Gay Erotic Stories

MenOnTheNet.com

Kesepian Yang Tiada Akhir, Bag 7

by Alex


[Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan crita ini, terdapat kesalahan/kekeliruan pengetikan atau penempatan istilah. Penulis berharap bahwa kesalahan tersebut tidak mempengaruhi jalan crita secara keseluruhan. Mohon maaf kepada pembaca karena telah merasa terganggu atas kesalahan tersebut. Terimakasih atas kritikan dan saran pembaca kepada penulis pada crita ini di bagian yang telah lalu. Semoga gak bosen baca crita gue ya]. Pucuk-pucuk batang muda pohon jambu air di halaman kontrakan Ade terlihat banyak yang mulai bertumbuhan, setelah lewat seminggu dipangkas. Tapi entahlah, mengapa hari itu perasaan gue mengatakan bahwa pohon itu gersang. Dan hari itu adalah hari yang ke-empatpuluh, lewat sudah masa-masa "bulan madu kami", masa antara gue dan Ade untuk mencoba saling memberikan "segalanya". Sebulan lebih kami berpacaran. Ini terasa beda karena banyak hal yang kami lakukan. Gue semakin sayang ama Ade, begitu juga Ade terhadap gue (Thank you for loving me). Hampir setiap hari kami bertemu. Percekcokan kadang sulit dihindari, karena hal-hal sepele. Gue sadar bahwa gue harus mengalah, walau kadang gue jadi jengkel. Tapi dari sini semua, gue baru sadar bahwa di saat usia gue yang sudah menginjak 27 tahun ini, tingkah gue kadang tampak seperti anak kecil : egois. Gue mencoba memahami Ade, karena dia orang yang perasa. Kadang gue memandang raut wajahnya dan gue merasa tak ada yang istimewa dari manisnya wajah Ade... walau ada detail-detail yang membuat gue suka. dan gue bertanya dalam hati, apa yang membuat gue harus (selalu) bersamanya? Sedangkan cinta gue lebih kuat terasa sinyalnya saat gue berada di dekat Ferry. Apakah dengan demikian gue lebih mencintai Ferry ketimbang Ade? Teduh terasa saat gue berada di samping Ade. Dia sebagai pohon kecil tempat gue berteduh saat panas kehidupan membakar ubun-ubun kepala gue. Tapi, gue kangen kepada Ferry. Walau gue tahu bahwa sangat tidak mungkin gue menduakan Ade... tapi terasa hidup gue menjadi hampa. Gue merasa berdiri di atas dua jalan yang berbeda, cinta gue pada Ferry dan sayang gue pada Ade. Bagaimanapun... gue sudah mencoba untuk menghilangkan bayangan Ferry... desakan waktu berjalan lambat seperti jarum-jarum yang satu persatu berjatuhan di lengan gue. Gue merasa sakit saat mengingatnya. Gue bukan termasuk orang yang begitu perasa. Gue adalah orang yang mengandalkan pikiran untuk mengendalikan emosi bukan emosi yang mengendalikan pikiran. Tapi dalam hal ini gue mengalami tekanan kuat untuk mengejar Ferry... bayangan ilusi yang seakan menggapai-gapai memanggil gue. 'Sgalanya luruh... lemah tak bertumpu hanya bersandar pada dirimu..' Walau gue tampak bermain-main api.... , tapi gue mencoba memahami ini sebagai usaha gue untuk tidak berselingkuh secara fisik. Gue sadar bahwa di dunia gay, terlalu besar kemungkinan untuk bisa ml dengan seseorang, dan "jejaknya" sedemikian rupa bisa dengan mudah terhapus atau dihapuskan. Tapi gue dan Ferry tidak melakukan lebih dari sekedar melepas kangen, apa salah jika gue mencintai dia? Gue dan Ferry sempat beberapa kali bertemu lewat chating dan juga lewat mail. Gue gak ada keinginan buat nelpon Ferry (kecuali cuma sekali, itupun karena gue bener-bener kangen padanya) karena gue gak mau makin terbawa