Malam sepi. Aku tetap berjalan masuk gang, jalan alternatifku, yang di kiri-kanan tergenang air got hitam yang kalau hujan sedikit aja pasti meluap. Kalau sudah begitu, aku tidak lewat
sini.
Tapi sekarang cuacanya sedang bagus, dan agak sedikit panas. Tubuhku yang tadi berkeringat
waktu di kendaraan sudah agak kering. Gelap, hanya beberapa rumah yang menyalakan lampu
terasnya, sehingga gang kecil ini sedikit ada penerangan. Ada beberapa ekor tikus yang
gemuk-gemuk bersliweran yang membuat aku berjaga-jaga. Takut masuk ke celana aja. Hii!
Aku perlambat jalan. Rasanya langkahku terdengar nyaring sekali. Ada suara yang aneh tapi
akrab terdengar. Suara film porno yang berhah-hih-huh dengan suara musik instrumen. Aku
berhenti, pura-pura perbaiki tali sepatu, aku berjongkok.
"Gede juga ya?" ada suara cowok berkomentar. "Ya, aku suka yang begitu," suara cowok yang lain menimpali. "Apa nggak sakit ya digituin?" "Nggak kali. Kan tadi sudah dikasi.. Apa tadi itu..?"
Mereka yang didalam tidak menyadari aku sedang menguping mereka. Ada beberapa saat aku aku
jongkok. Kondisi gang yang rumahnya rapat begini berani juga mereka menyetel film begituan.
Memang sih, sekarang hampir tengah malam. Membayangkan apa yang mereka tonton membuat aku
terangsang. Ketika bangun dari jongkok celanaku menggembung, dan terpaksa aku perbaiki
posisi alatku agar tidak terlalu menonjol dan membuat agak kesakitan.
"Baru pulang Mas?" ada suara yang mengagetkanku.
Ada cowok dibalik tanaman pot diteras rumah yang menyetel film. Kalau lihat tangannya yang
sedang menaikkan karet celananya, mungkin dia baru kencing, tumpah ke got. Tangannya masih
menggosok barangnya yang agak menggembung. Kemudian menarik kaosnya hingga menutup celana
depannya.
"Eh, iya." Aku menjawab sambil berharap semoga dia tidak melihat apa yang tadi aku lakukan.
Tapi matanya kulihat ke arah celanaku yang menggembung. Sorot matanya itu.. Penuh makna. "Tinggal di rumahnya Pak RT kan?" dia menebak. Suaranya ramah.
Lha, kok dia tahu aku kost di situ? Rupanya diam-diam ada yang memperhatikanku. Aku
mengangguk, sedikit tersenyum. Wajahnya lumayan, dengan badan berbungkus kaos oblong dan
celana batik pendek yang longgar.
"Sering lihat kalau pulang," dia menjelaskan. "Selalu pulang malam begini ya?"
Aku menggangguk. Dia turun ke jalan, dan menyodorkan tangannya.
"Ganda," katanya menyebut namannya. Kusambut tangannya, kami bersalaman ."Yadi," kataku
menyebut namaku.
Tangannya hangat dan sedikit kasar. Dikeremangan malam begini aku bisa lihat bulu kakinya
yang lebat dan bulu dadanya yang menyembul di kaosnya. Dadanya kelihatan padat. Aku suka
tampilannya, kesannya alami. Kamipun saling bertanya, ngobrol pelan. Takut mengganggu
tetangga. Dia masih kuliah dan nyambi kerja di Roxy Mas jual beli HP. Di rumah yang
dikontrak ini, dia tinggal bersama dua temannya.
Aku masih dengar suara film yang tadi tapi sekarang dengan suara musik yang dominan. Di
dalam hanya kulihat sinar cahaya dari TV, lampu ruangan rupanya dimatikan. Kami masih
berdiri di pintu terasnya, dan sebenarnya aku mau pamit pulang. sudah terlalu malam untuk
ngobrol di luar begini. Suara dengung nyamuk mengganggu percakapan kami.
"Siapa Gan?" ada suara yang bertanya dari dalam, dan kemudian orangnya keluar. Suara yang
tadi berkomentar suka barang yang gede. Rambut pendek dengan kulit yang tak begitu putih,
kayaknya dia juga lumayan. Tampilan hampir sama dengan Ganda.
"Yadi," kata Ganda menjelaskan. "Yang kost di rumah Pak RT. Kenalin nih Ran."
