. FLASH. Mereka berbincang dan berbincang, perjalanan pulang dengan kaki yang memakan waktu kira-kira tiga jam itu tak terlalu terasa. Berjalan satu langkah di hadapan mereka, sang pelaku sedang terbungkam kesal. (Garis Pembatas Jeda…..) “Mbak Rini, bisa tolong undang semua tamu kita yang bersangkutan dengan kasus ini kedalam ruangan perpustakaan di kamar saya? Oh iya, kalo bisa Mbak Rini ikut juga ya… kan biar ngga penasaran jawabannya…” “I… iya…” jawabnya dengan keringat dingin. Pada sekitar pukul sepuluh pagi hari itu, ketiga belas orang tersebut mengikuti perintah Jon-jon untuk menemuinya di ruang perpustakaan. Di sana tampaklah wajah-wajah yang penasaran, Mbak Rini, Pastur Titus, Ben, Hastomo, Darwin, Aris, Pak Trisno (sang Satpam), Ibu Marini (Mama-nya Ben), Paman Pedro, William dan Alexandra Bennington, Bapak Juan Carlos Armando dan Bapak Kepala Kapten Polisi Jose Gomez. Karena banyak yang tak mengerti bahasa Indonesia, Jon-jon telah mempersiapkan pidatonya dalam bahasa Inggris (tetapi kita akan menyimak dalam bahasa Indonesia saja). “Selamat pagi saudara-saudari, bapak dan ibu sekalian…” “Sudah jangan banyak cing-cong… hayo katakanlah dimana kamu menyimpan buku kuno tersebut!!!” Alexandra Bennington tampak tak sabar. “Maksud ibu… buku kuno yang berisi peta harta karun?” DEG. “Jangan tergesa-gesa Ibu Bennington. Nantinya akan sia-sia saja anda mengeluarkan uang seperti pada saat pembayaran untuk hilangnya lukisan di sini!” “Apa yang kamu bicarakan?” “Tanyakan saja sendiri pada orang yang kau upahi untuk mencuri itu!” Jon-jon mengarahkan jari telunjuknya pada Aris yang duduk terikat tali tambang itu. “Saya ngga salah apa-apa bener!!” teriak Aris. “Begini lho jalan ceritanya saudara-saudara… Ketika saya dan Ben masuk ke kamar untuk menilik lukisan yang di perpustakaan ini, pintu di kamar masih terkunci, dan lubang kunci itu kan tidak dirusak…” “Nah itu berarti kan malingnya keluar masuk lewat pintu kaca balkoni!!” potong Aris dengan cepat. “Memang itu pintar-pintarnya kamu membohongi kita semua Ris. Kamu memecahkan sebuah panel kaca dengan harapan untuk memindahkan kecurigaan kita pada maling yang dijuluki siluman terbang itu. Sisa pecahan kaca kan berserakan di lantai balkoni, berarti maling itu sengaja memecahkan panel kaca dari dalam ruangan. Kalau memang berniat masuk dari luar, pasti pecahan kacanya ada di dalam kamar dong?” DEG. “Dan jika ia ingin kabur melalui balkonipun kan tidak perlu ia memecahkan kaca, hanya tinggal dibuka saja gagang pintunya bukan?” “Pada saat banyak orang ribut-ribut dan panik karena lukisan di kamar ini hilang, kamu memanfaatkan moment kecil itu untuk mencuri lukisan yang kedua di ruang makan, karena tak akan ada yang curiga padamu yang bekerja di sini, ketika berpura-pura membersihkan lukisan.” “Lumayan juga analisamu Jon, tapi bagaimana caranya saya keluar masuk dari kamar ini?” Jon-jon melanjutkan, “Sewaktu Pak Satpam keluar dari pos jaganya untuk memberi tahu saya jika ada telepon, ternyata itu hanyalah sebuah telepon gelap untuk menyita waktu kami. Kemudian anda memanfaatkan saat yang sama untuk keluar dari ruang ini… bukan untuk masuk, seperti dugaan orang-orang… Pasti sebelumnya kamu punya waktu yang banyak untuk mengerjakan tugasmu di sini.” “Oke, ck ck ck…. Masuk akal – masuk akal Jon. Sekarang bagaimana caranya saya masuk ke ruangan ini?” “Pertama, dengan bantuan seorang wanita yang sudah anda kenal dari kecil (matanya mengarah