arus "ketidakpastian" nasib cinta gue ama Ferry. Hidup bukan hanya untuk bermain-main... jika kita terlalu sering mempermainkannya maka.. waktulah yang akan mempermainkan kita nantinya. GUE SUDAH MERASA MELAKUKAN YANG GUE PIKIR ITU SUDAH "SEMESTINYA" DAN BUKAN "SEHARUSNYA" GUE LAKUKAN. Gue sudah berusaha untuk menghapuskan bayangan Ferry demi Ade... demi Ade. Dan pada suatu malam... Gue dan Ade sama-sama ke warnet, dan kami chat. Gue dan dia berbeda PC. Melalui media chat itu, gue secara tidak sengaja bertemu dengan sahabatnya Ferry, sahabat baik gue, Surya. Dan kami berdua chat. Setelah berbasa-basi sebentar dan saling menceritakan hal-hal di seputar kegiatan kami, akhirnya gue menanyakan kabar Ferry (karena Surya berada dalam satu kota yang sama dengan Ferry). Surya memberikan gambaran keadaan Ferry... dan dia tahu bahwa gue sudah punya bf, dia mencoba menggambarkan hal-hal yang dilihatnya pada Ferry, pada perubahan tingkah kesehariannya setelah bertemu gue tempo hari. Dari kata-kata Surya terlihat bagaimana dia mencoba memberitahukan kepada gue kalo Ferry bener-bener mengharapkan gue. Beberapa kali gue menutup pembicaraan kami karena Ade datang menghampiri gue dan mengajak ngobrol (Ade belum tahu mengenai keadaan hubungan gue yang terakhir dengan Ferry, walau dia sebenarnya tahu bahwa gue perna merasa suka kepada Ferry). Mungkin dia mencoba tau, gue query dengan siapa aja, dan gue bisa menerimanya karena gue tau dia sayang ama gue. (Sebelumnya gue udah memberitahu kepada si Surya perihal si Ade dan keberadaannya pada saat itu, sehingga kami menyusun skenario, jika gue gak membalas lama, dan menutup windows query-an ama dia berarti bahwa pada saat yang sama ada si Ade di deket gue.) Dan Ade bolak-balik menghampiri gue, gue jadi jengkel sendiri dan bertanya dalam hati 'maunya apa nih anak'. Tapi gue gak bisa protes. Hingga pada kali yang kesekian dia duduk di samping gue cukup lama. Dan window query gue ama Surya yang dari tadi udah tertutup kini secara tiba-tiba muncul lagi di layar, tanda bahwa Surya memberi balasan pada gue. Gue gak bisa membuka query yang di sana tertera nick Surya tsb. Gue melewatkan, dan lebih memilih membuka window query nick yang lain. Ade heran, dan berkali-kali mengingatkan untuk membuka window query Surya. Gue bilang pada Ade kalo gue lagi marah ama si Surya makanya gue agak males membalasnya (suatu alasan yang bagi gue konyol, bukankah kalo kita tidak mau bicara dengan orang lagi, maka dengan mudah kita bisa meng-ignore nicknya). Ade akhirnya diam, dan tak lama berlalu dari sisi gue kembali ke komputernya. Setelah merasa situasi agak "aman", akhirnya gue membuka window query Surya. Gue minta maaf padanya karena lama gak menjawab. Gue jelaskan keadaan yang baru terjadi saat itu padanya. Kemudian dia melanjutkan: "Alex, apa crita gue mengenai si Ferry bisa dilanjutkan?", tanya dia. "Ya, terus", jawab gue. Tiba-tiba gue merasa ada orang di belakang gue, dan setelah gue menoleh ke belakang tampak Ade di belakang gue. Gue jadi nervous, salah tingkah! Seperti kucing yang ketahuan tuannya karena abis mencuri ikan. Gue mencoba query-an Surya.. tapi hal itu gagal karena gue salah klik..gue bener-bener salah tingkah, akhirnya gue biarkan window query Surya tetap terbuka, gue mencoba menunjukkan sikap santai gue pada Ade pada saat itu. "Teruskan