Aku bersalaman lagi. Aku sebut namaku dan dia sebut namanya. "Ran." Aku suka genggamannya,
hangat dan kencang. Badannya agak besar dengan singlet dan calana pendek. Aku suka lengannya
yang gempal. Rajin fitnes mungkin.
"Kita lagi nonton BF," kata Ran.
Dia dengan tenang mengeluarkan barangnya dari pipa celana pendeknya di depanku. Dia mau
kencing rupanya. Atau malah mau pamer? Masih posisi kencing dia melirik ke arahku yang
sedang memperhatikan barangnya.
"Mau nonton nggak?" nadanya mengajak.
Tangan menggoyang-goyang barangnya, mengambil daun yang ada sekitar situ dan menggosokkan ke
lobang kencingnya. Dia memperbaiki posisi celananya setelah memasukkan barangnya. Aku
menggeleng pelan.
"Kapan-kapan aja," kataku.
Aku menelan ludah setelah melihat apa yang di depanku tadi. Ukuran yang lumayan. Mungkin
karena sedang tidak tegang penuh. Padahal aku ingin nonton. Tapi dipihak lain, otakku
melarangnya. Jangan sekarang! Mau jaga imej ya, di depan teman-teman barumu ini? Suara
hatiku menggoda.
Aku suka nonton, tapi belakangan ini aku menahan diri. Walau waktu dan kesempatan sangat
memungkinkan. Aku takut terjerumus makin jauh kalau sering nonton film porno atau hal lain
berbau porno. Takut nggak kuat..! Ketika aku mulai kerja di Jakarta ini, begitu banyak
godaan yang membuat aku sangat berjaga-jaga. Kemaksiatan begitu murah dan mudah kalau mau.
"Yuk, mau ikut nonton?" Ganda mengajak, dan menyadarkanku. Ran berdiri sambil merangkul bahu
Ganda, menunggu jawabanku. Malam terasa makin dingin. "Makasih. Mau pulang dulu, lagi bau nih. Mau mandi," alasanku sambil bergerak berjalan
beberapa langkah. Tapi terhenti karena Ran memanggil. "Yadi, kenalin lagi nih," kata Ran ketika aku berbalik.
Kulihat ada lagi cowok yang keluar, turun ke jalan menuju ke arahku.
"Dana," katanya mengenalkan diri.
Anaknya manis, dan badannya lumayan bagus. Kalau mau jadi model juga bisa tuh, pikirku.
Masih pake kemeja yang bagian depannya tak dikancing, memperlihatkan dada dan perutnya yang
indah. Celana pendek yang sangat pendek, menonjolkan pahanya yang kencang dan padat. Sexy
habis! Tonjolan penisnya itu..
Setelah berbasa-basi sedikit, aku pamit. Aku senang berkenalan dengan mereka. Dan memang aku
perlu teman atau orang yang dikenal di sekitar ini.
"Yuk, ah. Pamit dulu, mau mandi," kataku akhirnya. "Ok.. Sampai nanti. Besok-besok mampir aja ya," Ran mengajak. "Siip," kataku. Sok akrab.
Aku melangkah, melanjutkan pulang melewati jembatan kecil, belok kiri, kemudian masuk jalan
yang agak besar, yang dapat dilalui satu mobil, kemudian belok kanan. Jalan ini terang, dan
di pojok sana ada posko yang ronda. Aku masuk halaman rumah Pak RT. Sepi. Biasanya TVnya
nyala. Sekarang sudah gelap. Aku melewati samping rumah, membuka pagar ke halaman belakang
dan setelah masuk aku tutup kembali tapi tidak rapat. Aku menuju pintu kamarku.
"Nak Yadi ya?" ada suara Bu RT. "Iya bu," jawabku. Biasalah. Mereka mengecek, mungkin suara pintu pagar yang kubuka tadi
membangunkannya.
Hari yang melelahkan. Tapi agak terhibur sedikit, setelah bertemu teman baru di tikungan
gang dekat jembatan di sana tadi. Kumasuk kamar dan menyalakan lampu. Masih berantakan
seperti aku tinggalkan tadi pagi. Aku regangkan otot-ototku yang rasanya pegal sekali.
Bertemanan seperti Ganda, Ran dan Dana mengingatkanku kepada teman-teman ketika kuliah dulu.
Dimana mereka sekarang ya?
Aku buka sepatu, buka kemeja dan kaos dalam. Barangku menegang dibalik celanaku. Aku raba-
raba dan membuatku kembali terangsang. Pikiranku malah ingin masturbasi malam ini sambil
mandi. Terobsesi bayangan BF yang Ganda, Dana dan Ran tonton kali ya. Apa mereka nonton BF
homo atau hetero ya?
