Gay Erotic Stories

Pada salah satu week end, aku berlibur di suatu hotel bintang lima di Jakarta. Sebagai orang penting di suatu badan PBB di Timor Leste tentu saja aku tidak mau menurunkan social status-ku [social standing?]. Oleh karena itu aku selalu mengambil kamar "suite" atau "de lux".Kata orang, itu terlalu boros dan berlebihan, tetapi bagiku uang bukan masalah dan gengsi sangat penting.Apa lagi aku langganan tetap hotel itu.Karena itu selalu saja aku mendapat discount,voucher gratis dan special treatment lainnya.

Disamping itu,aku juga sudah kenal dengan banyak staf hotel itu,sehingga semua keperluanku setiap kali aku menginap di hotel itu selalu diprioritas -kan.

Pergaulan eratku dengan para karyawan-karyawati hotel itu juga makin meningkatkan kemampuanku berbicara dan juga membaca serta menulis dalam Bahasa Indonesia.Kemampuanku berbahasa Indonesia amat membantu kelancaran tugasku di Timor Leste. Karena sebagian besar pegawai Pemerintah Timor Leste, golongan menengah, dan kaum terpelajar di Timor Leste bicara bahasa Indonesia.Bahkan banyak diantara mereka yang tidak bisa bahasa Portugis, termasuk sebagian menterinya.Karena memang mereka tidak pernah terpapar pada pendidikan Portugis.

Yang dapat berbahasa Portugis hanya orang-orang berdarah campuran Timor-Porto dan para pelarian yang kabur bersama Porto ketika Porto angkat-kaki dari Timor Timur secara AMAT TIDAK BERTANGGUNG-JAWAB pada tahun 1975.

Walaupun aku menguasai bahasa nenek moyangku [Spanyol] dan aku juga bisa bahasa Perancis, tapi aku tak pernah belajar bahasa penjajah Portugis, karena itu aku sama sekali buta bahasa Portugis.

Banyak kata-kata Spanyol yang sama artinya dan sama tulisannya dengan kata-kata Portugis,tetapi cara mengucapkannya sangat berbeda.

LOBBY HOTEL

Kegiatan yang jadi favoritku kalau aku sedang menginap di hotel bintang lima adalah : nongkrong di lobby, olahraga di fitness center dan berenang sambil cuci-mata di kolam renang.Di tempat-tempat itu aku bisa "cuci mata" atau "zina mata" [arti-nya : berzina dengan menggunakan mata], yaitu memandangi cowok-cowok yang tampan menawan, yang lalu-lalang sambil memperkirakan betapa kira-kira ukuran kontol mereka, apakah mereka sunat atau tidak,bagaimana kira-kira pola pertumbuhan jembut dan bulu-ketek mereka!

Pada suatu week end aku menginap di hotel bintang lima di Jakarta.Seperti umumnya hotel berbintang, di hotel itu juga ada coffee shop yang merangkap lobby hotel,dimana orang dapat duduk-duduk walau-pun tidak memesan makanan atau minuman.

Sore itu aku datang ke coffe shop untuk cuci mata dan mencari lelaki tampan.Syukur-syukur ada yang dapat atau mau aku cabuli. Aku sengaja memilih duduk di kursi dekat seorang pemuda yang tampan. Pemuda itu masih muda, mungkin belasan tahun,tapi sudah di atas tujuh belas tahun.Dia mengenakan T-shirt abu-abu dan celana-kutung [semacam celana cullotte] hitam.

Aku tidak suka melihat lelaki mengenakan celana model itu.Tapi pemuda itu begitu menawan,sehingga seakan-akan pakaian apapun cocok untuknya.Ketika aku melirik ke tungkainya, aku melihat bulu-bulu kakinya yang lumayan lebat seakan ingin menunjuk-kan [atau menjanjikan]bahwa pemuda itu berjembut dan berbulu-ketek lumayan lebat juga.Aku bergidik melihat bulu kakinya yang merangsang dan puting susuku terasa tegang melenting - nikmat! Wajah pemuda itu tampan. Rambutnya yang tebal berombak agak acak-acakan dan di atas bibirnya serta di dagunya tampak jejas rambut yang tercukur. Amat merangsang nafsuku!Tubuhnya atletis dan lengannya juga tampak atletis berotot! Agh! Jantan!Ukuran tubuhnya agak tinggi, tetapi masih ukuran tinggi rata-rata remaja Indonesia.