mas... chatnya", Ade kemudian mengambil posisi di samping gue. Gue coba untuk memindah pembicaraan (ama Ade) ke topik yang laen, pada saat itu gue gak menutup pv-an gue ama si Surya. Sambil berbincang dengan si Ade, gue melirik pada balasan query si Surya di windownya. Dan baris lanjutannya kemudian muncul : "Oke", Surya melanjutkan. "Oke untuk apa?", balas gue (gue mencoba memberikan sinyal kepada Surya kalo pada saat itu ada Ade di deket gue). "Haha...ya kita lanjutkan critanya", balas Surya. "Cerita mengenai apa?", tanya gue lagi. "Ya... crita mengenai Ferry", lanjut Surya. Gue bengong menatap tulisan itu. Gue lirik Ade, dia kelihatannya mencoba memfokuskan pandangannya pada monitor. Gue terdiam. Gak lama kemudian muncul tulisan di monitor: "Kok diem sih lex, lu katanya kangen ama si Ferry, tadi minta dicritain mengenai kabarnya, sekarang kok malah diam, balas dong supaya gue gak nunggu", lanjut Surya. Kemudian gue menoleh pada Ade, "Ade, ini si Surya lagi jodoh-jodohin Ferry ama gue", gue mencoba membela diri. "Oh.. gak apa mas, kenapa gak sekalian aja mas Alex nemuin si Ferry", celetuk Ade. "Lu maunya apa Ade!", gue jadi emosi. "Gue ama si Ferry gak ada apa-apa, gue masih sayang ama elu, nah ngapain lu coba memberikan kesempatan ama gue supaya deket ama si Ferry?". Ade kemudian tersenyum dan berbisik: "Ya udah mas, kok begitu aja marah, Ade kan cuma bercanda... kalo ngomong yang pelan aja kan gak enak kedengaran yang lain". Gue terdiam, gue mengerling ke monitor. Untunglah Surya gak melanjutkan kata-katanya lagi. Kemudian Ade pindah ke komputernya lagi. Dan... bukan main gue marah ama Surya setelah itu... gue beritahukan ama Surya apa yang telah terjadi. Surya meminta maaf setelah itu... dan gue langsung tutup irc gue tanpa pamit ama siapapun. Tak lama kemudian gue mengajak Ade pulang, perasaan gue gak enak. Ade sebenarnya masih belum mau pulang saat itu, tapi gue memaksanya. Akhirnya dia menurut juga. Dan setelah membayar ke operator warnet, kami pun pulang. Sesampai di kontrakan Ade, gue merebahkan diri gue di kasur. Gue tatap Ade yang lagi mengganti bajunya. Kami terdiam, semenjak dari warnet tadi... kami lebih banyak diam. Malam itu terasa beda ama malam-malam yang lain, dari tadi emang perasaan gue gak enak ama Ade. Akhirnya Ade merebahkan diri di samping gue. Kemudian gue ngekis dia. Dan itu cuma sebentar, akhirnya kami mulai berbincang mengenai apa aja, gue mencoba menghapuskan kejadian di warnet tadi dari memori Ade. Hingga kemudian, tiba-tiba Ade memotong pembicaraan: "Mas, sebenarnya dari tadi Ade merasa ada sesuatu yang telah terjadi". "Ada apa Ade?", tanya gue. "Kejadian di warnet tadi, kayaknya mas menyembunyikan sesuatu". "Gak, gak ada apa-apa..., it's okay, apa yang lu liat tadi.. itu lah yang terjadi, gue udah beri penjelasan. Lu masih percaya kan ama mas?", tanya gue. "Ya, Ade masih percaya... tapi kali ini Ade merasa bener-bener gak bisa menahan perasaan Ade, karena perasaan Ade berkata lain", jawabnya. Gue terdiam... kemudian gue berdiri... dan berjalan menghampiri foto dia yang tertampang di dinding kamarnya. Foto dia saat masih SMA, masih imut. Gue coba mengalihkan pembicaraan kami pada foto itu. Sambil menatap foto itu, gue bicara pada Ade. Ade gak begitu merespon pertanyaan gue, dia terdiam, dan lama terdiam... hingga gue menoleh.. dan gue liat dia membenamkan