Dengan beretelanjang dada, aku keluar kamar. Angin malam menyegarkan badanku. Berjalan pelan
ke jemuran mengambil handuk dan masuk kamar mandi. Kunyalakan lampu. Ini kamar mandi
belakang, dipakai siapa saja, berdekatan dengan ruang jemur. Aku buka ikat pinggang bagian
depan dan kemudian celana sekalian celana dalam dengan sekali melorotkan. Kuturunkan cermin
yang tergantung agak tinggi ke atas bak mandi sehingga aku bisa lihat bayangan sebagian
tubuhku, terutama barangku di sana. Kebiasaanku kalau mau merangsang diri. Aku suka melihat
diriku di cermin. Tubuh yang indah, titipan Tuhan.
Kepalaku mulai berdenyut ketika tanganku bermain di batang barangku. Aku kocok pelan sambil
memijat seperti memerah susu sapi. Jepit di pangkal dengan jempol dan telunjukku dan
bergerak ke arah kepala barangku yang membuat kepala barangku semakin membesar dan merah.
Kuulang berkali-kali. Sekali lagi aku lakukan pasti ejakulasi nih.
sudah ah, ku hentikan jangan sampai muncrat. Aku kembalikan cermin dengan tangan masih
sedikit menggigil karena kegiatan memijat tadi. Aku tarik nafas dalam. Membasuh muka,
membuat aku kekesadaran menjahui nafsu untuk berbuat lebih jauh.
Aku siram tubuhku dan ambil ember kecil peralatan mandiku yang tergantung di pojok ruang
mandi. Ambil sabun cair. Pertama dioles ke barangku yang masih menegang. Aku tahan diri
untuk tidak meneruskan gerakan yang bisa ejakulasi. Aku ratakan sabun dan menggosok
keseluruh tubuh. Rasa segar yang menyenangkan. Dengan penis yang masih tegang, aku kesulitan
juga untuk kencing, tapi sedikit membungkuk, aku selesaikan kencingku. Hangat. Aku dengar
ada suara di luar. Paling Pak RT mengecek, kataku dalam hati. Kembali kusiram tubuhku
beberapa kali. Suara air ini mungkin sangat jelas dari luar.
Aku selesaikan mandiku. Kukeringkan badanku sekedarnya dan melilitkan handuk ke bawah
pinggangku. Posisi handuk yang memperlihatkan sedikit pantatku dan pinggulku karena handukku
tidak begitu lebar. Di bagian depan, sisi pinggir handuk persis di atas pangkal penisku. Ada
sebagian bulu keliahatan, tapi kucuekin aja. sudah malam gini, pasti juga nggak ada orang,
pikirku. Sengaja badanku agak basah supaya angin malam di luar akan lebih menyegarkanku.
Kukembalikan peralatan mandi dengan menggantungnya ditempat semula. Kuambil celanaku
kemudian keluar setelah mematikan lampu. Angin malam sangat dingin terasa, mungkin karena
badanku masih agak basah. Ada seseorang di depan pintu kamarku yang sedikit terbuka. Ran?
"Wah.. sudah segar sekarang?" tanyanya. Tersenyum.
Masih pake pakaian seperti kenalan tadi, tapi aku dapat lihat otot lengannya lebih jelas.
Otakku mulai membayangkan yang 'macam-macam'. Ditangannya ada pulpenku. Ah, pasti jatuh
ketika jongkok dekat rumahnya.
"Iya nih. Lama menunggu?" tanyaku sambil buka pintu lebih lebar.
Ke Bagian 2
Malam Godaan - 2 Nilai: B+ <<-Prev | Next->>
Dari Bagian 1
Ran menggangguk. Dapat kudengar suara nafasnya menghirup wangi tubuhku ketika berpapasan ke
depannya. Tangan kiriku yang memegang celana kotorku menutupi bagian depan handukku, usaha
untuk menutupi barangku. Tapi ketika mau membuka pintu, mata Ran tertuju ke depan handukku
yang tak sempat tertutup.
"Masuk Ran," ajakku, sambil bertanya dua teman lainnya. Katanya mereka masih melanjutkan
menonton BF. "Hm.. Ya. Mau ngembaliin ini nih. Tadi jatuh di depan rumah," katanya sambil buka sandal
jepitnya dan melangkah masuk.
Dia melihat sekeliling kamarku yang tidak begitu banyak perabot. Standar kamar kost. Hanya
radio kecil dan lemari serta televisi 14 inc di meja, disampingnya vCD player. Serta meja
tulis yang rendah, tanpa perlu kursi, tapi hanya duduk di lantai kalau mau diperlukan.