ke tempat Mbak Rini duduk, diikuti arah pandangan yang peserta lainnya), anda meminta wanita ini untuk memutarkan lagu kesayangan Pak Trisno pada malam itu di radio!!” “Apa???” Bersambung… (Garis Pembatas Jeda…..) Part 8: Phalaenopsis “Oke, ck ck ck…. Masuk akal – masuk akal Jon. Sekarang bagaimana caranya saya masuk ke ruangan ini?” “Pertama, dengan bantuan seorang wanita yang sudah anda kenal dari kecil (matanya mengarah ke tempat Mbak Rini duduk, diikuti arah pandangan yang peserta lainnya), anda meminta wanita ini untuk memutarkan lagu kesayangan Pak Trisno pada malam itu di radio!!” “Apa???” “Dengan cara ini perhatian Pak Trisno, sang Satpam tak mungkin bisa terfokus dengan tugas beliau. Ditambah bumbu-bumbu… dari wanita penggemar rahasia, ia pun akan terus-menerus mencoba membayangkan wajah wanita itu sembari mendengarkan lagunya tadi!! Tapi Pak Trisno, ada rahasia kecil yang mungkin hanya diketahui Aris… sepertinya wanita berinisial RM itu benar-benar terpikat dengan anda lho…” Wajah Mbak Rini Mursanto menunduk kemerahan. “Setelah itu anda dengan santainya masuk tanpa merusak lubang kunci, karena anda memang memegang kunci-kunci kamar tamu sebagai karyawan di sini.” “Hah!!!” yang lainnya terpana. “Iya… memang saya memegang kunci kamar ini, termasuk sekitar tujuh orang lainnya yang bekerja di sini. Tapi apa buktinya kalau saya yang melakukan semua ini?” “Pertama kamu mengikuti saya ke tempat harta karun yang teka-tekinya telah dapat saya jawab itu.” “Wah, yang benar?” semua orang mulai ramai. “Kalo ngga di suruh oleh Ibu Alexandra, ngapain juga kamu mengikuti saya Ris….” “Apa buktinya???” Perlahan-lahan, Jon-jon menuju ke arah figura kosong yang lukisannya hilang itu. “Mungkin karena ukurannya terlalu besar kamu memutuskan untuk melepas kanvas dari figuranya. Ternyata titik jejak terbesar kamu tinggalkan diruangan ini!!” Ia lanjutkan tentang ceritera figura yang sejenis, lukisan di kamar mandi, hingga peta di balik tutup plafon. Perlahan ia kemudian menarik lemari kecil di depannya. “Kamu pasti bingung karena barang ini hilang bukan Ris?” Terlihatlah sebuah harmonika pada tempat kejadian perkara yang secara tak sengaja tertinggalkan oleh pelaku. “Bu…bukan… itu bukan punya saya kok! Kan bisa saja dari pemegang kunci yang lain, mencuri lukisan itu dan menjatuhkan harmonikanya?” “Memang bisa… tapi seperti kata kamu sendiri, di sini tak ada orang lain yang dapat bermain harmonika, dan lagi… tak mungkin orang lain memiliki harmonika yang berukiran “abing” ini kan?” “Wahh…” Ujar yang lain. “Berapa anda membayar dia untuk mencuri lukisan di sini, Bu Alexandra Bennington aka A. Bing?” Aris hanya dapat terduduk lemas. Kapten Jose Gomez bersigap akan menahan Aris, Mbak Rini dan Nyonya Alexandra. “Tunggu dulu Pak… bila barang milik keluarga tak dilaporkan hilang untuk menipu pegawai asuransi, tidak ada yang salah bukan? Apalagi, memang barang-barang tersebut masih di tangan keluarga juga…” “Oke, sekarang tentang hartanya karunnya” lanjut Jon-jon. Seluruh ruangan terdiam. Di atas meja, ia menyebarkan hasil foto-foto Polaroidnya yang kemarin mereka buat. “Nyonya Finchely yang kalian perkirakan diculik itu ternyata meninggal di sana untuk menjaga gua harta karunnya. Silakan lihat hasil foto ini…” “Nenek buyut….” ujar Alexandra. “Harta karun Nyonya Finchley itu ternyata adalah sebuah ruangan alami dalam gua yang berisi ribuan anggrek hitam yang sangat langka atau dikenal di