mukanya pada bantal. Kemudian gue dekati dia, gue tepuk pundaknya. dan gue berbisik padanya: "Ade sayang, kok lu diam?", kemudian gue belai rambutnya. Ade tidak memberikan respon apapun. Tak lama kemudian, dia memalingkan wajahnya pada gue, dia menatap mata gue dengan tajam. Kemudian dia duduk. Gue memandang dia, "Ade, ada apa sih?", tanya gue. "Ade pengen mas jujur ama Ade... mas jangan bikin Ade jengkel deh", setelah berkata itu Ade berdiri dan berjalan mengambil air putih. Dia minum beberapa teguk. "Udahlah mas, Ade gak akan marah kok, crita aja apa adanya". Kemudian dia duduk di samping gue. "Ade..., sebenarnya, gue ama si Ferry udah bertemu kembali beberapa hari yang lalu", ujar gue. "Tapi kami cuma bertemu saja, gue mengantar dia untuk mencari buku di mall. Pertemuan itu terjadi saat elu masih sibuk di kampus. Gak ada apa-apa waktu itu antara kami, dan setelah itu kami berpisah. Gue minta maaf ama elu kalo gue gak memberitahukan hal ini". "Mas kok selama ini gak perna crita ama Ade, padahal selama ini gak ada hal yang mas sembunyikan dari Ade, Ade tahu kok kalo mas Alex itu orangnya jujur, tapi untuk peristiwa pertemuan mas ama Ferry kok gak perna diceritakan ama Ade?", Ade meninggikan nada bicaranya. "Ade, mas memang sengaja merahasiakan ini, karena mas gak ingin elu jadi sakit hati, mas tahu kalo mas salah. Ade... mas minta maaf". Ade mengernyitkan dahinya... seakan menunjukkan hal yang membuat dia berpikir dan menatap gue penuh selidik. "Mas gue yang cakep, mas sayang gak ama Ade?", tanya dia kemudian. "ya dong...", kemudian gue mencoba memeluk dia. Tapi dia tepis. "Kalo mas emang sayang ama Ade... sekarang Ade mau nanya kejujuran mas: 'mas jatuh cinta ama Ferry?', jawab yang jujur mas... beri Ade masukan supaya Ade bisa berpikir. Jangan bohongi Ade dengan sandiwara ini", ujar dia kemudian. Gue terdiam sejenak... kami terdiam.. terdengar detik jam weker di meja... berdetak dari detik ke detik. "MMmmmm... Ade... mas minta maaf", gue membuka keheningan. "Minta maaf pada siapa dan untuk apa?", tanya dia. "Gue minta maaf atas segalanya". "Segalanya apa dan bagaimana", Ade mengejar. "Ade, gue gak bisa membohongi diri gue sendiri kalo ... jujur; setelah pertemuan gue ama Ferry, gue makin mencintai dia", pelan gue berkata. "Makin mencintai dia? berarti selama ini, mas udah mencintai orang lain selain Ade?". "Bukan begitu Ade, mas dulu memang jatuh cinta ama si Ferry, jauh sebelum mengenal elu", lanjut gue. "Tapi Gue gak bisa dapetin dia waktu itu karena Ferry waktu itu udah punya bf, sekarang pun gue gak bisa jadi bf dia karena... elu bf gue". "Ha ha..., Ade tertawa lepas. "Mas bener-bener konyol, trus kenapa sekarang mas gak ninggalin Ade dan kejar si Ferry... Mas kan cinta dia..silakan mas pergi ke kota tempat dia tinggal...". Gue terdiam... gue gak tau harus berkata apa. "Ade... kenapa elu ngomong begitu? Tolong jangan bicara seperti itu, sepertinya hal itu menunjukkan kalo elu gak sayang ama mas", Gue menatap matanya. "Gue masih sayang elu Ade....". "Tapi gak cinta Ade kan?", potong Ade. "Gue cinta elu Ade, kalo sayang kan mesti ada cintanya", balas gue. "Hah... hei mas... Ade tahu kok kalo cinta sejati mas itu hanya ada di diri Ferry, sekarang Ade nanya: Siapa yang mas bener-bener cintai, Ade atau Ferry?" Gue kembali terdiam, dan itu untuk kesekian kalinya. Hati