Tempat tidur di lantai, tidak pakai dipan.
"Tutup ya pintunya," kataku sambil menutup pintu."Dingin," kataku.
Tidak ada firasat apa-apa. Dia mengangguk. Aku dapat lihat matanya yang memandang tubuhku.
Agak risi dilihat begitu. Rasanya dia mau menarik handukku saja. Kuletakkan celana kotorku
di pojok dekat lemari.
"Maaf berantakan," kataku sambil merapikan beberapa majalah yang berserakan di lantai. Kalau
membaca aku memang dilantai beralaskan karpet dan bantal lantai. Dia bergerak duduk di
depanku yang sedang merapikan majalah dan koran yang kemudian kutumpuk ke pinggir di pojok
ruang. "Tidak apa-apa," katanya sambil mengambil satu majalah dan membukanya. Majalah FHM. Dia
duduk dilantai dan bersandarkan sisi ujung kasur, menghadap pesawat TV. Tempat favoritku
yang didudukinya.
Aku harus berpakaian, kataku dalam hati. Kuperbaiki handukku yang hampir merosot ketika
jongkok tadi. Kubuka daun pintu lemari pakaianku. Ah daun pintunya sejajar dinding, jadi
kalau aku buka handuk ini dia bisa lihat aku telanjang polos dari sana.
"Gede juga ya penisnya" katanya polos. Deg! Pasti dia lihat ketika aku jongkok tadi. "Ah.. Standar aja"
Aku ambil celana dalam, celana batik lusuh dan kaos oblong, kemudian menjatuhkannya di
kasur. Aku mesti mengeringkan lagi badanku. Biasanya kalau sudah begini aku langsung buka
handuk yang melilit di pinggang dan mengeringkan badan. Tapi sekarang ada Ran, aku jadi ragu
telanjang di depannya. Kutekan handukku ke paha dan pantatku, juga di bagian alatku yang
sedikit masih tegang.
"Buka saja, nggak usah ragu. Itu masih ada air di leher dan dada tuh," katanya menyadarkanku
dari keraguan. Rupanya dia memperhatikan apa yang kulakukan..
Aku bisa lihat sorot matanya dan gerakan kerongkongannya menelan. Nafsu kali dia melihatku.
Badanku tidak begitu gemuk dan hasil push-up dan sit-up tiap hari membuat badanku tidak
jelek-jelek amat. Sedang kaki dan pahaku yang kencang akibat banyak jalan saja.
Nekad! Aku buka handukku. Barangku sudah tidak tegang tapi masih besar, belum kempes. Segera
aku keringkan badanku yang membuat barangku yang menjuntai bergerak seperti bandulan dan
ketika aku akan memakai celana dalam, aku lihat Ran sudah mengeluarkan penisnya yang sudah
menegang dan mengocoknya dengan dua telapak tangannya. Dia lakukan dengan pelan sambil
memperhatikanku.
Gila! Apa yang dilakukannya? Kepalaku berdenyut. Aku sarungkan celana dalamku sebelum
barangku balik menegang lagi. Kepala penisku kutekan agar masuk, karena masih nongol dari
celana dalamku, akibatnya penisku melengkung dengan posisi ke atas. Kalau lagi tegang penuh,
penisku dapat keluar dari celana dalam, memperlihatkan semua bagian kepalanya.
"Penis kau juga besar, Ran," kataku merespon apa yang dilakukannya. Dia masih mengocoknya
dengan telapak tangan bergantian. Malah makin kencang. Kepala penisnya makin besar dan
mengkilat. Kupakai celana batikku. Ingin aku memegangnya, merasakan dengan tanganku, berapa
besar barangnya. Membantu mengocoknya..
"Tapi lebih baik tidak dilakukan deh" kataku akhirnya.
Memutuskan lamunan liarku. Apa kata Pak RT kalau memergokiku dengan cowok yang sedang
begini? Huh, mesti jaga-jaga.Dia masukkan kembali barangnya, tapi masih dielus-elus dari
balik luar celananya. Tak mampu dia menghentikan masturbasinya. Kuambil kaos oblong sambil
mendekat ke arah Ran. Duduk di sampingnya menghadap TV. Kaos yang mau ku pakai kutaruh
disamping majalah dan entah setan apa yang ada di otakku dengan berani tangan kiriku
bergerak ke arah barangnya.