Aku berpikir untuk menyapanya dan akhirnya aku putuskan untuk menyapa duluan :

"Nginep di sini, Mas?", dia agak terkejut. Bisa jadi dia mengira aku orang asing yang tidak bisa bahasa Indonesia. Dia menjawab :

"Nggak Mas.Saya nunggu tamu.Mas dari mana? Bahasa Indonesia-nya lancar".Dia sudah langsung menyapa-ku dengan panggilan "Mas".Mungkin karena aku yang memulai memanggilnya Mas. Pertanyaan seperti itu sering diajukan kepadaku,karena aku memang punya tampang orang asing [non-Indonesia]. "Saya dari Dili, Timor Leste", jawabku.

"Oh", jawabnya lagi.

Percakapan pendek itu menjadi awal dari obrolan kami berdua yang amat aku nikmati dan tak pernah aku lupakan.Rasanya, belum pernah aku terpukau pada keindahan seorang pemuda-remaja seperti sore itu.

Pemuda tampan itu bernama Imanuddin dan biasanya dipanggil Iman.Dia sedang menunggu pamannya yang akan datang dari luar negeri dan akan menginap di hotel itu. Pamannya sudah membuat reservation di hotel itu.Iman sudah janjian dengan pamannya akan menunggu pamannya di hotel itu,karena sudah ada orang lain yang menjemputnya dari airport.

Aku kemudian membantu Iman mengecek di reception desk apakah kamar untuk pamannya sudah siap. Aku juga sempat minta kepada petugas reception desk agar kamar pamannya diusahakan satu lantai dengan kamarku. Ternyata memang pamannya Iman minta agar Iman sekaligus check ini menggunakan nama dan identitas Iman untuk check in. Bahkan Iman sudah membawa uang dan credit cardnya jika dia harus membayar deposit atau mencatatkan credit card-nya untuk jaminan pembayaran.Aku tidak tanya pada Iman mengapa tidak digunakan nama pamannya untuk check in.Tapi justru hal itu memberi kesempatan bagiku untuk mengajaknya memeriksa kamar untuk pamannya itu.

Kami pun naik ke lantai 8. Di lift hampir saja imanku runtuh berada dekat-dekat dan berdua-duaan dengan pemuda yang memukau itu di dalam lift.Aku mencium bau harum parfum Iman dan harum deodoran-nya. Aku melirik ke bawah, ingin mencuri pandang bulu kakinya yang sexy dan menawan. Suasana itu membuat diriku dan jiwa-ku seakan bergetar-getar oleh nafsu berahi yang membara. Sesampainya di kamar untuk pamannya, kami masuk. Setelah Iman menutup pintu dan menyalakan lampu dan AC,aku tak tahan lagi... Iman aku peluk.....

Aku lebih tinggi sedikit dari Iman, sehingga aku menunduk untuk melumat bibir Iman yang ranum, jantan dan kelaki-lakian.Iman tampak agak kaget. Mungkin dia juga terheran-heran mendapat serangan blitzkrieg seperti itu.Tetapi dia tidak bereaksi menolak atau menepis atau mendorong .... Mungkin-kah karena penampilanku lumayan?Atau karena tubuh -ku kekar dan kuat,sehingga dia pasrah saja? Atau -kah memang Iman juga doyan sejenis?

Iman membiarkan saja aku berbuat semauku.Maka aku memasukkan tanganku ke balik baju kaosnya. Iman tidak mengenakan kaos dalam sehingga aku leluasa meraba puting susunya yang tegang dan melenting. Agh! Nikmat!Iman agak tergelinjang,katanya sambil tersenyum :

"Geli..."

Aku teruskan rabaanku keketiaknya untuk memeriksa kelebatan bulu-keteknya.Satu cara favoritku dalam memastikan kejantanan dan kedewasaan seorang laki -laki!Aku merasakan rambut-rambut di ketiaknya yang agak tebal dan basah.Bulu-ketek Iman lumayan lebat! Iman tergelinjang lagi,katanay :

"Geli Mas..."

Supaya aku lebih leluasa menikmati tubuh remaja Iman,aku "membawa"-nya berbaring ke tempat tidur. Aku memeluk Iman yang sudah terlentang di atas tempat tidur.Aku teruskan ciumanku ke leher-nya lalu kembali ke mulutnya, lalu ke tengkuknya! Agh Nikmat!

Baju kaos Iman tersingkap sehingga perutnya yang rata dan bertonjolan otot yang membentuk six-packs itu tampak olehku! Iman berkulit kuning langsat bersih dan mulus. Indah!

Ketika aku akan mendaratkan lagi bibirku di bibir Iman, tiba-tiba terdengar suara dering telepon di kamar hotel :

Kriiing..Kriiing..Kriiing..., Iman melepaskan diri dari pelukanku dan bangkit menerima telpon itu.