dalam dunia tanaman sebagai Phalaenopsis Arcadia Negrita. Anggrek hitam ini dianggap sudah punah oleh the Orchid Society pada awal tahun 1900-an. Tak disangka Nyonya Finchley dapat mengembangbiakkan anggrek itu dalam sebuah gua tak jauh dari sini. Dengan iklim dan kondisi kelembaban yang pas, anggrek hitam itu dapat berkembang dengan sendirinya.” “Jadi… jadi… peninggalannya hanya anggrek hitam itu? Tidak ada buku kuno yang penting?” tanya Paman Pedro. “Tentu saja buku penting itu ada!” Suara ruangan mulai riuh rendah. “Tak salah lagi jika sebagian dari anda menyangka bahwa peninggalan Nyonya Finchley akan terletak dalam ruangan perpustakaan ini. Seperempat koleksi buku di perpustakaan ini adalah hasil karya tulisan Nyonya Finchley yang sangat besar jasanya pada masyarakat luas!! Pencinta anggrek dan tanaman lainnya akan mendapat keuntungan dari tulisan-tulisan Nyonya dan ribuan hybrid baru yang ia silangkan di sini!! “Walaupun bila dijualpun, anggrek hitam itu berharga tinggi, namun pencinta anggrek sejati sudah mengetahui bahwa anggrek hitam tipe Arcadia ini, hanya dapat tinggal di tempat yang khusus, seperti di gua itu… tak ada gunanya mereka membayar mahal. Sedangkan peninggalan bajak laut Black Beard atau Damien Stromwell yang sebenarnya… “ “… telah terkubur dan terpakai di belahan dunia lainnya…” “Maksud kamu Jon?” Ben bertanya. “Lukisan-lukisan yang dengan SPQR-nya itu seharusnya menggambarkan keindahan kota Roma kuno itu memiliki banyak kejanggalan, seperti adanya pohon kelapa yang terlihat di lukisan di lobby” “Benar!” “Anda pernah mendengar Pulau Koskos?” “Iya yang di daerah Kepulauan Bahamas itu?” “Pemandangan yang serupa akan dijumpai di sana. Ini hasil riset yang di-fax dari sekolah saya: Seorang donatur kaya dari Inggris setiap tahun datang sejak tahun 1840-an dan membangun Pulau Koskos itu dengan gaya Romawi kuno kesukaanya. Karena bukan pada jaman kekaisaran Romawi lagi, dengan santainya ia dapat mencantumkan tulisan SPQR atau Senatorus Populus Que Romanus (The Senate and the People of Rome), di mana saja ia mau tak perlu hanya di ibukota Roma saja…” “Berarti Nyonya Finchley yang merupakan anak Black Beard itu tidak membayangkan kota Romawi kuno dalam imajinasinya!! Pemandangan dalam lukisan itu benar-benar ada!” “Iya benar Ben…”” “Tapi… bagaimana kamu bisa tahu jika donatur besar itu adalah Black Beard?” tanya Pak Armando. “Tentu saja… Pada tahun 1861 donatur besar itu melakukan penjarahannya yang terbesar dan melegenda. Ia kemudian mempergunakan hasilnya untuk mencuci kriminalitasnya dan menanamkan investasi dalam bisnis legal di Pulau Koskos. Dan tentu saja ia tidak kembali lagi ke Koskos setelah itu… tepat pada akhir tahun 1861 ia tertangkap basah akan menjarah kapal Inggris yang sebenarnya merupakan jebakan untuknya saja, dan mulai tahun 1862 hingga wafatnya tahun 1872, ia mendekam di penjara Inggris di pengasingan Tual ini kan?” “Jadi harta yang kita cari-cari selama ini sudah habis terpakai dari abad yang lalu?” “Ya mungkin anda-anda sekalian bisa menelusurinya di Koskos sendiri…” Beberapa orang segera menekan tombol-tombol pada telepon genggamnya masing-masing… Nat, Nit, Nut… “Tolong siapkan pesawat untuk ke….” (Garis Pembatas Jeda…..) Di sela-sela keramaian di kantor polisi siang itu, mereka sayup-sayup mendengarkan interogasi laporan pencurian Aris pada polisi. “Iya walaupun tak ada yang menuntut anda, kami akan tetap membuat laporan pencurian