"Sini kuperiksa," kataku meremas penisnya pelan. Kulingkarkan jariku kebarang yang dibalik
celana pendeknya yang longgar. Kulihat bentuknya dari balik celananya. Kayaknya dia nggak
pake celana dalam. Jantungku berdetak mulai kencang. Jangan mulai, kataku dalam hati. Tapi
tanganku tak bisa kompromi.
Dapat aku rasakan otot barangnya yang sangat keras. Tangannya pun sudah di atas barangku.
Kami saling meremas. Tersenyum dan nafas kami mulai memacu kencang. Wajahnya ke bahuku,
kurasakan dengus nafasnya di situ. TV kunyalakan dengan tangan kanan. Siaran gulat dua cowok
gempal yang membuat aku makin terangsang. Telapak tanganku dapat rasakan denyut barangnya.
Kalau aku teruskan bisa muncrat dia. Ada cairan di celananya yang keluar dari ujung
barangnya yang kuelus pelan. Sekarang bibirnya dibahuku, mengecup pelan. Mataku masih ke TV
meskipun pikiranku sudah melayang karena nikmat remasannya. Beberapa saat kami melakukan
saling remas ini.
"Buka?" tanyanya akhirnya.
Tangannya bergerak ke bagian atas pinggang celana. Tinggal ditarik, pasti terbuka semua.
Wajah sudah di dadaku, turun sedikit, dia bisa mencaplok batangku. "Nggak ah," aku menghentikan permainan.
Keputusan yang harus dilakukan. Kulihat dia kecewa. Ekspresinya pingin banget kami
meneruskan kegiatan ini. Dia menaikkan wajahnya. Aku berdiri dan mengenakan kaosku.
"Ini untuk senang-senang aja, jangan sampai keterusan," kataku.
Nafasku masih menggebu tapi kuusahakan untuk tenang. Dia meneruskan mengocok sendiri
barangnya dengan tangannya masuk ke celana pendek. Dia bisa ejakulasi di sini, pikirku.
Nafasnya dapat kudengar, dan dadanya naik turun dengan kencang. Matanya sesekali merem.
Kaosnya dinaikkan sampai dada, memperlihatkan perutnya yang mengkilat karena keringat. Ah,
aku melihat cowok masturbasi.. Langsung di depanku. Pengalaman apa ini? Aku melangkah ke
meja kecil sambil menawarkan minum padanya. Aku masih punya aqua gelas.
Kulihat dia menggelinjang pelan dan mendengus dengan nafas yang berat. Dia orgasme. Huh, aku
lihat dia dengan ekspresi puasnya. Dia menerima minum yang aku sodorkan. Celananya kulihat
sudah basah dan tangan kirinya disapukan ke celananya. Membersihkan sisa spermanya. Baunya
khas terasa merebak di ruang kamarku.
"Maaf, aku sudah keluar nih.." katanya.
Aku senyum saja, walau jantungku masih berdetak keras. Aku beri dia beberapa lembar tissu
untuk membersihkan cairan yang berlepotan di perut dan tangannya. Ingin aku yang
membersihkannya. Tapi nggak ah..
Dia minum dengan membuka plastik atas gelas dan menyedot semua airnya. Habis. Kemudian dia
lanjutkan membersihkan batang penisnya dengan melorotkan celananya. penis yang besarnya dan
panjang itu melengkung indah. Ujung penisnya persis di pusarnya.
"Aku mesti menahan diri," kataku membela diri.
Seperti mengatakan pada dirinya. Juga diriku, yang pingin sekali menyentuh barang yang indah
itu. Aku duduk di sampingnya sambil menepuk pelan bahunya. Barangnya masih berdenyut pelan.
Ah..
"Lain kali ya.." kataku, seperti berjanji. Ran menaikkan celananya dan menurunkan kaosnya.
Menutupi keindahan yang ada di tubuhnya. Sekarang sedang iklan di saluran gulat tadi. Tissu
bekas, masih berserakan di samping tubuhnya. "Suka ini? Atau ganti?" tanyaku. "Aku sukanya nonton BF," katanya terus terang. Dia perbaiki duduknya agar lebih berdiri.
Saat dia masturbasi tadi rupanya badan agak merosot sampai setengah telentang. "Wah, kalau itu nggak ada di sini," kataku tertawa.
Sebenarnya aku bohong. Aku punya satu CD di bawah kasur. Tapi tidak sekarang nyetelnya.
Mesti tahan diri. Kami nonton beberapa saat. Diam saja. Dia mungkin sedang tidak enak hati
atau apa. Kuliat sudah lewat jam dua belas. Biasanya aku sudah tertidur jam segini. Aku
menguap juga walau sejak tadi berusaha ditahan.