Ternyata paman Iman sudah tiba dan reception desk menyampaikan informasi ke kamar.Aku mau mencipoki lagi bibir Iman,tapi dia menolak dan mengatakan :

"Aku mau ke lobby.",

"Aku ikut", kataku.

Di lobby,paman Iman sudah tiba.Pamannya yang juga ganteng seperti keponakannya,memeluk Iman dengan mesra.Meskipun itu paman Iman [adik kandung ayah Iman],tapi tak urung terbersit rasa cemburu dalam kalbuku.Aku merasa Iman sudah jadi milikku. Apa lagi aku sudah sempat menciuminya,bahkan aku juga sudah mencipoki bibir dan mulutnya.

Aku dikenalkan pada paman Iman. Iman memanggil pamannya dengan panggilan Oom.Itulah pertama kali -nya aku mendengar kata "oom".

Rupanya sebagian orang Indonesia memanggil paman-nya dengan panggilan oom [dari kata Belanda, yang artinya "paman"). Iman yang menjelaskan kepadaku arti kata "oom" itu.

Paman Iman segera naik ke kamarnya, karena dia sudah kelelahan.Penerbangannya makan waktu hampir dua hari, karena dia datang dari suatu negara di Amerika Latin. Paman Iman bekerja di sana.Entah kerja apa, aku tidak tanya-tanya.

Iman meninggalkan pamannya di kamar hotel itu dan mereka sudah janjian ketemu keesokan harinya, sesudah Iman selesai kuliah di kampus.

MENCABULI IMAN

Aku sendiri sudah tidak sabar.Aku sudah "kebelet" ingin mencabuli Iman yang remaja, jantan tetapi bernuansa imut-imut itu.Oleh karena itu, selesai urusannya dengan pamannya,Iman aku geret [seret] ke kamarku. Iman menurut saja. Bagaimanapun aku menyeret-nya dengan kasih-sayang - tidak kasar!

Di kamarku, Iman aku telanjangi. Aku sudah kalap! Tapi Iman menuruti saja kemauanku. Kami berbaring di atas tempat tidur berdua,telanjang bulat.Aku langsung mencipoki bibir Iman lagi. Aku ingin minum air ludahnya - aku memang haus!Haus cinta, haus Iman, haus ludah Iman!

Aku amat bernafsu,sampai sedotan mulutku di mulut Iman berbunyi-bunyi : CEEEPT! CEEEPT! CEEEPT! Mulutku terasa pegal,tetapi aku seperti tak puas--puasnya. Untuk mengurangi rasa pegal di mulutku aku menciumi leher Iman,lalu puting susunya aku jilati! Agh! Nikmat!

Lalu ketiaknya yang berbulu-ketek hitam lebat itu juga aku jilati. Lidahku merasakan rasa asin dari keringat Iman diketeknya dan rasa pahit deodoran. Tapi aku merasa nikmat-nikmat saja.

Kemudian aku ingin juga "merampas" kelelakiannya. Karena itu mulutku aku sorongkan ke kontolnya. Kontol Iman besar dan disunat ketat.Kepala kontol -nya [glans penis] tampak besar dan indah. Amat merangsang.Kontol Iman yang semula masih menunduk dan tampak "terjatuh" kekanan itu tampak mulai menegang.

Aku segera menjilatinya, sekali-sekali aku juga mengocoknya, merangsangnya. Lobang kencing Iman aku jilat-jilat.Tampak frenulumnya sudah dipotong dokter waktu Iman sunat dulu!

Akibat aku jilat dan aku kocok begitu,kontol Iman tampak jadi makin mengeras,tegang,glans penisnya memerah-ungu. Lobang kencingnya makin menganga seperti mulut ikan maskoki!

Sekali-sekali jemariku juga meraba-raba jembutnya yang hitam, lebat, tebal dan tumbuh luass! Agh! Iman memang cowok jantann! Puting susu Iman juga aku pijat-pijat, aku raba, aku main-mainkan. Aku merasa Iman makin gelisah.Bahkan ia juga mengeluh dan melenguh [seperti kerbau yang sedang memamah biak] : MMMPH! MMMPH! MMMPH! Aku juga tak lupa menyodok silit Iman[bool,lobang pantat]dengan jari telunjukku.Agaknya Iman belum pernah disodok silit-nya. Karena aku merasakan gelinjang kaget tubuhnya waktu jari telunjukku menyodok jubur [silit]-nya itu!

Iman tampak makin gelisah. Aku tahu, Iman ingin menambah lagi dan menambah lagi rasa nikmat di kontolnya.

Kontolku aku gesek-gesekkan dibulu kaki Iman yang lebat dan merangsang itu. Kontolku terasa makin mengeras, membesar, dan ........Nikmatt!!!