gue berdebar-debar... pikiran gue mendesak gue untuk bicara jujur. "Mas... kok diem sih... Ade nanya, siapa yang paling mas cinta?", tanya Ade lagi.. dia mendesak gue supaya secepatnya menjawab. "Gue sayang elu Ade... elu bener-bener tersayang bagi gue...", ujar gue. "Yaaaaaaaa.. dan Ferry yang tercinta bagi mas, right???". Ade kelihatan ketus sekali karena emosi saat mengatakan itu. gue gak perna melihat dia seperti itu. "Ade nomor dua, yaa Ade cuma nomor dua kan?", dia melanjutkan... matanya tampak mulai berkaca-kaca. Gue meraih jari-jarinya. Walau dia coba untuk menepis tangan gue, tapi cengkeraman gue terlalu kuat untuk dia. "Ade... mas memang lebih mencintai dia ketimbang elu", ujar gue kemudian sambil menatapnya. "Tapi, mas gak mau ninggalin elu, bagaimanapun.... elu adalah kekasih gue..elu adalah bf gue... buat apa gue harus berkorban untuk mempertahankan semua ini, kalo bukan untuk elu. Untuk kelangsungan bf-an kita berdua. Dan seperti halnya elu, mas pun gak mau kehilangan elu". "Bagaimana mungkin mas bisa bener-bener bisa dipercaya orang kalo mas gak mencintai bf mas sendiri, mencintai melebihi semuanya", ujar dia. "Ade... siapa sih yang bisa menolak perasaan cinta! Udah berkali-kali mas bicara tentang hal itu, perasaan suka, dan cinta itu adalah anugerah. Tinggal bagaimana kita memperlakukannya. Adalah hal yang mengerikan jika disetiap orang di dunia ini saat jatuh cinta langsung memutus pasangan lamanya. Gue gak mesti dapetin Ferry, gue mencoba menghilangkan bayangannya". "Kalau mas memang lebih mencintai dia, mengapa gak mas lepas Ade, Ade rela kok. demi kebahagiaan mas Alex", balas dia kemudian. "Cinta tidak harus memiliki Ade... Walau perasaan cinta gue pada Ferry melebihi elu, tapi gue rela kehilangan perasaan itu demi elu. Kita harus berani mengorbankan segalanya demi kebaikan kita. Gue pengen berubah... pengen jadi orang yang setia, gue pengin mengubah kebiasaan gue yang selalu menyakitkan orang lain. Gue ingin membahagiakan elu, bukan menyakiti elu. Gue gak mau liat elu sedih dan tentu saja gue gak mau menyakiti elu", balas gue kemudian. "Trus bagaimana dengan Ferry?", tanya dia. "Bagaimana apanya?, jawab gue. "Gue gak perna menghubungi dia lagi, gue gak mo akan semakin terjebak pada pusaran cinta gue pada Ferry yang akan menarik gue ke dalamnya. Gue rela kehilangan dia, demi elu. Biarlah semua berjalan apa adanya, yang penting gue udah berusaha sekuat tenaga gue". Kemudian gue melepas cengkeraman gue pada jarinya... dan merebahkan diri. Gue tatap langit-langit dengan tatapan kosong. Gue merasa capek. Gue pasrah terhadap apa yang akan terjadi. Ade kemudian menatap gue, kemudian dia mendekatkan wajahnya pada wajah gue. Dia kecup bibir gue. "Mas, Ade gak mo kehilangan mas... jangan tinggalin Ade. Ade cinta dan sayang mas Alex...", bisik dia. Gue tersenyum, "Tentu saja Ade... mas tetap menyayangi elu, makanya elu beri dong kesempatan mas buat menghilangkan bayangan Ferry". Ade menganggukkan kepala dan kemudian merebahkan kepalanya pada dada gue. Gue mengelus kepalanya. Kemudian kami terdiam. Malam semakin larut. Gue lirik Ade... tampaknya dia sudah tertidur. Sedangkan gue sendiri belum bisa tertidur, malam itu begitu dingin dan gue kemudian memeluk Ade. Tak terasa akhirnya gue tertidur. Bersambung.. Untuk tanggapan kirim ke Alex (maximumsize2002@yahoo.com).