"Kau sudah ngantuk. Aku pulang ya. Maaf yang tadi" katanya sambil berdiri dan membuang bekas
tissu ke tempat sampah. "Pulpennya sudah ya."
Dia menutup depan celananya dengan bagian bawah kaosnya, untuk menutupi bekas sperma yang kulihat masih ada, masih basah. Dia menuju pintu.
Hampir aku tawarkan dia untuk menginap saja di sini, tapi bisa gawat. Ran penuhinisiatif dan tak dapat menahan diri. Seperti yang telah dilakukannya tadi. Aku menggangguk, sambil merangkul bahunya. Tubuhnya panas.
Pintu kubuka, angin malam menerpa masuk. Agak kencang. Ingin aku melakukan hal yang lebih dari merangkul.. Tapi kutahan. Dia melangkah keluar, tersenyum dan melambai. Dia menghilang di belokan depan rumah. Ada rasa kecewa dari wajahnya. Kalau kita baik sama orang, orang juga baik sama kita. Dan apa yang kulakukan membuat kejadian ke arah dosa dan untung belum sampai jauh. Aku mengakui kalau Ran terangsang karena tampilanku setelah mandi tadi. Entah kenapa aku selalu dapat godaan maksiat semacam ini. Apa karena aku juga suka menggoda tanpa kusadari? Tiap kali menghindar, godaan datang saja.
Kututup pintu dan kukunci. Dikunci untuk jaga-jaga saja karena kamarku berhubungan langsung
dengan halaman luar. Menuju tempat tidur, matikan TV dan lampu. Tidur. Aku berdoa semoga
Tuhan tetap melindungiku dari tidak berbuat dosa lagi. Aku mohon ampun lagi, seperti hari-
hari lalu setelah berbuat dosa semacam ini.
Aroma sperma masih ada saja, dan rasanya makin kencang. Di luar sudah mulai rintik hujan.
Aku angkat tanganku ke samping kepala, jangan masturbasi lagi, kata hatiku. Jagalah
kelaminmu! Itulah yang selalu aku ucapkan kalau sudah mulai 'gila'. Kadang berhasil, kadang juga tidak. Apalagi kalau yang menggoda aku suka juga. Ah..
Sore dengan udara sejuk sehabis hujan begini enaknya memang tiduran saja di kamar. Tapi aku punya niat untuk membelikan sesuatu untuk Elga. Dia ulang tahun minggu depan. Entah kenapa, ada rasa yang tidak biasa setiap aku ingat dia. Ada rindu disana, ada kangen, tapi juga rasa sepi dan sedih. Entahlah ... Sejak kemarahan Andri padaku, memang ada rasa sepi yang tiba-tiba hadir. Ada
Jadilah diri sendiri. Jangan mau jadi orang lain atau makhluk lain. Berlakulah sebagai kodrat yang diciptakan oleh Tuhan. Itu terus yang terngiang di telingaku, di pikiranku. Selagi aku menghindar dari semua godaan yang aku senangi tapi tidak disenangi Tuhan, bisikan-bisikan itu terus bersuara. Kadang pelan, kadang sampai menghentak jantungku. Sore ini aku pulang tidak terlalu malam.
Aku sedang menikmati foto-foto model dari majalah Playgirl yang kuambil dari internet di komputerku di kantor. Malam belum begitu larut. Rasa malas pulang ke tempat kost membuatku betah di kantor. Ada ratusan foto cowok keren yang telanjang atau setengah telanjang yang kutonton bolak-balik. Aku tidak suka melihat gambar yang vulgar dan sangat porno. Sarafku di kepala kembali berdenyut. Keren
Sejak kejadian yang menimpa mas Wawan, rumah kontrakannya masih kosong. Mas Wawan masih merasa trauma dengan meninggal semua orang yang sangat dicintainya. Semoga dia dapat mengambil pelajaran dari apa yang dialaminya itu. Malam ini ada pengajian di mesjid dekat rumah. Ketika aku mengambil air untuk sholat, aku menangkap sepasang mata yang juga sedang melihat ke arahku. Deg! Jantungku memberi
Gerimis kecil menyambut kami di Ngurah Rai. Bali belum begitu ramai sejak dua kali kena bom. Tapi beginilah, untuk pertama kali aku ke Bali, kesan pertama ada rasa senang. Aku banyak tau Bali hanya lewat internet dan cerita teman-teman saja. Perasaanku kadang masih terasa sepi dan sedih. Baru sekarang ini aku merasakan ini. Apalagi kalau melihat sesuatu yang memperlihatkan keakraban
Tak biasanya aku mandi tanpa mempermainkan batangku. Apa karena doaku ketika masuk kamar mandi, atau karena aku udah kecapaian atau karena memang aku sudah sadar kalau masturbasi tak baik untuk diriku? Segera aku keluar kamar mandi dan berpakaian. Cermin kamar mandi berembun karena udara panas air hangat dan aku tak bisa menikmati keindahan tubuhku sambil melap diri dengan handuk.