ini. Harap ceritakan dari semula” “…Saya sudah diberitahu tentang harta kuno oleh keluarga Finchley, saya menjadi semakin tertarik setelah melihat tulisan SPQR pada dasar mangkuk Pak Jonathan yang tak sengaja ia pecahkan karena terkejut. Saya kebetulan yang bertugas jaga pelayanan ruang makan malam itu. Jadinya setelah saya sapu ke dapur, saya mencoba menggabungkan pecahan-pecahan mangkuk itu…” “Setelah itu?” “Ya saya langsung menelepon Ibu Alexandra yang semalam sebelumnya sudah menginap di sini dan tak menemukan apa-apa dari perpustakaan Nyonya Finchley. Saya bilang saja, saya kira-kira tau apa yang dimaksud dengan SPQR itu, lalu ia berjanji akan memberikan uang lima juta rupiah jika saya bersedia mencuri kedua lukisannya malam itu.” “Lho kalo dia mau lihat sebagai yang punya lukisan kan bisa saja toh?” “Iya sih… cuman kalo malem-malem datang mungkin ia malu terlihat tamu lainnya…” “Ah permainan orang kaya… saya tak pernah mengerti apa mau mereka…Dan selanjutnya?” “Semuanya ya hasil buah pikiran saya… persis seperti yang dikatakan oleh Pak Jon tadi!! Sudah ya saya lapar nih Pak…” “Eh tunggu dulu… ini semua kan bermula dari tulisan SPQR itu… kamu tahu siapa yang menulis?” “Hmm… Sampai sekarangpun saya masih penasaran akan hal itu Pak!!” “Tuh iya, aku juga penasaran tentang teka-teki yang terakhir itu… siapa sih yang nulis Jon?” tanya Hastomo. “Ini nih… si Darwin…” “Lho kamu taunya dari mana?” “Pas aku kembali dari penelepon gelap yang pertama… ada bau khasnya dia yang tinggal di ruangan…” “Idih kamu bau ya Darwin!!” “Enak aja, ngga bau gini lho…” bantah Darwin. “Kan bau ngga mesti asem apa kecut Has… pokoknya aromanya khas Darwin banget deh…” “Lho kamu kok tau tentang aroma Darwin sampe kayak gitu sih… Eh! Jangan-jangan…” “Hihi… sstt jangan bilang sapa-sapa deh… I know your secret and you know my secret… heheh…..” (Garis Pembatas Jeda…..) Part 9: When you wish up on a star Dua hari terakhir di sana mereka pakai untuk menikmati kesendirian di gua Anggrek Hitam. Seminggu sebelumnya, sebuah pemakaman formal diadakan keluarga dan masyarakat setempat untuk menghormati jenazah Nyonya Finchley. “Gimana surprised ngga yang?” ujar Darwin. “Banget lah Win…” “Iya tadinya pas kamu sampe ke taman anggrek hitam itu pengennya gue ngasih kejutan gitu… eh ngga taunya ada cecunguk itu!!” “Jangan gitu ah, dia baik sama saya…” “Baik apanya, gara-gara harta ia hampir menembak kamu Jon…” “Tapi untung kan ada kamu… oh iya memangnya kamu pernah ke sini sebelumnya, kok sampai tahu rahasia peta dibalik bukaan plafon segala…” “Ayah saya, seorang arsitek, waktu itu mendapat tugas renovasi Wisma Anggrek kebetulan beliau mengajak saya kira-kira 2 tahun yang lalu. Nah, kita kan ditempatkan di kamar Nyonya Finchley itu, dari situ saya ngeliat kok ada yang janggal… sampai-sampai bekas sudut figura yang lancip itupun berbekas di tembok kamar mandi… Ya sudah, setelah itu saya tiru saja petanya dengan mendetil. Lalu saat itupula, saya sudah berhasil menemukan rahasia anggrek hitam dan lokasi jenazah Nyonya Finchley” “Kok kamu diem aja sih?” “Kan pas dibawa week-end itu oleh Ayah, kita barusan kenalan. Jadi sejak saat itu saya sudah berencana membuat surprise ini untuk kamu!! Sebenernya nginepnya Wisma Anggrek sih gratis, berkat nama baik Ayah saya. Jadi saya cuman minta transport di diskon saja oleh travel agent tempat saya bekerja itu…” “Aduh… baik banget kamu yang…” “Iyalah, pasti…” “Cie… makasih deh… aku