###

31 Gay Erotic Stories from Alex

A Night To Remember

It all started with the familiar thought of curiosity. For many years I dreamed of the thought of being with another guy, simply because the way my girlfriends loved to suck on me. I loved to watch them suck me dry after they would swallow my cum, until every drop was gone. After many blow jobs, I myself, wanted to suck my own cock, just to feel it in my mouth to see what was

C'était sa Première Fois

J'adore être pénétré et pénétrer les autres. Mais quand c'est fait avec une personne sur laquelle je fantasme vraiement, c'est encore mieux. Je vais à l'université et j'habite avec deux colocataires. Ils sont tous les deux très craquant mais, hélas, ils sont tous les deux hétéro. Un jour que j'étais seul avec David, qui est en passant l'un de mes meilleurs amis, je décidai d'être un

Chinese Buffet

Tonight, I didn't really feel much like making cooking or anything, and I really didn't want to be alone for the night, either. So, I got up out of my apartment and went out for some Chinese food. Downtown, there's this nice Chinese restaurant I've been to a couple of times. Every time I went, I scoped out some of the guys who worked there. I fall in love with hot, young Asian

Customs

It has been a long week. I was traveling all over Africa. I was after a case of fraud that concerned a really big number of firms in the west world. I am a journalist. I still remember those endless plane flights that exhausted me and I started thinking only about a soft bed where I could sleep. I am 21 and am a fit guy. I love sports and work out quite a lot in my free time. I

Danny Comes To Stay

I didn’t know till Tuesday or something he was going to be here, and the worst thing was he was going to come down without telling mum and dad, and they were going to have to act like they were pleased to see him and what a nice surprise and all that, but really it would be all uncomfortable cos they’ve never really been able to look him in the face since they found out

Ein Deutscher in New York

Da saß er nun in dem luxuriösen Hotelzimmer in New York und harrte der Dinge, die da kommen sollten. Großen geschäftlichen Sinn machte diese Reise nicht. Der Vertrag, den er nachmittags mit den amerikanischen Partnern unterzeichnet hatte, hätte auch per Briefwechsel geschlossen werden können. Die Konditionen waren bereits vorab durch E-Mails, Faxe, Briefe, Telefonate und

Father's Present For Son

Ever since he stared puberty I have been thinking about my son. Thinking about how soon he would start to masturbate and how his penis would start to grow. This got me very horny. I wanted him to have sex with me when he turned 14 but never asked him to in fear of someone finding out and taking him away from me. So I waited until his 18th birthday to ask him. That way he would

First & Best Time

I was about 17 when went to my college lecturer’s house for an end of term party. I got pretty hammered and at the end of the night was offered a room by this guy's wife. I accepted and she showed me to my room. About 15 minutes later, she comes back with some grass and starts rolling it up. We smoke a bit and then my lecturer comes in for a toke. She starts rubbing his thigh and

Innocence Lost

I had just finished running five miles for track when Dustin came up to me. Dustin was the hottest guy in school. He had blonde healthy hair that was stylishly parted to both of the sides of his head. He was wearing a white tank top and windbreaker pants. He must have been the most muscular guy in our school. All of the girls would cut their teeth to go out with him. "Hey

Innocence Lost Part 3

I didn't tell anyone about seeing Tyler and Dustin having sex in the woods. I couldn't help but be aroused by the whole situation. After all, I'm only human. When I got home, I was in for a pleasant suprise. Danielle was standing in my front yard talking to my mother on the patio. But a gorgeous hunk of a man was standing there with her. His hair was styled like Dustin's, but

Innocence Lost, Part 2

It had been two weeks since I had shared my first sexual experience with Dustin. The morning after, he had left before I woke. So I went home thinking I could talk to him later. Little did I know that Dustin just needed me for a one night stand. He would look at me as if I were diseased when we were at school. Every time I looked at him he was talking to his best friend Tyler.

Innocence Lost: Part 3a

Dustin removed all of his clothing and mine after he locked the door shut. The three of us got onto Tyler's bed and started to kiss each other passionately. Tyler started sucking on my hard nipples while I was frenching Dustin. I was in pure joy. My hands were grabbing Dustin's ass cheeks hard. He started cry out in pleasure. His hardened dick was rubbing against my abs. Dustin then

Jeff Hammond's Jockstrap

I'd been hearing the rumor for a week. Porn star Jeff Hammond, my favorite, had joined our health club. Needless to say, I spent a lot of extra time hanging around the gym in hopes of catching a glimpse of him working out or, better yet, showering. Finally it happened. I walked into the locker room one day and saw a tall guy with of an hourglass figure wearing nothing