Perjalanan ke Nusa Dua aku lewati sambil tidur. Aku tertidur di mobil, di tempat duduk belakang. "Dah sampe! Yadi bangun!" Gelagapan aku bangun. Sejenak aku tak menyadari sedang di mana. Fitri, Arman dan Dodi menunggu di luar mobil. Sebagian barang-barang yang kami bawa sudah diturunkan dari mobil. Rupanya sudah di pelataran parkir di depan sebuah hotel. Lingkungannya sangat indah.
Kegiatan pemotretan di kawasan Nusa Dua berjalan lancar. Kami sangat didukung oleh pengelola kawasan ini. Walau kepariwisataan di Bali ini sudah mulai pulih setelah didera teror bom, rupanya promosi tetap diperlukan. Karena itu mereka sangat membantu. Ada yang memperhatikanku. Aku rasakan itu. Kusapu pandanganku ke sekeliling. Mataku terhenti di pojok sana. Kami sedang makan di restoran hotel.
Sejenak aku tidak menyadari, sedang berada di mana. Tapi beberapa saat kemudian aku dapat melihat sekeling: kamar hotel yang luas, rapi dan dingin. Ada suara gemuruh di luar. Suara deburan ombak pantai Kuta. Hanya lampu dekat pintu yang menyala, sedang di tengah ruangan mati. Temaram. Tubuhku terasa sudah nyaman. Sebelum tidur tadi aku sudah beberapa kali buang air. Dan sebelum tidur
Pemotretan di Dreamland memang seru banget. Walau pantainya tak begitu panjang, tapi sangat indah pemandangannya. Apalagi para model cowok merasa bebas melakukan apa saja. Beberapa pengunjung umum malah menikmati keramaian ini. Langit cerah berwarna biru. Hujan rintik sedikit gerimis tidak mengganggu kegiatan. Di atas tebing itu telah dibangun restoran. Sejak keluarnya mas Tommy, sang putra
Proyekku selesai dengan sukses. Bu Ayu mengirimkan SMSnya untuk menyampaikan terima kasihnya atas apa yang kukerjakan untuk perusahaannya. Bu Poppy memberiku bonus dengan mentransfer uang ke tabunganku. Aku belum mengecek berapa nilainya. Tapi penghargaan yang diberikan mereka sudah cukup menyenangkan. Saat sekarang sedang ada pendekatan untuk pekerjaan graphic design sebuah hotel baru di sekitar
Bete abis! Sungguh aku nggak bisa tenang lagi. Maunya teriak dengan kencang atau menghantam sesuatu sampai hancur. Disisi lain entah kenapa keinginan untuk introspeksi diri hanya timbul sebentar, tertutup oleh emosiku yang sedang memuncak. Mestinya aku sadari apa yang membuat aku galau gelisah, karena ibadahku yang yang tidak kukerjakan dengan baik. Sholatku tidak tepat waktu dan kadang ada
Hari-hari setelah dari karaoke beberapa hari lalu memang membuat aku sedikit ada semangat. Entah apa dan kenapa. Tapi kupikr karena Andri, anak karaoke itu. Anak yang sederhana tapi penampilannya di mataku, entah kenapa kelihatan asik aja. Dan mimpi-mimpi itu yang membuat aku semangat. Atau karena aku sudah kembali beribadah dengan benar. Rasa syukurku terhadap apa yang telah diberi-Nya
Tubuh dan pakaianku sangat bau rokok. Aku nggak tahan. Sesampai di rumah, aku langsung mandi. Kubiarkan Anto yang masih meneruskan acara nonton tv. Masih terasa bagaimana Andri memperlakukan aku tadi. Kami berciuman sangat rapat dan lama. Baru sekali itu aku melakukkannya. Entah kenapa aku mau saja dan menikmatinya. Ah. Ada rasa kangen timbul tiba-tiba ...Dilain pihak aku merasa dosa. Terasa
Aku terbangun ketika bel pintu berbunyi. Ah, aku lupa, kalau pintu masih terkunci. Disampingku Bu Ayu masih tertidur pulas. Kelelahan dia. Kuperhatikan tubuhnya yang halus dan putih. Dadanya masih kelihatan kencang dan perutnya juga tidak gendut. Aku suka keindahan yang dimiliki oleh ibu muda ini. Bel di pintu bunyi lagi. Mungkin Bang Jay pulang, kata batinku. Aku bangun dengan malas. Aku