seneng banget sekarang ketemu kamu lagi di sini… terus… SPQR itu?” “Ya saya yang buat, dengan melihat tren pada lukisan seperti misteri yang telah kamu pecahkan itu. Saya kira pas kamu dateng langsung bisa melihat kejanggalan di kamar mandi itu, ternyata kamu harus diberi stimulan dulu…” “Pasti kamu yang ganti mangkuknya dengan berpura-pura menyamar sebagai penelepon gelap yang pertama…” “Yak betul!!! Tapi saya ngga sangka, misteri ini dimulai dari abad yang lalu oleh dua keluarga yang berseteru…” “Win sini dong…” “Apa?” “Pokoknya lain kali saya ndak mau jadi detektip sendirian lagi, kalo kangen gimana?” “Peluk aku!!!” Dilindungi kerlingan bintang malam, mereka bercinta di bawah air terjun gua Anggrek Hitam. THE END. (Garis Pembatas Jeda...) Fakta dan Keterangan 1. Terima kasih kepada Yosaburo Kanari dan Fumiya Sato dan juga kepada Aoyama Gosho yang komik-komik detektipnya, Detektif Kindaichi dan Detektif Conan, yang telah memberikan ide pada penulisan karangan ini. 2. Lexis/ Nexis pada saat itu memang dikenal sebagai database informasi yang paling lengkap di dunia. Bisa didapatkan dengan cara membership via Internet. 3. Phalaenopsis memang dikenal sebagai salah satu keluarga bunga anggrek. Anggrek yang paling banyak ditemui dari jenis ini mungkin adalah anggrek bulan. 4. Anggrek Hitam sebenarnya belum punah, tetapi memang sangat sulit didapatkan dan harganya semakin membengkak. Perawatan yang dibutuhkan sangat intensif dan menghabiskan dana tidak sedikit. Sedangkan nama Latin Anggrek Hitam sebenarnya adalah Masdevallia rolfeana. Nama latin Anggrek Hitam dalam karangan ini: Phalaenopsis (Nama jenis anggrek) Arcadia (Hidup menyendiri, seperti pastur di daerah Arcadia, Yunani) Negrita (Hitam) atau jenis anggrek hitam yang hidup menyendiri itu adalah karangan penulis belaka agar terkesan lebih misterius. 5. Daerah Tual di Maluku itu benar-benar dapat dikunjungi, Pastur Titus sekarang ini sedang melayani masyarakat setempat. Tentu saja Wisma Anggrek dan perkebunan tembakau itu hanya hasil imajinasi penulis saja. Taman Nirwana yang terlukis di Tualpun hanya karangan penulis saja. 6. Pulau Koskos (yang merupakan saduran lepas dari Caicos Island dalam bahasa Inggris) berada di dalam Kepulauan Turki dan Caicos di selatan Miami, Florida, tepatnya di Kepulauan Bahamas, Samudra Atlantik. Gaya Romawi kuno pada pulau itu hanya imajinasi belaka. Jadi, kota Roma baru dan harta karun di Koskos hanya karangan penulis. 7. Nama asli bajak laut Black Beard yang diduga berasal dari Bristol atau London, Inggris adalah Edward Thatch. Jadi, Damien Stromwell itu hanya sebuah nama fiksi belaka. Black Beard yang asli telah ditangkap pada abad yang lalu dan diasingkan di penjara Koloni Inggris di Charleston, North Carolina, yang sekarang masuk dalam wilayah Amerika Serikat. Dengan kisah yang serupa, pemerintah Inggris bersedia melepaskannya dari penjara jika jarahannya dikembalikan. Ia meninggal tanpa memberi tahu rahasia jarahannya. 8. Kalimat “Take Only Memories and Leave Only Footprints” membuat penulis terkesan saat membacanya pada sebuah papan kecil di pintu masuk Franklin Park Zoo, Dorchester, Massachusetts. 9. Untuk Anda, terimakasih telah bersedia membaca tulisan ini. Bila Anda memiliki pesan, kesan atau ide cerita untuk kelanjutan petualangan ini, mungkin bersama kita dapat membuat serial detektip gay yang bernuansa porno? Silakan langsung saja kontak saya di fredbatavia@toughguy.net.