Kesepian yang tiada akhir, Bag 1

Sorry pada cerita sebelumnya gue lupa mencantumkan identitas gue... ini crita gue mulai dari awal aja deh, true story.. Cinta tidak mesti harus memiliki, itu mungkin yang terjadi ama gue. Begitu banyak cinta, tapi ternyata itu hanya untuk satu orang. Gue pikir itu anugerah, dan memang sangat amat misteri. Dulu, hidup gue hanya untuk mencari cinta dengan menanamkan harapan ke orang

Kesepian yang tiada akhir, Bag 2

Cinta itu misteri, dia adalah anugerah buat kita, kita tak bisa menolaknya atau memaksa kehadirannya, so.. jagalah ia. Cukup lama gue menunggu Ade, 1,5 bulan tanpa kepastian. Hati ini semakin lama semakin hancur saat gue mendengar kemesraan Ade bersama bfnya, memang gue secara langsung tidak melihat kemesraan mereka, tapi itu cukup bagi gue. Tapi itu tak lama, suatu ketika gue

Kesepian yang tiada akhir, Bag 3

Lelaki, bagaimanapun keadaannya, suatu saat akan merasakan kesepian yang dalam saat harus mengambil keputusan. 3 hari gue bersama Ade, begitu banyak yang kami lakukan untuk saling mengenal pribadi, akhirnya gue balik ke kota gue. Seminggu kemudian Ade menyusul, karena liburannya telah berakhir, dan dia akan masuk kuliah. Beberapa hari kemudian, Singgih datang ke kota gue buat nemuin

Kesepian Yang Tiada Akhir, Bag 4

Jam berdentang sekali, menyadarkan gue.. bahwa itu udah menunjukkan jam 1 pagi. Gue mengisap rokokku untuk yg terakhir kalinya dan kemudian masuk ke kamarku lagi. Kulihat Singgih duduk di pinggir tempat tidur. Gue mengambil tempat dan duduk di sampingnya. Gue menatap matanya dan berkata, "Singgih, gue memilih si Ade, karena gue udah lama mencintai dia dan gak mo kehilangan dia

Kesepian Yang Tiada Akhir, Bag 5

Setelah malam itu, kami semakin deket. Kami semakin lengket. Hingga pada suatu ketika dia pindah ke rumah kontrakan, kami semakin bebas untuk "beraktifitas". Di rumah itu dia tinggal sendiri, tapi karena gue hampir tiap hari maen-maen ke rumah itu maka dia gak merasa kesepian. Sebulan berlalu setelah itu.. dan secara tidak sengaja, saat gue jalan-jalan di mall sendirian, gue

Kesepian Yang Tiada Akhir, Bag 6

Malam berlalu begitu cepat, kami tertidur pulas. Tak ada "aktifitas apapun". Cuma ciuman kecil dia pada pipi kiri gue terasa saat gue setengah tertidur. Dan pagi itu matahari bersinar, langit cerah bertepatan dengan pertengahan bulan agustus. Gue mengantar kepergian Ferry ke terminal. Selama di mobil kami mengobrol tentang banyak hal, sungguh mengasyikkan, tak terasa macet jalan pagi

Kesepian Yang Tiada Akhir, Bag 7

[Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan crita ini, terdapat kesalahan/kekeliruan pengetikan atau penempatan istilah. Penulis berharap bahwa kesalahan tersebut tidak mempengaruhi jalan crita secara keseluruhan. Mohon maaf kepada pembaca karena telah merasa terganggu atas kesalahan tersebut. Terimakasih atas kritikan dan saran pembaca kepada penulis pada crita ini di bagian yang telah

Kesepian Yang Tiada Akhir, Bag 8 (akhir)

Matahari pagi bersinar cerah keesokan harinya, dan arak-arakan awan tipis di ufuk timur sana membiaskan kilau warna ungu dan merah delima sinar itu. Terlihat iringan bebek menyapu embun yang melekat pada rerumputan, dan anak-anak sekolah berlarian seakan menyambut pagi yang kemilau! Dan semua itu mengantar gue berpamitan pada Ade pagi itu. Akhirnya gue tahu bahwa Ferry bukannya makin