Aku terbangun ketika bel pintu berbunyi. Ah, aku lupa, kalau pintu masih terkunci. Disampingku Bu Ayu masih tertidur pulas. Kelelahan dia. Kuperhatikan tubuhnya yang halus dan putih. Dadanya masih kelihatan kencang dan perutnya juga tidak gendut. Aku suka keindahan yang dimiliki oleh ibu muda ini. Bel di pintu bunyi lagi. Mungkin Bang Jay pulang, kata batinku. Aku bangun dengan malas. Aku
Kalo sudah niat baik, aku merasa semuanya jadi mudah. Rencanaku untuk pindah tempat tinggal, dengan mudah kudapatkan gantinya. Dari seorang sahabat aku dapat rumah kontrakan di wilayah Jakarta Selatan, gayanya sih kayak rumahnya si Ucup dalam Bajaj Bajuri kalo dari tampak depan. Lumayan. Di depan ada teras, kemudian bagian dalam yang terbagi tiga, bagian depan ruang tamu, kemudian kamar tidur dan
Jangan berusaha untuk mengunci cinta dalam hidupmu dengan berkata
Perasaan galau itu makin menegang, membuat nafasku terasa sesak.Keringat dingin mulai mengucur. Inilah saat kematian itu. Pelan kutarik nafas. Uuuuffhh! Kuehembus pelan, sampai dadaku terasa sakit. Mungkinkah jasadku mulai melepasakan dirinya dariku? Kok disini? Kok sekarang? Masih mampukah aku menahan kehendak-Nya? Semua apa yang pernah aku lakukan terasa berkelebat kencang. Kupejamkan
Kami berhenti di salah satu rumah di kawasan Lippo Cikarang. Awalnya aku pikir ini rumah ibunya. "Ini rumah yang dibelikan Papa. Kalau dia pulang ke jakarta, pulangnya ke sini. Setelah itu baru ke keluarganya di Pondok Indah." Hah...? Sungguh aku tak mengerti. Tadi aja di mobil, dia cerita, biasanya kalo di mobil dia dengan papanya bebas melakukan aksi mesra-mesraan. Papanya yang aktif meraba
Malam sepi. Aku tetap berjalan masuk gang, jalan alternatifku, yang di kiri-kanan tergenang air got hitam yang kalau hujan sedikit aja pasti meluap. Kalau sudah begitu, aku tidak lewat sini. Tapi sekarang cuacanya sedang bagus, dan agak sedikit panas. Tubuhku yang tadi berkeringat waktu di kendaraan sudah agak kering. Gelap, hanya beberapa rumah yang menyalakan lampu terasnya,
Hari-hari kulalui dengan sedikit membosankan.Pekerjaan di kantorku sedang tidak begitu sibuk. Apalagi cuaca Jakarta dan sekitarnya akhir-akhir ini semakin panas. Belum lagi isu bencana gempa dan stunami yang membuat aku rada was-was juga. Hari kerjaku hanya duduk di depan komputer main game atau internet. Semua yang kulakukan untuk mengisi kebosananku terasa sia-sia. Rasa bosan makin menggebu
Hari Sabtu siang yang sedikit melelahkan. Aku tidak masuk kerja hari ini. Bu Poppy mengizinkanku untuk tidak masuk, tapi aku dibekali VCD yang berisi beberapa contoh iklan. Ini ujian aku pertama setelah hampir tiga bulan bekerja di biro iklan. Aku diminta buat konsep iklan sebuah kosmetik wanita dan akan presentasi hari Senin. Sejak pagi aku bersih-bersih kamar sambil menyetel VCD
Kalau ada usaha untuk berbuat baik, kenapa mesti dilecehkan? Kadang memang tidak bisa konsisten soal kepatuhan untuk tidak berbuat dosa, karena para syetan pengganggunya lebih canggih dalam hal menggoda. Begitulah, ada teman yang berkomentar mengejek terhadap apa yang kuceritakan. Tapi tidak begitu dengan Ran. Kemarin Ran cerita kalau koleksi barang pornonya sudah dihibahkan kepada teman-teman
© 1995-2025 FREYA Communications, Inc.
ALL RIGHTS RESERVED.