###

13 Gay Erotic Stories from Fred Batavia

Agenda Iblis

“Slamet malam Pak... permisi...” Justru seakan tidak menunggu izin dari kami, pemuda tanggung itu langsung saja menggenjrengkan dawai logam gitar bekasnya itu. “Cilakak-nya hanya kaulah yang benar-benar aku tunggu...” nada yang tidak buruk itu ia selewengkan dari sebuah lagu yang sedang populer pada waktu itu. Sebuah grup band domestik papan atas baru saja merilisnya. Dengan berwajah

Bayangan Corcovado Bag.1

Due to international translation technology this story may contain spelling or grammatical errors. To the best of our knowledge it meets our guidelines. If there are any concerns please e-mail us at: CustomerService@MenontheNet. Part 1. Welcome to the Club. DUBRAK. “Wah, maap ya… tadi saya terburu-buru jadi ngga ngeliat.” “Oh ya ngga papa lah.” “Eh, tau dimana tempat daftar klub

Bayangan Corcovado, Bag 2

Part 4. Corcovado. DEG. “Duh smoga tadi dia gak sadar…” pikir Jon-jon dari sofanya. Beberapa menit kemudian Darwin yang duduk dilantai bergeser mendekati Jon-jon. Pundaknya menyentuh lutut Jon-jon. DEG. “Aduh… ngapain sih deket-deket…” Jon-jon mulai mengeluarkan keringat dingin. Sake yang dia bawa tadi sudah habis sampai 4 kaleng diantara mereka. “Uaaaaaahhhhhhhhhhhhh…. Ngantuk

Bayangan Corcovado, Bag 3

Part 7. Problema. Tanpa disangka saat itu pula Darwin terbangun, menyaksikan pemandangan spektakuler di depan matanya. “Hmppp…..” CPROT. “Srrrp. Dar…. So… sorry banget……. This is not what you think I am doing…….” Barang keperkasaannya masih kokoh menggeliat di dalam mulut Jon-jon. Dengan sigap Darwin menepiskan tubuh Jon-jon dari sisinya. Kemudian tergesa-gesa ia mengumpulkan

Misteri Siluman Terbang, Bag 1

Sidenote: Terus terang saja karangan yang saya buat ini tidak berisikan hal yang berbau porno. Tetapi mungkin beberapa karakter gay yang di-“pekerjakan” kembali dari kisah “Bayangan Corcovado” dapat menjadi penghibur hati dalam kisah misteri ini. Bagi yang belum pernah membacanya, Bayangan Corcovado, mungkin dapat lebih memperkenalkan karakter-karakter dalam tulisan ini. Enjoy. Fred.