Laplaya en Nuestros Cuerpos 1

Ya me habían dado las vacaciones de verano y decidí irme de la ciudad una temporada.El trabajo, los horarios,los atascos, las facturas ... no me dejaban vivir mi vida.Entonces decidí irme a LA. , alquilé una casa que estaba al lado de la playa para pensar en mis cosas. La busqué alejada de la gente teniendo apenas 10 vecinos en 10 km de costa. Me encantaba esa tranquilidad, esa paz,

Nasib Anak Kost (mana tahan) Part 1

Nasib Anak Kost (mana tahan) Part 1 Saya mahasiswa tingkat 3 sebuah perguruan tinggi negeri di Bandung. Karena saya bukan asli orang Bandung, saya tinggal di sebuah rumah kost khusus cowok. Kamarnya ada 10, penghuninya juga 10 orang. Kebetulan mahasiswa semua. Salah satu hal yang saya sukai dari tempat kost saya adalah kamar mandinya. Bukan karena bersih atau

Nasib Anak Kost, Part 2 (gayung bersambut)

Nasib Anak Kost, Part 2 (gayung bersambut) (Sedikit dari cerita yang lalu : Beberapa hari kemudian, pagi-pagi, waktu saya lagi asyik mandi sambil membayangkan Ary dan apa yang dia kerjakan malam itu, kontol saya ngaceng tanpa dikomandoi. Nggak tahan aku langsung menyabuni wilayah kontol dan sekitarnya. Pas lagi asyik-asyiknya melayani diri sendiri, tiba-tiba Ary masuk.

Nasib Anak Kost, Part 3 (akhirnya ....)

Nasib Anak Kost, Part 3 (akhirnya ....) Sore itu hari Sabtu. Jam baru menunjukkan pukul 6 lebih sedikit. Semua orang pergi ke acaranya masing-masing, kecuali aku. Aku bengong aja sendiri. Nggak ada janji dengan siapapun, nggak punya seseorang untuk diapelin. Aku nggak tau bahwa hari itu akan jadi babak baru dalam hidup saya. Abis mandi, aku pakai kaos santai dan

No Ônibus

Era uma terça-feira à noite, e eu estava indo de ônibus do interior de São Paulo para a capital. Estava cansado só de pensar em passar sete horas sentado em um banco de ônibus, sabe lá com que tipo sentado ao lado... Para minha surpresa, o ônibus estava quase vazio, com a maioria das pessoas sentando no fundo. Eu me sentei na frente do ônibus. Na janela oposta, sentou-se um

QUÉ SUEÑO...!!!!!!!

El ordenador para mí se ha hecho completamente imprescindible y con la maravilla llamada Internet más. Por lo general acostumbro a entrar a la red (en las noches) y bajo fotos de chicos gays en acción o en sexo oral; en ocasiones entro a chat y/o busco los últimos títulos de videos boy-boy... Esto se ha incrementado increíblemente, pienso que por la situación de vivir con la

The Asian Streetpunk, Part 1: Our First Meeting

I once lived in New York City, and when I was 15, all I ever did, constantly was go back and forth to almost any restroom I could just so I could either jerk off or luckily have fun with a buddy. Even now, I still can't believe how incredibly horny I always was, especially anytime I would bump into a cute Asian guy - didn't matter if I was in the street or if I was playing a

The Asian Streetpunk, Part 2: Kissing In Chinatown

The train made its stop at Canal Street, a normally crowded part of Chinatown, New York. I walked alongside Byron, my dream boy come true, as we ventured down some of the many streets and around the many corners and through some of the many allies. I also took my random peeks at some of the other guys around me, but, of course, my mind never once left Byron. By this time, I felt

The Dream Biker

(This is all fiction) I was only 16 years old, when I met the most remarkable human being I ever came across. I fell in love from just one glance at his face...as well as his body. One day, during the summer break, school was already out and all of my friends had already left town to go on their own fun little trips over the vacation. Being in such a small, fairly quiet

Twinks

STORY #93 TWINS Alicia wrapped the robe around her lithe nude body and padded down the thick carpeted hall to her eighteen year old twin brother Alexander’s room. She knocked on the door, and without waiting for an answer, opened it and went inside. Alex was lying on his bed reading his history book, and only looked up when his sister asked, “Ready for our good night kisses?” “Where

###
Popular Blogs From MenOnTheNet.com

Please support our sponsors to keep MenOnTheNet.com free.

Web-01: vampire_2.1.0.01
_stories_story