Kemudian posisi Iman aku "atur" agar dia sedikit menungging. Aku berlutut di "belakang" Iman. Aku mau menyodomi silitnya. Kemudian dengan bantuan tanganku, kontolku aku masukkan pelan-pelan ke silit Iman yang perawan itu. Aku merasakan amat tegang di kontolku.Kemudian sengaja aku sentakkan kontolku menembus sphicter ani di lobang pantat-nya : BLES! Masuk....! Kemudian dengan kasar aku pompa-pompa kontolku ke silit Iman yang sempit dan perawan itu.Keluar masuk silit sempit iru!

Sekali-sekali aku dengar erangan atau jerit Iman tertahan - mungkin - dia merasa sakit : "AGGH!!!" Tapi jerit kesakitan Iman justru membangkitkan gairah sexualku makin membara!!!.

Aku jarang menyodomi silit cowok,tetapi sore itu Iman yang remaja itu memang pantas untuk aku perawani dengan tindak sodomi! Seperti tindakan yang dituduhkan kepada Dato' Seri Anwar Ibrahim -mantan Wakil PM Malaysia pada tahun 1998 dan pada tahun 2008, yaitu menyodomi lobang pantat pemuda remaja [yang memang nikmat untuk diembat dengan kontol].

Sambil menikmati memompakan kontol ke bool Iman, aku juga meneruskan kocokanku tanganku di kontol Iman!Tak lama kemudian aku dengar Iman berkata :

"Mas..aku mau 'keluar'",tentu maksud Iman, pejuh-nya sudah mau keluar.

Aku pun pompakan kontolku makin intens ke silit Iman.Bisa-bisa silitnya itu sobek, karena aku menyodoknya terlalu kasar. Demikan pikiranku!

Tapi aku teruskan juga pompaanku itu sampai tubuh Iman bergoyang-goyang macam perempuan sedang dientot laki-laki. Kemudian .....kontolku pun aku pompakan lagi dengan kasar :

"Masuk...,keluar...,masuk...,keluar.....! Begitu seterusnya sambil tanganku terus merangsang dan mengocok kontol serta puting susu Iman dan ..... rupanya Iman sudah tak kuasa lagi untuk menahan dorongan pejuhnya untuk keluar, maka : CROOOOOOT! CROOOOOOOOOOOOOT! CROOOOOOOOOOOT! CROOOOOOOOOOOT!

Pejuh Iman berceceran di seprei kamar hotel itu, aku mencium semerbak bau pejuh! Tapi aku tak mau ketinggalan!Pompaanku kontolku aku sentakkan lagi ke dalam silit Iman, rupanya jepitan silit Iman membuat kontolku tak dapat aku kuasai lagi untuk tidak memancarkan pejuh dan .... .CROOOOOOOOOOOT! CROOOOOOOOOOOOOT! CROOOOOOOOOOOT! CROOOOOOOOOOOT! Pejuhku muncrat keluar! Nikmat, lepass, lampiass, dan ...aku puasss! EPILOG

Selesai dientot, Iman segera berpakaian. Tanpa mandi junub[seperti yang biasanya dilakukan oleh umumnya orang Indonesia yang kukenal jika mereka barusan ngentot],dia berpakaian dan cepat-cepat berlalu dari situ. Katanya :

"Aku mau ke kampus, aku ada janji".

Itulah pertemuanku yang pertama dan yang terakhir dengan Iman.Esok harinya aku coba menelepon paman Iman di kamar hotelnya, tetapi tidak ada yang mengangkat telpon. Waktu aku check ke reception, ternyata paman Iman sudah check out. Selama aku bergaul dengan Iman [termasuk "bergaul" secara sexual],aku memang tidak sempat menanyakan nomor telpon,nomor Hp atau alamat rumahnya. Aku bahkan tidak sempat tanya Iman dia kuliah dimana!Agh!Aku memang ceroboh.Mungkin aku tak akan pernah jumpa Iman-ku lagi? My last encounter [?].

Untunglah aku ingat bahwa hari sebelumnya Iman check in atas namanya sendiri di hotel itu. Akhir -nya aku berhasil menyogok petugas reception desk [US $ 50,-] untuk "membocorkan" alamat Iman.

Kebetulan hari itu aku harus segera kembali ke Dili. Karena itu aku terpaksa menunda rencana -ku untuk mencari Iman di alamat yang diberikan ke reception hotel itu hari sebelumnya.

Dua minggu kemudian aku kembali ke Jakarta untuk week end dan aku berusaha mencari Iman di alamat-nya.Tapi sayang sekali,Iman ternyata sudah pindah ke luar negeri, dia ikut pamannya.Aku merasa amat kehilangan lelaki terindah yang pernah aku miliki dan aku entoti!

[TA'I]