Misteri Siluman Terbang, Bag 2

Part 5: Rahasia Lukisan. Satu jam kemudian Kapten Polisi Jose Gomez mengetuk kamar mereka. “Selamat malam Pak, saya mendapat surat perintah (ia memberikan surat itu pada Jon-jon) untuk membawa Saudara Ben Figeroa ke kantor kami malam ini” “Lho… lho kenapa Pak?” “Pasalnya pemilik perkebunan sudah memberi tahu kepada yang bersangkutan untuk tidak memasuki wilayah ini dan tidak

Selamat Ulang Tahun ke 475 Jakarta!

For my pal, B, hope you enjoy it! Kejadian lucu yang menimpa kawan saya si B tadi, tentu saja disajikan dengan bumbu fiksi sedikit terlebih dahulu sehingga dapat lebih menghibur. Nama dan lokasi sudah diubah. Kepada Redaksi yang terhormat, Pada kesempatan ini, saya, Rahmat, ingin mengucapkan Selamat Ulang Tahun yang ke 475 kepada ibukota Jakarta yang telah menjadi rumah saya selama

Tentang Paidjo 01: Genesis

Due to international translation technology this story may contain spelling or grammatical errors. To the best of our knowledge it meets our guidelines. If there are any concerns please e-mail us at: CustomerService@MenontheNet. Perkenalkan kawan-kawan, nama saya Paidjo. Sebenarnya namaku yang sebenarnya adalah Ade Marjo alias Ade anaknya Pak Marjo. Karena di kampung saya tidak ada yang

Tentang Paidjo 03: Melaut

Sidenote: Paidjo is back for more! Terimakasih kepada seorang pembaca yang telah memberikan ide untuk penulisan bagian ketiga ini. Fred. (Garis Pembatas Jeda……..) “Gawat ini, saya harus berbuat sesuatu” pikirku. “Sini dulu lho Dik, jangan ngenyot terus lah…Lihat itu bibirmu semakin hari jadi semakin merah dan tipis” “Ya bagaimana Mas? Orang botol susunya berurat kencang dan besar

Tentang Paidjo 04: 1939

Kerlipan cahaya petromaks dari kapal nelayan dan rumah penampungan ikan di pelabuhan semakin terlihat. Denyut nafas merekapun semakin tersenggal-senggal. Sering kali memang hal ini dirasakan para pria pada umumnya. Walau benak tak mengijinkan, napsu birahi dimenangkan di atas segalanya. Kelaminnya yang masih mengeras di dalam rongga sempit itupun mulai ia panaskan kembali bak mesin

Tentang Paidjo 05: Karl

Bergegas ia mengemasi pakaiannya untuk segera memberi penghormatan pada ayahnya di kampung. Ketika ia tiba di ruang jamuan Keluarga Suryo, keduanya nampak prihatin dengan berita buruk ini. “Pak, Bu, saya pamit untuk pemakaman ayah di kampung…” “Baiklah Nak, mobil sudah saya suruh berjaga di depan…” “Saya naik kereta saja Pak, setelah itu akan ada dokar yang menjemput dari kampung

Tentang Paidjo 06: Invasi

Sesuai janjinya Karl datang tepat pukul 10 di pagi hari Sabtu itu. Suara deru sepedamotor perang itu seperti gelegar petir yang mengacaukan keheningan kompleks kediaman keluarga Suryo. “Hai apa kabar?” sapa Paidjo. “Semuanya baik Paidjo, saya rindu sekali padamu....” “Iya saya juga Karl, gimana? Mau pergi sekarang? Tapi filmnya khan baru diputar jam satu siang nanti?” “Gak papa...

Tentang Paidjo, Bag.2: Obsesi

Cuplikan dari, Bag 1: Ketika ia membuka kelopak matanya, sarungnya telah tersingkap. Paidjo sedang sibuk membersihkan hasil yang tersisa di kepala kemaluannya dengan lidah kecilnya yang berbakat. Batang zakar yang melemas itu terus ia jilati, begitu pula dengan kedua buah kelelakian yang hangat itu. “Mas… burungmu itu benar-benar enak untuk disantap, apalagi dengan akhiran saus putih

###
Popular Blogs From MenOnTheNet.com

Please support our sponsors to keep MenOnTheNet.com free.

Web-02: vampire_2.1.0.01
_stories_story